Bos Indotruck Utama Mangkir Lagi, Arwan Koty Benar-Benar Merasa Dikriminalisasi

Kamis, 29 April 2021 – 20:17 WIB
Sidang kasus laporan palsu dengan terdakwa Arwan Koty di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (28/4). Foto: dok pribadi for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Kasus dugaan laporan palsu yang disangkakan kepada Arwan Koty selaku konsumen PT Indotruck Utama kembali bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (28/4). 

Persidangan yang beragendakan pemeriksaan Direktur Utama PT Indotruck Utama, Bambang Prijono Susanto Putro selaku saksi korban kembali ditunda.

BACA JUGA: Jenderal Listyo tak Ingin Ada Tudingan Kriminalisasi Pasal Karet di UU ITE, Ini yang Dilakukannya

Alasannya karena Bambang Prijono Susanto Putro kembali mangkir dalam persidangan.

Dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Arlandi Triyogo itu, pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyampaikan Bambang Prijono Susanto Putro tidak dapat hadir dengan alasan sakit.

BACA JUGA: MAKI Menyoroti Mafia Hukum Terkait Kriminalisasi Perkara Perdata

Alasan serupa yang sebelumnya disampaikan JPU Sigit dalam tiga persidangan sebelumnya.

"Saksi korban sakit yang mulia, tidak dapat hadir," ungkap Sigit seraya menunjukkan surat keterangan dokter dari Bambang Prijono Susanto Putro kepada Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (28/4).

BACA JUGA: Bicara Kriminalisasi Kepala Daerah, Jokowi Jadikan Pemprov DKI Contoh

Mengenai hal tersebut, Ketua Majelis Hakim memutuskan untuk melanjutkan persidangan ke tahap selanjutnya, yakni mendengarkan keterangan saksi dari pihak terdakwa.

Pernyataan Ketua Majelis Hakim pun membuat terdakwa Arwan Koty memberanikan diri menyanggah.

Arwan Koty dengan suara bergetar memelas kepada Ketua Majelis Hakim untuk mempertimbangkan nasibnya.

"Atas nama keadilan dan hak asasi manusia, saya memohon kepada majelis hakim untuk menghadirkan saksi korban," ungkap Arwan Koty menelungkupkan kedua telapak tangannya ke arah hakim.

"Saya, walaupun terdakwa punya hak asasi juga Pak Hakim, apa tidak perlu diperhatikan. Gara-gara laporan saksi korban yang tak mau hadiri persidangan ini saya jadi terdakwa, terancam dipenjara. Saya merasa dikriminalisasi, saya dibuat bingung, susah dan menderita akibat fitnah yang dialamatkan ke saya," ujar Arwan Koty.

Sebab lanjutnya, Bambang Prijono diduga telah terjadi pemutarbalikan fakta dalam BAP.

Laporan pengaduan Arwan Koty yang dicabut disebutkan sudah dalam tahap penyidikan.

Padahal, kenyataan dan faktanya masih tahap penyelidikan; belum ada tersangka.

Permintaan serupa pun disampaikan pihak kuasa hukumnya.

Mereka meminta agar Majelis Hakim dapat menghadirkan Bambang Prijono Susanto Putro secara virtual apabila masih berhalangan hadir karena sakit.

"Kalau memang tidak bisa hadir, mohon ijin kepada majelis hakim untuk menghadirkan saksi korban secara virtual," ungkap Aristoteles selaku Kuasa Hukum Arwan Koty.

Permintaan Kuasa Hukum Arwan Koty pun disetujui Ketua Majelis Hakim.

Ketua Majelis Hakim meminta JPU untuk menghadirkan Bambang Prijono Susanto Putro secara virtual dalam sidang lanjutan yang rencananya akan digelar pada Rabu (5/5/2021) mendatang.

"Dengan ini sidang ditunda hingga minggu depan, Rabu, 5 April 2021," ujar Arlandi Triyogo menutup persidangan.

Ditemui selepas sidang, Aristoteles menyampaikan alasan pihaknya bersikeras ingin menghadirkan saksi korban untuk hadir dan bersaksi dalam persidangan.

Kehadiran Bambang Prijono Susanto Putro selaku saksi korban katanya untuk membuka fakta perkara.

Sebab, lanjutnya, isi dakwaan JPU dengan fakta S-TAP penyelidikan yang diterbitkan penyidik Polda Metro Jaya tidak sinkron.

Dalam dakwaan, Bambang Prijono Susanto Putro menggugat kliennya atas dasar penghentian penyidikan.

Padahal, perkara jual beli ekskavator yang dilaporkan kliennya sebelumnya ke Mapolda Metro Jaya itu dihentikan pada tahap penyelidikan, antara lain STap/66/V/RES.1.11/2019/Ditreskrimum ter tanggal 17 Mei 2019 dan STap/2447/XII/2019/Ditreskrimum ter tanggal 31 Desember 2019.

Sehingga, lanjutnya, keterangan Bambang Prijono Susanto Putro yang menyebutkan laporan polisi Arwan Koty dihentikan dalam Tahap Penyidikan adalah tidak benar.

Hal tersebut pun katanya berbanding terbalik dengan keterangan GM PT Indotruck Utama, Susilo Hadiwibowo di bawah sumpah yang menyebutkan laporan polisi Arwan Koty dihentikan dalam Tahap Penyelidikan.

Atas dasar keterangan Bambang Prijono Susanto Putro tersebut, Penyidik Bareskrim menetapkan Arwan Koty sebagai tersangka atas kasus laporan palsu.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Abdul Rauf pun mendalilkan dua laporan polisi Arwan Koty dihentikan pada Tahap Penyidikan.

Sehingga Arwan Koty menjadi terdakwa dan disidangkan saat ini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"Dia (JPU dalam dakwaan) itu menyatakan bahwa perkara ini dihentikan dalam penyidikan, sehingga dasar itu saya bilang ini pengaduan palsu dengan dasar S-TAP penyelidikan, tapi di dalam BAP-nya dalam dakwaan jaksa, ditulis dihentikan dalam tahap penyidikan, kan berbeda dong," ungkap Aristoteles.

"Jadi kita perlu klarifikasi yang benar yang mana nih. Karena antara penyelidikan dan penyidikan berbeda," tegasnya.

Oleh karena itu, pihaknya kembali meminta majelis hakim untuk menghadirkan Bambang Prijono Susanto Putro dalam sidang lanjutan secara virtual.

Karena kesaksian Bambang Prijono Susanto Putro katanya menjadi kunci terang benderangnya perkara

"Kalau ada surat ketetapan penyidikan tolong ditunjukkan, karena diktum (keterangan resmi) paling atas saja sudah tertulis bahwa (dasar laporan) penghentian penyelidikan. Kalau masih dalam tahap penyelidikan tidak bisa diangkat ke persidangan," jelasnya.

Selain itu, alasan pihaknya meminta JPU kembali melakukan pemanggilan karena Bambang Prijono Susanto Putro selaku korban yang merasa dirugikan.

Sehingga sesuai dengan Pasal 317 KUHP tentang delik pencemaran nama baik, pihak korban harus bersaksi dalam persidangan.

"Untuk mengetahui seseorang tercemar itu kan subyektifitas daripada diri dia, dalam hal ini Bambang Prijono Susanto Putro dan PT Indotruck Utama. Kalau dia nggak hadir berarti ini akal-akalan aja," tutupnya.

JPU Berkilah

Terkait permintaan pihak terdakwa, JPU Sigit mengaku tidak dapat memaksakan saksi korban untuk hadir dalam persidangan.

Dirinya beralasan saksi korban kini masih sakit dan menjalani perawatan.

Hal tersebut dibuktikannya lewat sejumlah surat keterangan dokter yang ditunjukkannya kepada majelis hakim dalam persidangan.

Sedangkan mengenai status penyelidikan ataupun penyidikan yang menjadi dasar pelaporan terhadap Arwan Koty, pihaknya menyerahkan keputusan kepada majelis hakim.

"Itu silahkan di sidang, itu kan sama-sama membuktikan, pengacara membuktikan tidak bersalah, jaksa membuktikan bersalah, itu saja. Selesai," ungkap Sigit.

Oleh karena itu, dirinya mengaku tidak akan memanggil kembali Bambang Prijono Susanto Putro sebagai saksi korban dalam sidang selanjutnya.

Sigit beralasan pihaknya telah mengantongi bukti yang cukup dalam memenangkan persidangan.

"Makanya saya bilang, jaksa bilang cukup (bukti)-pengacara bilang nggak cukup, yah silahkan, itu persepsi masing-masing. Hakim bilang apa? nanti kan begitu," ungkap Sigit.

"Jadi sudah cukup (bukti)," tegasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, nasib malang tengah dialami Arwan Koty, seorang konsumen PT Indotruck Utama.

Dirinya mengaku dikriminalisasi oleh Direktur Utama PT Indotruck Utama, Bambang Prijono atas pembelian satu unit ekskavator yang tidak diterimanya hingga saat ini.

Keresahan yang dialami Arwan Koty diungkapkan Kuasa Hukumnya, Aristoteles SH bermula ketika kliennya melakukan pembelian satu unit ekskavator senilai Rp 1,265 miliar dari PT Indotruck Utama pada tahun 2017 silam.

Pembelian satu unit ekskavator itu diungkapkannya telah dibayar lunas kepada PT Indotruck Utama.

Dalam perjanjian jual beli, kliennya meminta PT Indotruck Utama untuk menyerahkan satu unit ekskavator di Yard PT Indotruck Utama dengan penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST) oleh para pihak.

Namun, penyerahan satu unit ekskavator itu tidak pernah terjadi.

Pihak PT Indotruck Utama malah mengaku telah mengirimkan alat berat itu ke Kabupaten Nabire, Papua.

Atas hal tersebut, pihaknya kemudian melaporkan PT Indotruck Utama ke Polda Metro Jaya pada tahun 2018

Akan tetapi dalam perjalanan penyelidikan, laporan tersebut dihentikan penyidik Kepolisian secara sepihak.

Ironisnya, merujuk surat penghentian penyelidikan tersebut, PT Indotruck Utama justru melaporkan balik kliennya ke Mabes Polri.

"Klien kami dituduh memberikan laporan palsu," ungkap Aristoteles ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan pada Kamis (1/4/2021).

Hal tersebut berbanding terbalik dengan gugatan wanprestasi PT Indotruck Utama yang dilayangkan kliennya ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Gugatan tersebut katanya dikabulkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

PT Indotruck Utama divonis bersalah dan melakukan wanprestasi atas pembelian satu unit ekskavator senilai Rp 1,265 miliar pada tahun 2017.

Terkait hal tersebut, Aristoteles meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi kunci dari Nabire, Papua.

Antara lain, Asun, M Sofiaansyah, Anthony Wijaya serta Henry Joedo Manurung selaku anggota Polri yang bertugas di Satuan Polair Nabire.

Para saksi tersebut katanya membuat surat pernyataan yang menyebutkan satu unit eskavator yang dibeli kliennya sudah diterima di Nabire.

Padahal barang tersebut sampai saat ini belum pernah diperlihatkan atau serah terima dari penjual ke pembeli. 

"Supaya perkara ini terang benderang, maka saksi pelapor harus hadir dalam persidangan, supaya keterangannya didengar dan laporannya harus dipertanggungjawabkan dalam persidangan," ungkap Aristoteles.

"Kehadiran saksi yang membuat surat pernyataan bahwa barang telah diterima di Nabire ke persidangan sangat penting, tujuannya untuk mencari kebenaran dalam perkara ini," tegasnya. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler