BPK Diminta Audit Kinerja Kejaksaan, Polri dan KPK

Rabu, 28 Oktober 2015 – 20:35 WIB
Kantor Kejaksaan Agung RI. FOTO: DOK.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA –  Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus mengaudit tiga penegak hukum, Kepolisian, Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penanganan kasus korupsi.

Menurut Wakil Koordinator ICW Agus Sunaryanto, audit BPK tersebut terutama ditujukan untuk melihat apakah penegak hukum telah transparan, akuntabel, efektif dan efisien dalam mengusut kasus korupsi.

BACA JUGA: Gara-gara Ini, Menteri Yuddy Keranjingan Blusukan di Jatim

“BPK harus melihat apakah anggaran dan penyidik di masing-masing institusi penegak hukum telah optimal dan profesional menangani kasus korupsi,” kata Agus, Rabu (28/10).

Usulan agar BPK mengaudit lembaga penegak hukum itu disampaikan Agus bersama Koordinator Divisi Investigasi Febri Hendri dan Staf Divisi Investigasi Wana Alamsyah saat bertemu Ketua BPK RI Harry Azhar Azis, Rabu (28/10) di kantor BPK di Jakarta.

BACA JUGA: TERUNGKAP! Begini Cara Calo Pemondokan Haji "Bermain" Di Era Suryadharma Ali

“Terkait dengan rekomendasi tersebut, Ketua BPK RI meminta ICW memberikan surat permintaan audit kinerja dan akan diputuskan dalam Rapat Pimpinan BPK RI,” ujar Agus.

Agus menjelaskan penanganan kasus dugaan korupsi bantuan sosial di Sumatera Utara adalah contoh masalah tidak transparannya penanganan kasus korupsi. Ia mengatakan, sebagaimana disampaikan oleh Evy Susanti (Istri Gubernur Nonaktif Sumatera Utara) tersangka dugaan gratifikasi bansos Sumut, bahwa Gatot Pujo Nugroho telah menjadi tersangka di dalam surat pemanggilan saksi Sekda Sumut.

BACA JUGA: Kuotanya 100, Pelamar Tenaga Humas Pemerintah Ribuan

Namun, kata dia, status tersangka hilang pascapertemuan Gatot dengan pengacaranya, OC Kaligis dan mantan Sekjen Nasdem Patrice Rio Capella.

“Pengusutan dan penetapan tersangka kasus korupsi sangat rentan “dimainkan” oleh penegak hukum jika proses penanganannya tidak transparan,” kata Agus lagi.

Lebih lanjut, Agus menjelaskan berdasarkan pemantauan ICW selama 2010-2014 terdapat 2.433 kasus korupsi dengan nilai kerugian negara sebesar Rp29,3 triliun yang ditangani oleh Kejaksaan, Kepolisian dan KPK. 

Dari total kasus tersebut, 72,9 persen ditangani oleh Kejaksaan dengan kerugian negara Rp15,5 triliun. Sementara, Kepolisian menangani 22,03 persen atau 536 kasus korupsi senilai Rp3,2 triliun dan terakhir KPK menangani 5,01 persen kasus korupsi atau 122 kasus dengan nilai kerugian negara Rp11,4 triliun.

“Sementara kinerja penanganan kasus korupsi oleh penegak hukum juga tidak menunjukkan perkembangan signifikan,” kata dia.

Berdasarkan pemantauan ICW, terdapat 1.223 kasus korupsi senilai Rp11,0 triliun yang belum jelas perkembangan penanganannya di tiga institusi penegak hukum. Dari total tunggakan kasus tersebut, 70 persen atau 857 dengan kerugian negara Rp7,7 triliun ditangani Kejaksaan, 304 kasus atau 24,9 persen dengan kerugian negara Rp1,8 triliun ditangani Kepolisian, dan 54 kasus atau 4,4 persen dengan kerugian negara Rp1,4 triliun ditangani KPK.

Selain itu, BPK juga menemukan 442 kasus yang memiliki unsur pidana korupsi senilai Rp43,8 triliun selama periode pemeriksaan 2011-2014. Namun dari total temuan tersebut, sebanyak 64 temuan atau 14,5 persen juga belum ditindaklanjuti oleh penegak hukum.

“Hal ini menunjukkan bahwa kinerja penegakan hukum kasus korupsi oleh Kejaksaan, Kepolisian dan KPK belum maksimal,” ungkapnya.

Karenanya, ICW mendesak BPK  untuk melakukan audit kinerja penegakan hukum tindak pidana korupsi. Hal ini diharapkan mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam penegakan hukum kasus korupsi. “Audit kinerja diharapkan memberi gambaran kapasitas dan kompetensi instansi penegak hukum dalam menindak kasus korupsi,” katanya.(boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sedih tapi Berharga, Bima Arya dapat Pelajaran dari Penjara


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler