BPIP Terus Populerkan Salam Pancasila tanpa Ganggu Akidah

Rabu, 06 Juli 2022 – 16:22 WIB
Majelis Kridatama Pancasila menggelar Seminar Nasional Meneguhkan Pancasila sebagai Falsafah Bangsa dan Dasar NKRI di Yogyakarta, Senin (4/7). Foto: Humas BPIP

jpnn.com, YOGYAKARTA - Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi menghadiri sekaligus menjadi narasumber Seminar Nasional Meneguhkan Pancasila sebagai Falsafah Bangsa dan Dasar NKRI yang digelar Majelis Kridatama Pancasila di Yogyakarta, Senin (4/7).

Yudian terus memopulerkan Salam Pancasila kepada peserta kegiatan seminar tersebut. 

BACA JUGA: BPIP Minta ASN Aplikasikan Nilai Pancasila sebagai Prinsip Dasar

“BPIP ingin memperkenalkan salam yang dibutuhkan dalam menjaga persatuan Indonesia tanpa mengganggu akidah,’’ ujarnya.

Yudian menyoroti prestasi Bangsa Indonesia di bawah kepemimpinan Bung Karno pada awal masa kemerdekaan sebagai sebuah negara baru. 

BACA JUGA: BPIP Bersama Kopassus Bangun Semangat Membumikan Pancasila

"Bangsa kita ini bangsa terbaik di muka bumi dalam konteks pembangunan negara baru. Bikin negara baru yang terbaik di muka bumi adalah Bangsa Indonesia," katanya.

Dia juga mengatakan Soekarno mampu mengelola perbedaan yang terjadi di dalam negeri dan membawa Indonesia tampil di pentas internasional.

BACA JUGA: Kepala BPIP Dorong Dunia Kedokteran Implementasikan Nilai-nilai Pancasila

"Jadi Bung Karno itu pada zamannya merupakan tokoh ketiga dari tiga tokoh dunia. Yang pertama Presiden Amerika Serikat, kedua Presiden Uni Soviet, dan ketiga Presiden Republik Indonesia," tandasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Kepala BPIP Dr. Drs. Karjono, S.H., M.Hum. mengakui, dengan menurunya kesadaran masyarakat terhadap Pancasila, berdasarkan survei Badan Nasional Penanggulangan Terorisme terdapat 85 persen milenial terpapar radikalisme.

Di sisi lain, hasil Survei Saiful Mujani Research, masyarakat yang bisa menyebut sila-sila Pancasila dengan benar sebanyak 64,6 persen dan tidak bisa sama sekali menyebut sila Pancasila 12,3 persen. 

Hal ini sangat memprihatinkan karena hampir 23 tahun tidak mengenal Pancasila setelah era reformasi.

Sebab, Tap MPR II/MPRS/1978 tentang Eka Prasetya Pancakarsa atau P4 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 

Satu tahun kemudian Lembaga BP7 dibubarkan dan saat pergantian Undang-Undang Sikdiknas mata ajar Pancasila dihilangkan atau bukan merupakan mata pelajaran wajib.

Karjono mengucap syukur atas telah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2022 tentang Standar Nasional Pendidikan (SPN) yang menjadi benteng penguatan Pancasila bagi generasi bangsa karena mewajibkan mata ajar Pancasila mulai PAUD sampai perguruan tinggi.

Perlu ada penguatan kelembagaan sehingga BPIP tetap kokoh dalam menjalankan tugas dan fungsinya, yaitu membantu presiden dalam merumuskan arah kebijakan pembinaan Ideologi Pancasila. 

"Meski UU kita (RUU BPIP) belum disahkan, kami tetap mendorong penguatan lembaga BPIP dengan undang-undang”, ucap Yudian.

"Banyak peraturan yang erat dengan BPIP yang dapat memperkuat Pancasila, salah satunya, perpres tentang PIP bagi generasi muda melalui Paskibraka,’’ jelasnya.

Yudian menyampaikan BPIP terus berupaya menginternalisasi berbagai program dan kegiatan melalui musik, film, olahraga, dan kuliner, serta gotong royong membangun kampung dan Desa Pancasila.

Dia juga mengapresiasi program pemerintah saat ini yang memenuhi unsur-unsur Pancasila.

Salah satunya, program harga BBM di Papua sama dengan di Pulau Jawa. Tumbuh kembangnya jalan tol di daerah perbatasan atau pelosok negeri sama dengan di Ibu kota negara. 

“Ini walaupun tidak ada frasa atau kata Pancasila, program pemerintahan Bapak Joko Widodo ini sudah Pancasila banget,’’ ujarnya.

Pakar Geopolitik, DR. Ir. Hasto Kristiyanto, M.M mengatakan, agar tidak multitafsir, masyarakat harus mempelajari spirit kelahiran Pancasila berdasarkan pidato sang proklamator Soekarno atau Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945.

"Agar penjabaran terhadap seluruh falsafah dalam perikehidupan berbangsa dan bernegara itu kita tidak dikooptasi oleh kepentingan-kepentingan politik tertentu. Maka mau tak mau kita kita mempelajari spirit kelahiran Pancasila 1 Juni," katanya.

Hasto yang juga Pembina Majelis Kridatama Pancasila menjadi pembicara kunci bersama Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof. Yudian Wahyudi. Selain itu, Ketua Umum Majelis Kridatama Hanief S. Ghafur dan Wakil Kepala BPIP Dr. Karjono pun ikut menjadi pembicara.

Hasto menyoroti, saat ini sesama anak bangsa mudah saling bertengkar dan mencela. Ia berpendapat, hal ini merupakan kemunduran dari spirit kebangsaan karena dulu Indonesia telah outward looking, melihat keluar dan tidak hanya jago kandang.

"Dalam situasi keterbatasan sumber daya saat itu, Indonesia bisa menggelar Konferensi Asia Afrika. Kemana spirit itu sekarang? Tugas kita sekarang memiliki kemauan melihat keluar. Agar kita tidak menjadi bangsa yang berpikiran sempit," ucap Hasto. (mrk/jpnn)


Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler