BPK Sebaiknya Mengaudit Utang Pemerintah

Kamis, 24 Juni 2021 – 14:13 WIB
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyoroti pertumbuhan utang pemerintah yang terus naik saat pandemi Covid-19 berlansung. Foto: dok JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengatakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebaiknya jangan buru-buru memvonis pemerintah mengalami penurunan kemampuan membayar utang dan bunganya.

Hal itu disampaikan Heri menanggapi pernyataan Ketua BPK Agung Firman Sampurna saat Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (22/6), yang menyebut indikator kerentanan utang tahun 2020 melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan International Debt Relief (IDR).

BACA JUGA: Hergun: Sikap Mendua BPK Bikin Bingung, Aneh

Agung saat itu juga menilai tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunganya telah melampaui pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan penerimaan negara.

"Indikator yang dipakai BPK masih relatif lemah karena hanya merujuk pada rekomendasi IMF dan IDR,” ucap Hergun -panggilan Heri Gunawan di Jakarta, Rabu (23/6).

BACA JUGA: Ini Lho Briptu Selly Gabriella yang Ditugaskan sebagai Pasukan Perdamaian PBB

Hergun justru menyarankan agar BPK mengaudit utang-utang pemerintah tersebut, terutama menyelidiki terjadinya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) dalam jumlah yang fantastis.

Dia mengatakan sepanjang 2020 pendapatan negara dan hibah mencapai Rp 1.647,78 triliun atau 96,93 persen dari anggaran. Sedangkan realisasi belanjanya mencapai Rp 2.595,48 triliun atau 94,75 persen.

BACA JUGA: Bripka SP Ditangkap di Indekos, Kasusnya Bikin Malu Polri

Dengan demikian, kata politikus Partai Gerindra itu, fiskal mengalami defisit sebesar Rp 947,70 triliun atau sekitar 6,14 persen dari PDB.

Di sisi realisasi, katanya, pembiayaan 2020 mencapai Rp 1.193,29 triliun atau sebesar 125,91 persen dari nilai defisitnya, sehingga terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp 245,59 triliun. Artinya, utang 2020 melebihi kebutuhan pembiayaan untuk menutup defisit.

"Adanya SiLPA membuktikan pengelolaan utang pemerintah belum prudent dan terkesan ugal-ugalan," ujar politikus asal Sukabumi itu.

Hergun menilai adanya pembengkakan defisit hingga 6,14 persen dari PDB masih dalam koridor UU No.2/2020 sebagai upaya penanganan dampak pandemi Covid-19. Tetapi, adanya SiLPA) sebesar Rp 245,59 triliun harus diaudit oleh BPK.

"Bila ini tidak ada kejelasan, maka pemerintah tidak layak mendapatkan opini WTP," pungkas wakil ketua Fraksi Gerindra DPR RI itu.

Dia juga menambahkan bahwa dampak utang yang membengkak membuat negara harus membayar bunganya yang mencapai Rp 314,1 triliun pada 2020.

Jika beban bunga ini bisa dilakukan negosiasi ulang atau dilakukan restrukturisasi, Hergun menyarankan alangkah baiknya sebagian biaya bunga tersebut dialokasikan untuk memperkuat program perlindungan sosial.

"Saya kira ini yang harus dikejar BPK,” pungkas Hergun. (fat/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
BPK   utang pemerintah   Hergun   DPR RI   Bunga Utang   defisit   SILPA  

Terpopuler