Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) memberikan persetujuan penggunaan darurat vaksin COVID-19 dari Sinovac Biotech pada Senin (11/01), menjadikan Indonesia negara pertama di luar China yang akan menggunakan vaksin ini.
BPOM mengumumkan data sementara dari uji klinis tahap akhir CoronaVac di Indonesia, Senin kemarin (11/01), yang menunjukkan 65,3% efektif.
BACA JUGA: Politik AS Masih Panas, Presiden Trump Dapat Julukan Teroris Domestik
Angka ini lebih rendah dari angka hasil uji klinis di Brasil (78 persen) dan Turki (91,25 persen) yang belum meluncurkan program vaksinasi massal.
Kepala BPOM Penny K. Lukito mengatakan hasil tersebut memenuhi persyaratan efikasi atau kemanjuran minimal 50% dari Organisasi Kesehatan Dunia.
BACA JUGA: Arnold Schwarzenegger: Donald Trump Presiden AS Terburuk yang Pernah Ada
"Mari dukung program vaksinasi COVID-19, karena keberhasilan penanganan COVID-19 adalah milik kita sebagai bangsa," ujarnya.
Presiden Joko Widodo akan mendapatkan dosis pertamanya pada hari Rabu besok (13/01) sebagai tanda prioritas imunisasi di Indonesia, yang menurut kantor berita Reuters melakukan jauh lebih sedikit daripada negara-negara tetangganya di Asia Tenggara dalam penanganan virus.
BACA JUGA: 15 Juta Dosis Bahan Baku Vaksin Covid-19 Tiba di Indonesia
Program 15 bulan mencapai 'herd immunity', mungkinkah?Pemerintah Indonesia sebelumnya mengatakan telah mengamankan hampir 330 juta dosis vaksin baik dari Sinovac dan perusahaan lainnya untuk program yang diperkirakan pemerintah membutuhkan waktu 15 bulan untuk mencapai herd immunity, setelah dua pertiga orang Indonesia divaksinasi.
Namun, epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health di Griffith University di Australia mengingatkan, meskipun vaksin dianggap akan efektif membantu dunia keluar dari pandemi COVID-19, tidak semua vaksin menjamin dampak terhadap 'herd immunity'. Baca juga: Apa itu 'herd community' atau kekebalan massal dan mengapa dianggap cara lain menangani COVID-19
"Yang disebut dalam formula atau rumus herd immunity itu memang sederhana sepertinya, tapi ada tiga variabel di situ yang harus kita cermati, yang sangat dinamis, tidak statis," tutur dr Dicky Budiman kepada Hellena Souisa dari ABC Indonesia.
Dokter Dicky menjelaskan, tiga variabel tersebut adalah efikasi vaksin, angka reproduksi yang rendah atau kurang dari 1, dan angka cakupan penduduk atau persentase yang menerima vaksin mendekati 100 persen.
Jika kombinasi dari ketiga variabel ini ideal, 'herd immunity' baru bisa dijamin tercapai.
"Tapi yang namanya angka reproduksi kecil, ya berarti haruslah negara itu kapasitas testing tracing dan pembatasannya memadai. Dan Indonesia jauh dari itu." Photo: Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health, Griffith University Australia, dr Dicky Budiman. (Supplied.)
Ada satu hal lagi yang menurut dr Dicky Budiman membuat program vaksin ini tidak secara otomatis jadi solusi ajaib.
"Vaccine efficacy yang dimaksud dalam rumus formula herd immunity ini adalah [termasuk] vaccine efficacy yang bersifat mencegah penularan."
"Dan ini untuk diketahui kita bersama, ini belum ada datanya. Akan perlu waktu. Jangankan Sinovac, Pfizer, Moderna, Oxford-pun belum ada datanya."
Ia menambahkan, sebenarnya ada tiga jenis efikasi vaksin yang meliputi efikasi proteksi, efikasi 'progression to sympthom' atau 'illness', dan 'efficacy infectioness to other'.
Angka efikasi yang dirilis Institut Butantan di Brasil yakni 78 persen atau 65,3 persen yang dirilis oleh BPOM masuk ke kategori efikasi proteksi.
"Jadi protection efficacy itu [artinya] kalau orang divaksin, berapa persen peluangnya ia nggak akan terinfeksi."
Sementara itu, 'efficacy progression to sympthom' atau 'illness' menurut dr Dicky juga sering didapatkan pada hasil uji tahap awal ataupun akhir dalam fase ketiga.
Efikasi ini melihat bagaimana vaksin ini bisa mencegah orang yang bila terinfeksi bisa sampai sakit parah, hanya menjadi bergejala ringan, atau bahkan tidak bergejala.
"Tapi kalau bicara herd immunity, kita perlu vaksin efficacy yang ketiga yaitu efficacy infectioness to other, jadi mencegah transmisi. Kalau orang itu divaksin, terus dia terinfeksi, dia enggak akan nularin ke orang lain."
Ia menjelaskan, umumnya perlu beberapa bulan, bahkan tahun, untuk melihat berapa persen vaccine efficacy yang mencegah transmisi ini.
"Dan ini sebabnya mengapa kita belum bisa mengandalkan herd immunity, seperti kata Pak Presiden [bahwa] setahun selesai."
"Ya bukan herd immunity-nya yang selesai, vaksinasinya mungkin bisa selesai. Herd immunity menjadi tingkatan lain dari vaksinasi." Vaksinasi akan membantu Tenaga Kesehatan
Siti Nadia Tarmizi, seorang pejabat kementerian kesehatan, mengatakan kepada Reuters jika izin yang dikeluarkan oleh BPOM "akan sangat membantu pekerja medis sebagai garda terdepan dalam melawan COVID-19. Vaksin ini akan melindungi mereka dan mengurangi kematian tenaga kesehatan."
Ia menyebut lebih dari 500 orang tenaga kesehatan telah meninggal dunia akibat COVID-19.
Sementara angka kematian telah mencapai lebih dari 24.000 kematian dari 836.700 kasus COVID-19, lebih dari sepersepuluh dari angka kematian tersebut terjadi dalam dua minggu terakhir.
Sekitar 1,3 juta orang yang bekerja di garis depan, seperti tenaga kesehatan, akan menjadi kelompok pertama penerima vaksin.
Namun, seiring upaya untuk menghidupkan kembali ekonominya, Indonesia berencana untuk memprioritaskan pekerja yang lebih muda daripada lansia yang rentan seperti yang telah dilakukan oleh banyak negara.
Sebelum BPOM mengumumkan izin edar darurat Sinovac, Jumat (08/01) pekan lalu Majelis Ulama Indonesia telah menyatakan vaksin tersebut "suci dan halal".
Tetapi tak sedikit tenaga kesehatan yang meragukannya, terutama karena ini adalah kampanye internasional besar pertama vaksin Sinovac.
Irma Hidayana, salah satu pendiri LaporCOVID-19 Indonesia, mengatakan dalam konferensi Reuters Next pada hari Senin, kepercayaan publik terhadap vaksin adalah masalah utama.
Hasil survey LaporCOVID-19 baru-baru ini menemukan 69 persen tidak yakin tentang vaksinasi.
Dale Fisher dari National University of Singapore dalam konferensi Reuters Next pada hari Senin (11/01) mengatakan, tidak mengeluarkannya data yang terperinci bisa menjadi masalah untuk peluncuran yang akan berlangsung dalam waktu yang cepat.
Sejumlah para pakar kesehatan lainnya mengatakan kurangnya data dan berbagai tingkat kemanjuran yang dilaporkan untuk vaksin Sinovac dari berbagai negara dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap peluncurannya.
Mereka juga mempertanyakan seberapa efektif peluncuran vaksin nantinya mengingat keterbatasan jumlah dosis yang tersedia dan tantangan logistik di ribuan pulau.
Namun, berdasarkan teknologi vaksin tradisional yang menggunakan virus corona yang tidak aktif, CoronaVac dapat disimpan pada suhu lemari es normal 2-8 derajat Celcius dan dapat tetap stabil hingga tiga tahun.
Vaksin yang ditawarkan oleh Pfizer/BioNTech dan Moderna menggunakan teknologi RNA messenger sintetik (mRNA) membutuhkan kontrol suhu yang lebih untuk penyimpanan dan transportasi.
Saat ini, baru tersedia tiga juta dosis CoronaVac di Indonesia, dengan sekitar 1,2 juta dosis telah dikirim ke 34 provinsi.
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pernyataan Terbaru Menag Gus Yaqut soal Vaksin Covid-19 Sinovac, Tolong Disimak