jpnn.com, JAKARTA - Sampah plastik kemasan pascakonsumsi hingga kini masih menjadi permasalahan rumit di Indonesia.
Ketua Asosiasi Daur Ulang Indonesia (ADUPI) Cristine Halim, kondisi tersebut akibat pengelolaan sampah yang buruk dan kesadaran untuk pemilahan sampah yang harus sosialisasikan ke masyarakat.
BACA JUGA: Jangan Sampai RUU Pengawasan Obat dan Makanan tak Jelas Nasibnya
Dijelaskan Christine, di luar negeri sampah plastik memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena bisa langsung di daur ulang. Sampah telah dipisah sejak dari rumah, jadi tidak ada biaya untuk pemilahan.
“Di sini kita harus mengeluarkan biaya untuk pemisahan, yang umumnya dilakukan pemulung. Di Eropa, industri daur ulang sudah sangat maju. Bahkan kini ada teknologi yang bisa mengembalikan plastik daur ulang hingga menyerupai produk asalnya,” ujarnya, Selasa (14/5).
BACA JUGA: YAICI Minta BPOM Tingkatkan Pengawasan Susu Kental Manis
Senada dengan Christine, Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio yang juga anggota Dewan Sampah mengatakan persoalan dasar di Indonesia adalah tempat pembuangan sampah (TPS), serta pemilahan sampah yang belum menjadi budaya di rumah tangga.
BACA JUGA: Pentolan Honorer K2: Lebih Enak jadi PPPK
BACA JUGA: Lewat Gadget, Konsumen Bisa Awasi Obat dan Makanan Ilegal
“Padahal sampah memiliki nilai ekonomi, baik diolah menjadi energi, atau di daur ulang seperti sampah plastik," ujar Agus
Daur ulang sampah merupakan jawaban untuk mengatasi persoalan sampah plastik. Prof. Ahmad Sulaeman Ahli Keamanan Pangan IPB, mengatakan pendauran ulang plastik akan mengurangi sampah plastik di lingkungan luar biasa besarnya.
Sekarang para aktivis lingkungan sedang mengupayakan plastik daur ulang digunakan sebagai kemasan olahan pangan juga. Bahkan di Uni Eropa 25-35 persen plastik daur ulang digunakan untuk kemasan olahan pangan.
"Di Indonesia salah satu contohnya adalah air minum kemasan yang telah menggunakan 25 persen plastik daur ulang,” cetusnya.
Terkait keamanan kemasan plastik, Plt. Deputi Kemanan Pangan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Tetty Sihombing menegaskan pada intinya kemasan harusnya melindungi sehingga tidak boleh muncul masalah dari kemasan.
Di Indonesia ketentuannya kemasan yang digunakan harus memenuhi persyaratan tidak boleh melepaskan cemaran yang membahayakan kesehatan manusia.
Peraturan BPOM dikatakan Tetty membolehkan penggunakan kemasan daur ulang. Ketentuannya harus memenuhi persayaratan, tidak melepaskan cemaran yang bisa merugikan kesehatan masyarakat. Food grade tadi menjadi stardar kemasan yang digunakan.
“Di BPOM Peraturan kemasan secara menyeluruh terdapat di salah satu pasal, yaitu pasal 10 terkait Daur ulang. Artinya semua kemasan plastik yang daur ulang sudah harus sesuai standar BPOM. Kami dalam proses memberikan izin edar pada produk pangan salah satu yang BPOM evaluasi adalah adalah kemasannya,“ ujar Tetty lagi
Kewajiban untuk menggunakan bagian dari recycle bahan memang belum diatur di Inndonesia. Akan tetapi BPOM mengidentifikasi ada yang sudah menggunakan recycle plastik 100 persen.
Di Uni Eropa penggunaan plastik daur ulang 100 persen dikaitkan dengan lingkungan. Namun demikian dia tetap harus harus tunduk pada persyaraatn keamanan pangan untuk kemasan. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kepala BPOM Beber Pencapaian Kinerja 2018
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad