jpnn.com, JAKARTA - Philip Morris International (PMI), perusahaan induk PT HM Sampoerna Tbk. (Sampoerna) menyadari bahwa sains dan teknologi selalu menjadi tulang punggung dalam setiap tahapan inovasi perusahaan.
Sains dan teknologi memiliki potensi untuk memberikan dampak positif bagi lingkungan serta masyarakat, salah satunya untuk menciptakan tembakau alternatif.
BACA JUGA: Sampoerna Usul Task Force B20 Fokus Mengantisipasi Kendala Rantai Pasok
Presiden Direktur Sampoerna Vassilis Gkatzelis menuturkan komitmen inovasi berbasis bukti itu terwujud dalam pengembangan produk tembakau alternatif bebas asap yang melibatkan ilmuwan dan engineers sejak tahap awal.
Hal itu diungkapkan Vassilis dalam sesi Conference di Idea Fest 2022 yang berbicara dengan mengusung tema "It's Time to Rethink: Lead the Change!” pada Minggu (27/11) di Jakarta,
BACA JUGA: Sampoerna Bidik Sektor Pertanian Jadi Penggerak Pertumbuhan Ekonomi
"Kami melibatkan lebih dari 900 peneliti, engineers, dan aktor perubahan untuk mewujudkannya," tutur Vassilis.
Menurutnya, proses pengembangan tersebut mengerucut pada produk tembakau alternatif bebas asap. PMI secara total menggelontorkan investasi lebih dari USD 9 miliar untuk melakukan riset sebelum mengomersialisasikannya.
BACA JUGA: Pengembangan UMKM Sampoerna Pacu Peningkatan Ekonomi Masyarakat
Vassilis menjelaskan lewat serangkaian proses riset, PMI menemukan bahwa meskipun nikotin tidak bebas risiko, tetapi senyawa alami yang dikandung tembakau ini bukan merupakan penyebab utama penyakit terkait merokok.
Oleh karena itu, penghantaran nikotin dapat dilakukan dengan cara lain yang tidak melibatkan proses pembakaran seperti halnya rokok. Ketiadaan proses pembakaran dapat mengurangi 90-95 persen paparan zat berbahaya dan berpotensi berbahaya ketimbang rokok.
PMI, dalam proses pengembangan, juga melakukan riset pengguna sehingga para perokok dewasa tertarik beralih dan mendapatkan kepuasan yang sama seperti ketika mengonsumsi rokok sehingga produk benar-benar dapat diterima.
Hasil riset dan inovasi itu salah satunya adalah IQOS. "Dengan perangkat ini, tembakau dipanaskan, bukan dibakar," terangnya.
"Pemanasan dengan perangkat IQOS berlangsung hingga mencapai suhu 350 Celsius. Lewat proses ini, tidak ada asap, api, maupun abu yang dihasilkan," jelas pria berkewarganegaraan Yunani ini.
Inovasi itu berbuah hasil yang baik. Pada 2020, Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat, mengizinkan pemasaran IQOS sebagai produk tembakau dengan risiko yang dimodifikasi (Modified Risk Tobacco Product/MRTP) dengan informasi pengurangan paparan.
"Kami menyetor dokumen lebih dari seribu halaman berisi data klinis, nonklinis, riset konsumen, dan kimia untuk mendapatkannya," terang Vassilis.
Komersialisasi IQOS yang dimulai dari peluncuran awal pada 2014 di Italia dimulai setelah riset dilakukan secara menyeluruh.
IQOS kini telah dipasarkan di 70 pasar di seluruh dunia. Indonesia juga menjadi fasilitas produksi batang tembakau untuk IQOS dengan merek HEETS di Karawang, Jawa Barat, sejak November tahun ini.
Kendati demikian, Vassilis menegaskan IQOS bukan akhir inovasi Sampoerna.
"Sampoerna akan terus berkomitmen untuk memajukan sains dan teknologi untuk memberikan produk tembakau alternatif bebas asap yang lebih baik dan mendisrupsi bisnis kami sendiri," pungkas Vassilis.
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul