Bos Madu, Setiap Tahun Berangkatkan 10 Karyawan ke Tanah Suci

Jumat, 13 Maret 2015 – 07:34 WIB
Wawan Darmawan meninjau area budi daya Madu Pramuka di Kompleks Wiladatika Cibubur, Jakarta Timur. Foto: Dokumentasi Wawan Darmawan

DI tangan Wawan Darmawan, Dirut PT Madu Pramuka, ribuan orang berhasil dididik menjadi petani lebah. Lebah produksi bumi-bumi perkemahan Pramuka juga kian produktif.
-------------------
Laporan Gunawan Sutanto, Jakarta
-------------------
SIANG itu (5/3), Wawan Darmawan mengunjungi Bumi Perkemahan dan Graha Wisata Pramuka, Cibubur, Jakarta Timur. Dia menghampiri beberapa karyawan lapangan PT Madu Pramuka, lantas mengajak bercengkerama dan berdiskusi santai.

Ya, begitulah gaya Wawan dalam memimpin perusahaan perlebahan. Bersahaja, santai, tetapi efektif. Sudah 27 tahun dia dipercaya mengelola industri madu lebah yang diproduksi dari bumi perkemahan Pramuka tersebut. Karena itu, sudah pasti dia sangat paham cara membudi daya lebah hingga meningkatkan produktivitasnya.

BACA JUGA: Geliat Negeri Tulehu setelah Dinobatkan sebagai Kampung Sepak Bola

’’Awalnya, saya diajak ketua Kwarnas (Kwartir Nasional) saat itu, almarhum Letjen Mashudi,’’ ujar Wawan membuka cerita.

Wawan diminta menata manajemen Pusat Perlebahan Apriari Pramuka (cikal bakal PT Madu Pramuka). Mashudi percaya kepada Wawan karena melihat potensinya saat itu sebagai akuntan sebuah perusahaan penanaman modal asing (PMA) di Jakarta.

BACA JUGA: Gajah Sumatera Terancam Punah, Diburu Manusia, Diserang Virus

’’Ketika itu, organisasi Apriari masih acak-acakan. Produksinya per tahun kecil. Keuangannya tidak jelas,’’ urainya.

Sedikit demi sedikit, Wawan menata manajemen Apriari. Saking seriusnya, dia sampai meluangkan waktu khusus Sabtu-Minggu untuk mengurusi manajemen Apriari.

BACA JUGA: Menegangkan, Menembus Penjagaan Superketat Nusakambangan

’’Kadang saya harus berangkat ke Cibubur pukul 6 pagi dan baru pulang tengah malam. Otomatis waktu untuk keluarga berkurang,’’ kenangnya.

Demi menjawab kepercayaan yang diberikan Mashudi itu, pada 1998, Wawan memutuskan untuk keluar dari perusahaan asing tempatnya bekerja. Dia memilih berfokus menggarap Apriari. Pengorbanan Wawan tidak sia-sia. Apriari makin tertata dan maju pesat. Produksi madu di lahan-lahan bumi perkemahan Pramuka di Indonesia terus meningkat. Buntutnya, keuangan organisasi pun ikut membaik.

Pada 2005, Wawan akhirnya memutuskan untuk mengubah Apriari menjadi perusahaan perseroan terbatas (PT) dan berganti nama menjadi PT Madu Pramuka. Sejak menjadi PT itulah, volume produksi madu terus bertambah sehingga menyehatkan keuangan perusahaan.

’’Saat ini, produksi madu kami 10–15 ton per tahun,’’ ujar Wawan bangga. Melalui Madu Pramuka pula, dia berhasil mendidik ribuan orang menjadi petani lebah di berbagai daerah di Indonesia.

Kini PT Madu Pramuka memiliki sejumlah cabang di daerah. Di antaranya, Tangerang, Banten, Cirebon, Semarang, Batang, Jogja, Surabaya, dan Sukabumi. Sentra pengolahan madunya masih di dua tempat, yakni Cibubur dan Gringsing, Kabupaten Batang, Jawa Tengah.

Bagi kegiatan Pramuka nasional, PT Madu Pramuka juga bisa menjadi ’’amunisi’’. Sebab, di tengah minimnya anggaran untuk operasional Kwarnas Pramuka, PT Madu Pramuka tiap tahun bisa memberikan kontribusi Rp 1,5 miliar hingga Rp 1,8 miliar.

’’Anggaran kami selama ini memang terbatas. Salah satu pemasukan yang bisa diandalkan ya dari Madu Pramuka ini,’’ ujar Ketua Kwarnas Adhyaksa Dault.

Yang juga membanggakan Adhyaksa, PT Madu Pramuka bisa menyejahterakan sekitar 200 karyawan.

’’Tidak hanya berkontribusi pada Pramuka, tiap tahun Kak Wawan (sapaan Wawan di lingkungan Pramuka, Red) bisa memberangkatkan haji karyawannya,’’ kata mantan menteri pemuda dan olahraga (Menpora) itu.

Wawan menjelaskan, program memberangkatkan haji untuk karyawan itu mulai dilakukan pada 2000. Setiap tahun, 10 karyawan muslim berangkat haji atau umrah. ’’Itu cara saya untuk menumbuhkan semangat kerja karyawan. Bagi saya, itu sangat membahagiakan,’’ terang ayah lima anak tersebut.

Di tangan Wawan, Madu Pramuka tidak hanya berkutat pada penjualan berbagai jenis madu, namun terus melakukan ekstensifikasi bisnis. Misalnya, penjualan peralatan ternak lebah, penyediaan bibit lebah, pelatihan, pengobatan dengan sengatan lebah (apitherapy), hingga menyediakan wahana wisata lebah.

Atas prestasi Wawan itu, Adhyaksa Dault kembali memberikan tantangan. Dia ingin industri perlebahan yang digarap PT Madu Pramuka bisa menjadi pelatihan entrepreneurship bagi anggota Pramuka di seluruh Indonesia hingga tingkat kwartir ranting (kwaran) di kecamatan.

’’Kak Adhyaksa mengharap terciptanya lapangan pekerjaan di bidang perlebahan bagi anggota Pramuka. Kalau untuk masyarakat umum, kan sudah bertahun-tahun kami jalani,’’ jelas suami Titik Wahyuni tersebut.

Menurut Wawan, keinginan Adhyaksa itu cukup realistis. Sebab, potensi produksi madu di Indonesia per tahun masih sangat tinggi. Yakni, mencapai 2,5 juta ton dari jumlah pakan lebah yang tersedia 19,2 juta hektare.

Sementara itu, produksi madu di Indonesia saat ini baru 15 ribu–20 ribu ton per tahun. Tingkat konsumsi madu orang Indonesia juga baru 10–15 gram/kapita/tahun.

Sekjen Asosiasi Perlebahan Indonesia itu menyatakan, tren konsumsi madu di Indonesia saat ini sudah bergeser. Jika dulu orang minum madu sebagai obat, kini madu dikonsumsi sehari-hari sebagai suplemen kesehatan pengganti obat kimia.

’’Artinya, peluang bisnis perlebahan masih sangat terbuka,’’ tegasnya.

Untuk menjawab tantangan itu, kini Wawan tengah menginventarisasi area-area bumi perkemahan Pramuka di penjuru Indonesia yang bisa dikembangkan menjadi tempat budi daya lebah madu.

Dari pengalamannya ikut kongres perlebahan ASEAN (Asian Association Apicultaral/AAA) dan dunia (Apimondia), dia melihat kekurangan Indonesia lebih pada dukungan pemerintah.

’’Di negara lain, dukungan pemerintahnya luar biasa sehingga madu bisa sampai diekspor,’’ terangnya.

Wawan menjelaskan, madu hasil budi daya di Indonesia mempunyai beragam jenis. Mulai madu bunga randu, madu karet, madu rambutan, madu kopi, madu kaliandra, madu sengon, madu kelengkeng, madu bunga mangga, dan banyak lagi lainnya. Madu hutan asli Indonesia juga tidak kalah menjanjikan karena berjenis multiflora.

Dia menegaskan, orang yang terlibat dalam perlebahan umumnya mencintai lingkungan. ’’Sebab, kalau lingkungannya buruk, lebahnya juga akan kabur,’’ ujarnya.

Dengan menekuni dunia perlebahan, kesehatan seseorang juga akan terjaga secara alami. ’’Banyak sukanya kerja di bidang ini. Dukanya, ya paling tersengat lebah. Disengat lebah kalau kata orang-orang itu kan ngeri-ngeri sedap,’’ kelakarnya. (*/c5/ari)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hebohnya Pendukung Indonesia di All England 2015


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler