jpnn.com - Gajah Sumatera (elephas maximus Sumatrensis) benar-benar terancam. Selain perburuan manusia dan penyempitan luas habitat akibat perambahan hutan, populasi gajah Sumatera juga diserang virus. Namanya adalah virus elephant endotheliotropic herpes viruses atau EEHV alias herpes gajah.
Laporan Wahyu Syaifullah, Lampung Timur
BACA JUGA: Menegangkan, Menembus Penjagaan Superketat Nusakambangan
BAU rumput liar begitu terasa saat Radar Lampung memasuki areal Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Labuhanratu, Lampung Timur (Lamtim), Kamis (5/3).
Tulisan ’’Selamat Datang di Taman Nasional Way Kambas’’ yang menggantung di dua tiang besar menandai areal taman nasional tertua di Indonesia ini. Gambar dua gajah besar di masing-masing tembok tiang semakin menegaskan keberadaan TNWK yang dikhususkan untuk konservasi gajah tersebut.
BACA JUGA: Hebohnya Pendukung Indonesia di All England 2015
Untuk menuju pusat konservasi gajah (PKG), perjalanan masih berjarak sembilan kilometer. Karena akses jalan yang terbilang buruk, butuh waktu sekitar 15 menit untuk mencapainya.
Suasana alami dan asri sangat terasa di sini. Hanya pepohonan besar diselingi belukar yang terlihat di kiri-kanan jalan.
Namun, begitu memasuki areal PKG, suasana sontak berubah. Pemandangan kini didominasi oleh padang rumput. Di sana, puluhan gajah terlihat dengan berbagai aktivitasnya.
BACA JUGA: Saatnya Menabuh Gong Strategi Great
Sekilas tidak terlihat ada masalah di sini. Namun jika digali lebih jauh, sejak November 2014, PKG TNWK telah kehilangan empat anak gajah. Kematian empat anak gajah ini dipicu virus EEHV alias herpes gajah.
Penyerangan penyakit ini tergolong sangat cepat. Tidak sampai 24 jam, anak gajah yang terkena EEHV bisa dipastikan mati. Sayangnya, hingga kini, obat virus itu belum ditemukan.
Virus ini kali pertama teridentifikasi pada 1995 silam di Afrika. Untuk Indonesia, kasus herpes gajah muncul kali pertama di Aceh.
Secara alami, virus ini sebenarnya dimiliki setiap gajah. Biasanya saat daya tahan tubuh gajah menurun, virus itu baru menyerang. Namun belakangan, aktivitas virus ini keluar dari kebiasaan.
Virus tersebut menyerang anak-anak gajah yang berusia di bawah 10 tahun. Mungkin karena daya tahan tubuh yang lebih kuat, virus ini tidak menyerang gajah dewasa.
Kondisi itu jelas membuat para pengelola PKG TNWK pusing tujuh keliling. Pasalnya, serangan virus mematikan tersebut baru kali pertama dialami taman nasional yang menangani hingga 250 populasi gajah dewasa dan anak-anak ini.
Berbeda dari saat serangan virus yang pertama, kondisi PKG saat ini sudah terlihat normal. Jika sebelumnya PKG sempat ditutup, kini pengunjung umum sudah bisa masuk untuk melihat aktivitas atau menaiki gajah-gajah di sana.
Dibanding Taman Safari, Cisarua, Bogor, jumlah pengunjung TNWK tidak ada seujung kuku. Setiap hari, areal PKG seluas 4.000 hektare ini hanya dikunjungi puluhan orang. Itu pun sebagian besar berasal dari luar kota. (radarlampung/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perayaan Cap Go Meh, Berkah pada Tahun Kambing Kayu
Redaktur : Tim Redaksi