jpnn.com, JAKARTA - Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) terus mematangkan arah kebijakan internalisasi dan institusionalisasi Pancasila.
Salah satunya melalui diskusi publik yang diselenggarakan Deputi Bidang Hukum, Advokasi, dan Pengawasan Regulasi BPIP di Jakarta, Jumat (25/11).
BACA JUGA: Kepala BPIP Teguhkan Peran Ulama Perempuan dalam Merawat Kebangsaan
Kepala BPIP Prof Yudian Wahyudi menyampaikan kegiatan tersebut sebagai salah satu upaya menghimpun masukan dari berbagai pihak dan sebagai bahan materi penyusunan naskah Arah Kebijakan Internalisasi dan Institusionalisai Pancasila di Bidang Hukum, Advokasi, dan Pengawasan Regulasi.
"Selain itu maksud dan tujuannya adalah agar materi naskah dapat tersusun secara komprehensif dari berbagai sudut pandang," kata Prof Yudian.
BACA JUGA: Hadiri Peresmian Lamban Pancasila, Wakil Kepala BPIP Puji Budaya & UMKM Lampung Barat
Dia menjelaskan cita-cita hukum bangsa Indonesia berakar dalam Pancasila sebagai landasan kefilsafatan dalam menata kerangka dan struktur dasar organisasi negara sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945.
"Dijabarkan lebih lanjut dalam batang tubuh serta ditetapkan kembali dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang menyatakan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum," jelasnya.
BACA JUGA: BPIP Tekankan Pentingnya Merawat Agama, Etika dan Moral Bangsa Indonesia
Prof Yudian menegaskan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
Menurutnya, menjaga Pancasila merupakan tugas dari seluruh elemen bangsa sedangkan BPIP memiliki tupoksi sesuai Perpres 7/2018.
"Dalam pasal 3 disebutkan yaitu Indonesia maju dan berdaulat, mandiri, dan berdasarkan gotong royong," sebutnya.
Dia juga menegaskan semua pihak wajib bahu membahu untuk menjadi pedoman dalam melaksanakan internalisasi dan institusionalisasi Pancasila.
Deputi Bidang Hukum, Advokasi, dan Pengawasan Regulasi BPIP KA Tajuddin menyebutkan diskusi publik itu mengundang 40 peserta yang terdiri dari kementerian atau lembaga, perguruan tinggi negeri dan swasta di Jakarta dan sekitarnya, serta para tokoh lintas agama.
Pihaknya berharap dengan diselenggarakannya kegiatan tersebut mendapatkan masukan bahan materi penyusunan Rancangan Peraturan BPIP tentang Arah Kebijakan Internalisasi dan Institusionalisasi Pancasila di Bidang Hukum, Advokasi, dan Pengawasan Regulasi.
"Kami berharap dengan kegiatan ini mendapatkan masukan sebagai bahan materi penyusunan rancangan peraturan BPIP ini," ujar Tajuddin.
Salah satu narasumber dari Mahkamah Konstitusi Prof Eny Nurbaningsih menyampaikan Pancasila sebagai meta yuridis yang bersifat abstrak, tetapi implementasinya harus nyata.
"Kalau istilah Pak Ahmad Basarah menegaskan bahwa Pancasila sebagai meta yuridis, karena sifatnya abstrak, tapi yang jelas harus nyata adanya sebagaimana arahan Bapak Presiden," terang Prof Eny Nurbaningsih.
Menurut riset yang dilakukan BPIP, lanjut dia, dari 179 peraturan perundang-undangan, ada 139 yang tidak selaras dengan nilai-nilai Pancasila.
"Itu karena banyak faktor saya kira, tata hukum Indonesia secara umum merupakan warisan kolonial," ujarnya.
Karena itu, Prof Eny menyambut baik dengan adanya kegiatan penyusunan arah kebijakan internalisasi dan institusionalisasi Pancasila ini.
Pemateri lainnya, Prof Makhrus menambahkan sumber hukum tertinggi adalah berdasarkan perjanjian politik sebagai parameter membentuk kebijakan.
"Berdasarkan perjanjian tersebut maka kemudian lahir apa yang disebut dengan Pancasila", paparnya.
Dia menegaskan Pancasila merupakan nilai dasar dan nilai instrumental, dalil nakliyah dan dalil akliyah.
"Pancasila terdiri dari lima sila, itu nilai dasar, dipahami sebagai nilai yang tidak berubah sedangkan nilai instrumental itu selalu berubah", jelasnya. (mrk/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi