BPK Sebut Pemerintah Berutang Melebihi Kebutuhan

Selasa, 14 Juli 2020 – 23:11 WIB
Ketua BPK Agung Firman Sampurna. Foto: Antara/Ade Irma Junida

jpnn.com, JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan pengadaan utang pemerintah pada 2019 melebihi kebutuhan pembiayaan. Hal itu diungkap Ketua BPK Agung Firman Sampurna membacakan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2019 di Rapat Paripurna DPR, Selasa (14/6).

Agung menjelaskan laporan keuangan (lapkeu) yang disampaikan pemerintah terdiri dari 87 lapkeu kementerian/lembaga (LKKL), termasuk laporan keuangan bendahara umum negara (LKBUN), dan laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) yang mengonsolidasi seluruh LKKL dan LK BUN tersebut.

BACA JUGA: Andi Akmal DPR Desak Pemerintah Segera Lunasi Utang ke Bulog

LKPP yang telah diperiksa BPK, atau LKPP audited selanjutnya diserahkan kepada DPR untuk kemudian dibahas dan ditetapkan menjadi UU pelaksanaan APBN.

Agung menjelaskan LKPP audited 2019 mencakup tujuh komponen laporan keuangan. Yaitu, laporan realisasi anggaran, laporan perubahan saldo anggaran lebih, neraca, laporan operasional, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan.

BACA JUGA: Dana Bantuan Pemerintah ke BUMN Rp 143 Triliun, 75 Persen untuk Bayar Utang

Agung menjelaskan bahwa realisasi pendapatan negara dan hibah 2019 dilaporkan sebesar Rp 1960,63 triliun atau mencapai 90,56 persen dari anggaran. Terdiri dari penerimaan perpajakan Rp 1546,14 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 408,99 triliun, dan penerimaan hibah Rp 5,49 triliun.

"Penerimaan perpajakan sebagai sumber utama pendanaan APBN hanya mencapai 86,55 persen dari anggaran atau meningkat 1,8 persen dibandingkan dengan penerimaan perpajakan Tahun 2018," kata Agung dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad itu.

BACA JUGA: Kamrussamad Sebut Utang Pemerintah Berpotensi Bahayakan Negara

Ia menambahkan realisasi belanja negara 2019 ialah Rp 2309,28 triliun atau mencapai 93,83 persen dari anggaran. Yang terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 1496,31 triliun, transfer ke daerah Rp 743,15 triliun, dan dana desa Rp 69,81 triliun.

Menurut Agung, defisit anggaran 2019 mencapai 348,65 triliun namun realisasi pembiayaan tahun 2019 mencapai Rp 402,05 triliun atau 115,31 persen dari nilai defisitnya. "Sehingga terdapat sisa lebih pembiayaan anggaran Rp 53,39 triliun," ungkapnya.

Agung menambahkan realisasi pembiayaan tersebut terutama diperoleh dari pembiayaan utang Rp 437,54 triliun. "Yang berarti pengadaan utang Tahun 2019 melebihi kebutuhan pembiayaan untuk menutup defisit," kata Agung.

Secara akrual, kata Agung, laporan operasional 2019 menunjukkan nilai pendapatan operasional Rp 2168,93 triliun, beban operasional Rp 2422,81 triliun, defisit dari kegiatan oeprasion Rp 253,88 triliun, surplus dari kegiatan nonoperasional Rp 4,65 triliun, dan defisit laporan operasional Rp 249,22 triliun.

Menurut dia, dibanding dengan 2018, pendapatan operaisonal mengalami peningkatan 0,01 persen dan beban operasional mengalami peningkatan 7,7 persen. "Sehingga defisit laporan operaisonal mengalami kenaikan 10,41 persen," ungkap Agung.

Lebih lanjut Agung menjelaskan bahwa posisi keuangan pemerintah pusat per 31 Desember 2019 menggambarkan saldo aset, kewajiban dan ekuitas, masing-masing 10,467,53 triliun, Rp 5340,22 triliun, dan Rp 5127,31 triliun.

Menurut dia, dibanding 2018, aset pemerintah mengalami peningkatan Rp 4142,24 triliun. Kemudian, kewajiban mengalami peningkatan Rp 422,74 triliun, dan ekuitas meningkat Rp 3719,5 triliun.

"Peningkatan nilai aset dan ekuitas yang sangat signifikan tersebut terutama disebabkan oleh koreksi nilai wajar aset tetap Rp 4113,21 triliun berdasar hasil penilaian kembali atau revaluasi barang milik negara," ungkapnya.

Agung menyatakan pemeriksaan lapkeu baik untuk entitas K/L maupun pemda yang dilakukan BPK tahun 2019 ini benar-benar menjadi satu ujian bagi komitmen pengelola keuangan netara untuk menerapkan prinsip tata kelola yang baik dengan transpransi dan akuntabilitas sebagai pilar utamanya.

Selain itu, tambah Agung, juga menjadi ujian bagi BPK untuk melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan yang merupakan mandatory audit di tengah kondisi darurat kesehatan akbat pandemi Covid-19 yang penuh risiko.

Dia bersyukur dalam kondisi yang sangat sulit di mana interaksi fisik dan sosial terbatas, bahkan dibatasi karena risiko penularan virus corona, pemeriksaan LKKL, LKPP, LKPD serta seluruh mandatory audit lainnya berhasil diselesaikan sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara.

"Kami bahkan berhasil mengoptimalkan seluruh kompetensi dan kapasitas dengan mengembangkan berbagai metode kerja baru dan langkah alternatif serta memanfaatkan teknologi informasi untuk menyelesaikan pemeriksaan laporan keuangan Tahun 2019," kata Agung.

"Meskipun demikian, dalam kondisi darurat seperti saat ini terdapat sejumlah kendala yang berdampak pada penyelesaian pemeriksaan keuangan yang relatif lebih membutuhkan waktu dibanding tahun sebelumnya ketika kondisi normal," pungkasnya. (boy/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler