BPN Berharap Masyarakat Jangan Jadi Korban Hoaks Rilis Survei

Senin, 25 Maret 2019 – 01:03 WIB
(Kiri ke kanan): Tim BPN, Rizaldi Priambodo, pakar politik LIPI Firman Noor, Direktur Rumah Demokrasi, Ramdansyah, dan peneliti politik Asiyah Putri saat diskusi“Migrasi Suara Pilpres 2019”di Jakarta, Minggu (24/3). Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Tim Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo - Sandi menanggapi dengan senyuman terhadap hasil rilis sejumlah lembaga survei. Pasalnya, BPN memiliki data survei interal yang representatif dan valid serta hasilnya sangat menggemberikan.

“Oleh karena itu, kami di BPN sering senyum-senyum sendiri kalau melihat hasil survei yang dirilis belakangan ini,” ujar tim Badan Pemenangan Prabowo-Sandi, Rizaldi Priambodo saat diskusi publik bertema “Migrasi Suara Pilpres 2019, Hasil Survei vs Realitas’ di Gado-Gado Boplo, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (24/3).

BACA JUGA: MPR: Pelaku Hoaks Dijerat Pakai UU ITE Saja

Hadir dalam diskusi Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Prof. Firman Noor, Direktur Rumah Demokrasi Ramdansyah, dan Peneliti Asiyah Putri.

Rizaldi mengatakan BPN Prabowo - Sandi merasakan bahwa memang ada fenomena migrasi suara yang terjadi. Fenomena ini lebih spesifik dia menyebutnya sebagai “hijrah suara”. Istilah “hijrah” digunakan karena adanya perpindahan dari yang tidak baik menuju ke yang lebih baik. Fenomena hijrah suara ini dapat dirasakan dari kegiatan-kegiatan kampanye paslon maupun timses.

BACA JUGA: BPN Gelar Rapat Untuk Persiapan Kampanye Terbuka

Menurutnya, setiap kegiatan kunjungan yang dilakukan oleh capres maupun cawapres dimanapun selalu membeludak. Animo masyarakat menyambut capres maupun cawapres 02 begitu luar biasa. Kegiatan yang diadakan di dalam gedung dihadiri massa pendukung yang meluber ke halaman gedung hingga ke jalan-jalan.

Jarak yang hanya puluhan meter harus ditempuh oleh mobil capres 02 selama 30 menit hingga satu jam karena “kepungan” ribuan pendukung yang ingin sekadar menyapa dan bersalaman dengan pemimpin mereka. Pemandangan lautan massa pendukung 02 ini seolah menjadi pemandangan “monoton” yang selalu terjadi pada setiap kegiatan kampanye paslon 02. Kasarnya, tanpa dilaksanakan survei pun memang terasa ada fenomena hijrah suara.

BACA JUGA: Kubu Prabowo Persilakan TKN Libatkan Kepala Daerah Kampanye Terbuka

Dia menjelaskan sebagai sebuah badan pemenangan, BPN Prabowo-Sandi mempunyai mekanisme survei internal. Survei dilaksanakan secara berkala untuk mengetahui progres dan efektivitas kampanye. Survei internal ini terbatas dan tidak dipublikasikan keluar.

“Karena itulah, ketika membaca hasil-hasil survei yang dipublikasikan, tentu kami dapat membandingkan hasil-hasil survei tersebut dengan hasil survei internal BPN,” katanya.

Lebih lanjut, Rizaldi mengatakan Prabowo pernah menyatakan dalam pidatonya bahwa survei internal lebih valid daripada survey-survei yang dirilis oleh lembaga-lembaga survei. Dari beberapa kali pilkada terakhir, memang seringkali hasil perhitungan suara berbeda jauh dengan hasil survei yang dirilis hanya beberapa hari sebelumnya.

Hoaks Rlis Survei

Perbedaan yang cukup jauh antara hasil survei dengan hasil perhitungan suara dapat memberikan indikasi bahwa survei tidak dilaksanakan dengan metode yang benar. Selain itu, dalam berbagai pemberitaan yang lain juga dapat dilihat bahwa ada kejanggalan dalam penyampaian hasil quick count oleh lembaga-lembaga survei

Rizaldi juga membongkar bagaimana modus-modus kecurangan rilis survei seperti yang terjadi kasus di Pilkada DKI Jakarta, Pilkada Jateng, dan Pilkada Jabar. Ia mencontohkan kasus penetapan margin of error dari quick count yang dilakukan lembaga-lembaga survei dimana menetapkan angka 1 persen sementara sampelnya hanya 400 TPS. Hal ini merupakan suatu kejanggalan. Dengan populasi TPS di Jawa Barat yang berjumlah 74.942 TPS, jika kita ingin mendapatkan hasil dengan 99% confidence level dan 1% margin of error, maka dibutuhkan 13.618 TPS sebagai sampelnya.

Jumlah TPS yang dijadikan sampel bagi lembaga-lembaga survei tersebut hanya berkisar antara 300-600 TPS. Untuk 99% confidence level, jumlah sampel 300 TPS artinya margin of error akan berada pada angka 7%, dan sampel 600 TPS artinya margin of error nya 5%.

Hal ini menurutnya, ada dua kemungkinan: ada kekeliruan dalam pemberitaan, atau memang publik sengaja diarahkan dengan info yang menyesatkan atau Hoaks oleh lembaga-lembaga survei tersebut dengan tujuan tertentu.

Dari beberapa kesalahan lembaga-lembaga survei itulah, Rizaldi mengimbau kepada seluruh rakyat Indonesia agar berhati-hati dalam mempercayai hasil-hasil survei yang dirilis. Jangan sampai kita menjadi korban hoaks yang disebarkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Publik juga harus lebih kritis. Jika misalnya terbukti suatu lembaga survei dengan sengaja menyebarkan kebohongan atau hoaks, kita tidak boleh diam saja.

Prabowo - Sandi Unggul

Ramdansyah dalam kesempatan diskusi tersebut juga menjelaskan dan memaparkan temuan surveinya menurutnya Lembaga survei Rumah Demokrasi, sepanjang tanggal 19 Februari - 1 Maret 2019, melakukan survei nasional dengan metode wawancara tatap muka langsung dengan melibatkan sampel responden sebanyak 1.067 responden, yang tersebar secara proporsional di 34 Provinsi di Indonesia.

Dinamika yang cukup mengejutkan, muncul pada pertanyaan dengan metode top of mind, dengan pertanyaan: “Jika Pilpres dilaksanakan hari ini Anda memilih pasangan Capres-Cawapres siapa?”

Mayoritas reponden menjawab memilih pasangan Capres 02 yaitu Prabowo-Sandiaga Uno sebesar 45,45%. Sementara, yang memilih pasangan Capres 01 Jokowi-Maruf Amin adalah sebesar 40,30% , dan sebanyak 14,25% belum menentukan pilihan.

Hasil survei ini menunjukkan bahwa elektabilitas Prabowo-Sandi lebih unggul atas Jokowi-Maruf Amin, dengan selisih sekitar 5 persen dan saat dilakukan survei masih banyak undecided voters, yaitu sebanyak 14,25%.

Realitas ini menjadi indikator bahwa performa sosialiasi hingga strategi dalam berkampanye, sangat mempengaruhi rasionalitas dan kesadaran publik atas calon yang akan dipilihnya.

Karenanya, menjadi penting dalam Pilpres 2019 ini, membaca apa yang sebenarnya terjadi pada hari pencoblosan nanti. Bukan saja menemukan siapa yang unggul, tapi sebelum itu, ada pertanyaan yang sangat mendasar: akankah terjadi perpindahan suara yang sangat signifikan hingga menentukan keunggulan salah satu pasangan?

Prof FirmanNoor, Kepala Penelitian Politik LIPI mengatakan kecurigaan publik dari pelaksana survei karena dianggap tercampur dengan berbagai kepentingan. Sebuah penelitian ideal yang harusnya terbebas dengan nilai-nilai kepentingan, kerap disebut sebagai bebas nilai (value free), menjadi tercemar.

Padahal adanya objektifitas dan menjadi bebas nilai itulah sesungguhnya sebuah survei itu akan mendapatkan bentuk terbaiknya. Sebaliknya manakala intervensi terhadap proses itu demikian masif, termasuk intervensi politik, maka kerap hasil yang diberikan jauh dari kenyataan dan menyebabkan hasil survei menjadi tidak kredibel dan tidak mengungkap kenyataan yang sesungguhnya.

Survei yang sarat kepentingan itu hasilya tak jarang menjadi jauh dari kenyataan. Survei semacam ini dapat saja berperan untuk mempengaruhi opini dan menjadi bagian dari uapaya menciptakan efek band wagon. Namun tetap saja hal itu jauh dari realita yang sesungguhnya.

Persoalan lain yang menyebabkan sebuah survei dianggap tidak mampu menangkap realitas secara tepat adalah kelemahan metodologis dan proses pengambilan data. Selain itu, jumlah responden yang diragukan tingkat keterwakilannya selain margin of error yang kerap tinggi.

Instrumen penelitian kerap menjadi penyebab pokok sehingga tidak cukup canggih untuk benar-benar dapat menangkap apirasi masyarakat dan menjadi rujukan sebuah analisis yang valid.(jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Di Depan Kiai - Kiai Jateng, Jokowi Ungkap Info Intelijen soal Penyebaran Hoaks


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler