BPIP Gelar Dialog Kebangsaan, Angkat Tema Moderasi Beragama

Rabu, 30 Maret 2022 – 16:07 WIB
BPIP menggelar Dialog Kebangsaan bertema Pembangunan Narasi Persatuan dalam Kebhinnekaan dan Moderasi Beragama Antartokoh Agama Se-Indonesia pada Rabu (30/3) di Yogyakarta. Foto: Humas BPIP

jpnn.com, JAKARTA - Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan UIN Sunan Kalijaga (Suka) Rabu (30/3) menggelar diskusi kelompok terpumpun bertema Pembangunan Narasi Persatuan dalam Kebhinnekaan dan Moderasi Beragama Antartokoh Agama Se-Indonesia. 

Acara yang bertempat di Hotel Royal Ambarrukmo Yogyakarta ini dihadiri kalangan akademisi dan ormas keagamaan.

BACA JUGA: BPIP Dorong Generasi Milenial Berpegang Teguh pada Nilai Pancasila

Pada sambutan pembukaannya, Prof. Yudian menyosialisasikan tentang Salam Pancasila kepada para peserta diskusi.

Salam ini sejatinya dikenalkan Presiden Pertama RI Sukarno pada 1945.

BACA JUGA: BPIP Minta Purna Paskibraka Duta Pancasila Mengejawantahkan Nilai Pancasila

"Bung Karno bilang kita ini kemajemukannya berlapis-lapis. Supaya tidak repot dengan hal-hal sensitif, perlu ada salam pemersatu kebangsaan," kata Prof Yudian yang mengutip pernyataan Bung Karno.

Karena itu, dicarilah salam yang bisa merangkum semua yang tidak menimbulkan perbedaan.

BACA JUGA: BPIP Perkenalkan Video Salam Pancasila sebagai Perekat dan Pemersatu Bangsa

Karena itu, salam merdeka Bung Karno diadopsi menjadi salam Pancasila.

Bentuk gerakannya mengangkat tangan kanan lima jari di atas pundak sedikit. 

Maksudnya adalah mengamalkan kelima sila Pancasila dan harus ditanggung dan menjadi kewajiban bersama rakyat Indonesia.

Kemudian, setiap jemari tidak berpisah. 

Maksudnya adalah antara sila satu dengan yang lainnya saling menyatu dan menopang.

Kemudian, Prof Yudian menyinggung soal konsensus dalam berbangsa dan bernegara. 

Menurut dia, legitimasi tertinggi bukan di kelompok, tetapi kebersamaan dan persahabatan.

Intinya, konsensus merupakan sumber hukum tertinggi yang mengatur kehidupan.

Untuk agama, konsensusnya adalah kitab suci masing-masing. 

Karena ini dalam kehidupan bernegara, konsensusnya termaktub dalam UUD 1945.

"UUD 45 itu isinya nilai-nilai keagamaan yang sudah disepakati bersama, tetapi bahasanya pakai bahasa hukum," kata Yudian.

Karena itu, dia selalu menegaskan bahwa tidak ada toleransi tanpa konsensus.

"Masing-masing nanti punya warna antara kelompok yang satu dengan yang lainnya," kata Yudian.

Karena itu, dia berharap diskusi ini bisa menjadi wadah ide-ide dan pandangan dari para tokoh agama. Dibuat deklarasi tentang keindonesiaan, khususnya etika dalam bermedia sosial.

Hasil deklarasi ini bisa disampaikan ke internal masing-masing organisasi kemasyarakatan.

Sementara itu, Rektor UIN Suka Prof Al Makin mengatakan, FGD ini didasari kajian UIN Suka selama bertahun-tahun tentang hubungan persahabatan antarumat beragama maupun internal beragama.

Dalam banyak kajian UIN dari Aceh sampai Papua, ditemukan hasil bahwa persahabatan di kalangan remaja, anak, dan para mahasiswa umumnya didasari kesamaan iman, kedaerahan, dan aliran.

"Jarang sekali persahabatan didasari lintas organisasi dan iman," kata Al Makin.

Karena itu, dia mengatakan bahwa ukuran moderasi beragama itu sederhana. 

Yakni, seberapa banyak teman kita yang tidak berbahasa sama dengan kita, tidak berorganisasi sama dengan kita, dan tidak sama cara beribadahnya.

''Mari kita tingkatkan persahabatan," kata Al Makin.

Selain itu, Al Makin mengatakan bahwa masyarakat harus kembali ke akar keindonesiaan. Akar jati diri keindonesiaan itu memiliki empat hal.

Yakni, keadilan, moderasi, kebajikan, dan persahabatan.

Menurut Al Makin, kembali ke akar jati diri bangsa Indonesia itu sebenarnya sudah dilakukan para pendiri bangsa.

Misalnya, Sukarno, Hatta, H. Agus Salim, M. Yamin, hingga Sutan Sjahrir sudah mempelajari jati diri bangsa Indonesia sebelum proklamasi.

Dua agenda besar kegiatan ini adalah dialog kebangsaan tentang moderasi beragama, deklarasi kebangsaan, dan talk show tentang penggunaan media sosial dalam membangun moderasi beragama di era Revolusi Industri 4.0. (mrk/jpnn)


Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler