BPOM: Urus Izin Edar Obat Cukup 3 Hari

Kamis, 19 Desember 2019 – 15:43 WIB
BPOM. Foto ilustrasi: antaranews.com

jpnn.com, JAKARTA - Berbagai upaya dan inovasi dalam percepatan perizinan obat dan makanan telah dilakukan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) melalui deregulasi, simplifikasi proses bisnis, dan penggunaan teknologi informasi/digitalisasi.

Badan POM telah mempersingkat timeline registrasi obat untuk memberikan kemudahan berusaha (ease of doing business) dan mempercepat akses obat kepada masyarakat.

“Perizinan terkait sarana pembuatan obat, integrasi sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ke dalam online single submission (OSS) sejak 2018 telah mempersingkat timeline proses dari 84 Hari Kerja (HK) menjadi 35 HK,” ungkap Kepala Badan POM RI Penny K Lukito dalam Refleksi Akhir Tahun dan Outlook 2020 di Jakarta, Kamis (19/12).

BACA JUGA: Menkes Jangan Ambil Alih Kewenangan BPOM soal Izin Edar Obat

Dia menjelaskan, upaya percepatan perizinan melalui pemenuhan janji layanan atau Service Level Agreement (SLA) dalam ketepatan waktu layanan registrasi obat telah meningkat sebesar 30% pada 2019 (80,19%) dibandingkan 2016 (51,96%).

Di bidang obat tradisional, suplemen kesehatan, dan kosmetik, percepatan perizinan dilakukan dengan pemangkasan timeline registrasi/notifikasi.

Salah satunya, timeline registrasi obat tradisional dan suplemen kesehatan untuk ekspor hanya 3 HK dari semula 30 HK.

Di bidang perizinan pangan olahan, Badan POM juga melakukan berbagai inovasi percepatan perizinan.

BACA JUGA: Kepala BPOM Ogah Tanggapi Pencabutan Kewenangan Izin Edar Obat

Berdasarkan kajian berbasis risiko, produk pangan risiko rendah dan sangat rendah dapat diproses melalui notifikasi tanpa mempersyaratkan hasil analisa.

“Hasil kajian berbasis risiko dengan penerapan tanda tangan elektronik (TTE) memangkas timeline registrasi notifikasi dari 10 HK menjadi 5 HK,” terang Penny.

Selain itu, Badan POM melakukan deregulasi untuk mempermudah ekspor produk obat dan makanan. Timeline yang lebih singkat diberlakukan untuk penerbitan dokumen rekomendasi maupun nomor izin edar produk obat dan makanan yang akan diekspor.

Berdasarkan data penerbitan Surat Keterangan Ekspor (SKE) di bidang obat oleh Badan POM pada 2019, produk obat asal Indonesia telah diekspor ke 48 negara.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Jalan Berliku Anies Baswedan di Jakarta dan Nasib Honorer K2

"Jumlah produk yang diekspor sebanyak 1.001 produk yang dihasilkan oleh 58 industri farmasi di Indonesia,” ujarnya.

Tak hanya industri besar, Badan POM juga terus melakukan pendampingan dan fasilitasi kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia.

Hingga November 2019, Badan POM telah melakukan pendampingan penerapan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) bagi 165 UMKM.

Pada periode sama Badan POM telah memberikan sertifikat CPKB kepada 179 UMKM Kosmetik.

Untuk penerapan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) Bertahap, Badan POM telah melakukan pendampingan kepada 103 UMKM Obat Tradisional. Pada periode yang sama pula, Badan POM telah memberikan sertifikat CPOTB kepada 204 UMKM.

Sementara itu, pendampingan penerapan Cara Pembuatan Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) dalam rangka pemenuhan persyaratan registrasi sejak 2016 hingga 2019 telah dilakukan Badan POM di 484 sarana UMKM pangan.

Hingga 2019, Badan POM telah menerbitkan 1.544 nomor izin edar (NIE) pangan olahan produk UMKM. (esy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler