BP: Ini Kesempatan Bagus untuk Para Pemilik Lahan Tidur di Kota Batam

Kamis, 28 Maret 2019 – 03:15 WIB
Kantor BP Batam. Foto: batampos/jpg

jpnn.com, BATAM - Badan Pengusahaan (BP) Batam membuka kesempatan bagi pemilik lahan tidur yang ingin menjalin kerja sama dengan investor lain untuk membangun lahannya.

"Tinggal ajukan rencana bisnisnya, dimana harus lengkap dengan rencana, jadwal dan pembiayannya. Asal masuk akal, akan disetujui," kata Kepala Kantor Lahan BP Batam, Imam Bahroni, Selasa (26/3).

BACA JUGA: Dibuka Lowongan PPK, Bukan PPPK

Makanya dalam proses pemaparan rencana bisnis, BP Batam mengikutsertakan sejumlah divisi lain untuk menelusuri presentasi dari pengusaha.

Pertama, ada Biro Perencanaan Teknik terkait fatwa planologi. Fatwa ini terkait dengan peruntukan lahan dan proses tata ruang. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi apakah peruntukannya sudah sesuai dengan Perpres 87/2011 tentang tata ruang Batam atau belum.

BACA JUGA: Komisi II DPR Sepakat Bentuk Pansus Terkait Peleburan BP Batam

Lalu ada Direktorat Sarana dan Prasarana untuk penerbitan izin pematangan lahan. Kemudian ada dari Kantor Lahan untuk evaluasi perizinan lahannya. Selanjutnya ada Biro Hukum untuk membahas legalitasnya. Biro Keuangan untuk mengecek kemampuan finansial perusahaan dan terakhir Satuan Pengawas Internal (SPI) di bawah Kepala BP Batam sebagai pengawas.

Dalam proses pemaparan rencana bisnis, BP mempersilakan pengusaha untuk mengevaluasi rencana bisnisnya. Bagi pemilik alokasi lahan baru, bisa melakukan evaluasai hingga tiga bulan. Sedangkan untuk pemilik lahan yang memilih melanjutkan lahan tidurnya hanya bisa sebulan dalam merevisi rencana bisnisnya.

BACA JUGA: Komisi II DPR Berencana Bentuk Pansus untuk Selesaikan Konflik BP Batam

Kemudian setelah itu, bayar UWTO-nya sesuai dengan nilai yang tertuang dalam Peraturan Kepala (Perka) 27 tahun 2017 soal penyelenggaraan pengalokasian lahan. Dalam peraturan terbaru ini, tidak ada lagi pembayaran UWTO di muka atau pembayaran dengan sistem cicilan.

Mengenai lahan yang terlanjur dialokasikan, tapi berada di lokasi hutan lindung, Bahroni mengatakan BP tak bisa mengeluarkan surat perjanjian (Spj) dan surat keputusan (Skep) untuk rekomendasi penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB). Luas kawasan hutan lindung dan DPCLS di Batam yang termasuk dalam kawasan non budidaya mencapai 14.495 hektar.

"Tapi kami akan kembalikan UWTO bagi lahan di hutan lindung yang sudah terlanjur dialokasikan," paparnya.

Terpisah, pakar hukum Batam, Ampuan Situmeang mengatakan kerja sama antar pemilik lahan dan investasi bisa dilakukan, tapi hanya pemilik lahan yang bisa mengajukan ke BP Batam."Kerja sama itu hanya perjanjian dan kuasa. Untuk da atas nama pemilik yang diakui BP Batam," jelasnya.

Sedangkan mengenai alokasi hutan lindung, sudah sepantasnya tak boleh dialokasikan karena sudah termasuk dalam ranah pidana."Tapi bukan dikembalikan UWTO-nya. Ya diganti lokasinya. Karena itu kan tanggungjawab BP sebagai pembuat kebijakan," paparnya.

Dahulu, oknum BP Batam mengalokasikan lahan yang sebenarnya termasuk hutan lindung dengan tujuan untuk kepentingan pribadi atau segelintir kelompok."Kalau dikembalikan, dendanya berapa persen. Karena BP juga kan pasti kenakan denda jika telat bangun dan bayar," paparnya lagi.

Dia menyarankan agar BP Batam benar-benar introspeksi sampai ke tingkatan terdalam. Tujuannya untuk memperbaki semua regulasi terdahulu yang menyebabkan permasalahan saat ini.

"Dahulu memang oknum Otorita Batam (OB) tak mengakui hutan dan yang diakui adalah kawasan terbuka hijau. Makanya bersekongkol dengan pengusaha untuk mengalokasikan lahan yang belum ada sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL)," ucapnya.

Istilahnya saat itu adalah pencadangan. Padahal hutan tersebut masih berstatus hutan lindung dan belum ada penetapan sebagai lahan yang boleh dialokasikan.(leo)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Promosikan Batam di Singapura, Wali Kota: Tidak Ada Dualisme Pemerintahan


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler