jpnn.com, JAKARTA - Satu dari lima polisi yang gugur dalam tragedi berdarah di Mako Brimob, Depok bernama Denny Setiadi. Pria berpangkat bripda itu sebenarnya sudah mempunyai rencana merayakan ulang tahunnya pada 15 Mei nanti, bersama Dewi Lukmiyati, kembarannya.
ACHMAD WIBISONO-FERLYNDA PUTRI, Jakarta
BACA JUGA: Napi Terorisme Manyandera Sambil Merakit Bom
Namun, rencana tinggal rencana. Nasib berkata lain. Enam hari sebelum hari istimewa itu, Denny harus berpulang. ”Kami mau merayakan bareng mama dan papa. Sekaligus kumpul-kumpul keluarga jelang bulan puasa,” kata Dewi.
Selain Denny, polisi yang gugur di Mako Brimbo adalah Briptu Fandi Setio Nugroho, 30; Bripda Syukron Fadhli, 41; Ipda Yudi Rospuji Siswanto, 41; dan Bripda Wahyu Catur Pamungkas, 24.
BACA JUGA: Diserbu, 10 Napi Teroris Bersenjata Api Menyerahkan Diri
Kabar mengenai Denny itu didengar keluarga sekitar pukul 4 pagi. Euis, sang bibi Denny, mengaku mengetahuinya dari grup WhatsApp keluarga. ”Namun, keluarga masih berpikir positif akan keberadaan Denny di tempat dinas,” ujarnya.
Denny terlahir dari keluarga polisi. ”Kakek dan ayah Denny semuanya adalah polisi,” ucap Atik Rohayati, sang ibu.
BACA JUGA: 90 Persen Napi Terorisme Sudah Menyerahkan Diri
Bripda Denny lahir di Bekasi pada 15 Mei 1985. Dia telah berkarier di kepolisian selama 14 tahun. Awalnya ayah satu anak itu bertugas di Satuan Reserse Narkoba Polres Metro Bekasi Kota. Dia baru diperbantukan untuk kesatuan Densus 88 tiga bulan yang lalu. ”Begitu dengar kabar soal dia, kami terus berdoa, berharap tidak terjadi apa-apa pada Denny,” kata Dewi.
Namun, kabar duka itu akhirnya tiba. Kemarin, pukul 11.00, keluarga diberi kabar dari kepolisian bahwa Denny menjadi korban meninggal. Setelah itu, ayah dan istri Denny langsung bergegas menuju RS Polri Kramat Jati.
Di RS Polri Kramat Jati, sekitar pukul 11.30, enam kantong jenazah datang. Lima berisi jenazah polisi, satu lainnya narapidana. Masing-masing dibawa dengan satu ambulans hijau tua dengan tulisan RS POLRI di bagian depan. Masuk menuju ruang forensik yang berada paling belakang. Setiap mobil berjarak lima hingga sepuluh menit.
Enam jenazah itu selanjutnya diautopsi tim Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis) Bareskrim Polri. Selama proses otopsi tersebut, RS Polri Kramat Jati dijaga ketat. Garis polisi dipasang mengelilingi ruang forensik. Tidak ada yang boleh masuk kecuali polisi, tim medis, dan keluarga. Setiap jalan masuk menuju ruang forensik dijaga anggota Polri.
Sementara itu, mendung duka sudah menggelayut di rumah Denny di Jalan Kramat 3, Cipayung, Jakarta Timur. Di rumah itu, Denny tinggal bersama sang istri, Etty Prihartini, dan seorang putri kecil berusia dua tahun.
Ketika jenazah datang dari RS Polri pukul 18.45 tadi malam, pecahlah tangis di rumah yang sudah dipenuhi kerabat, teman, dan tetangga. Jenazah lantas dilepas dengan upacara penuh khidmat oleh rekan-rekannya dari kepolisian. Pukul 19.30 jenazah pria yang di kalangan dekatnya dipanggil Tatang itu langsung dimakamkan di TPU Kampung Kramat, Cipayung.
”Nggak nyangka Denny bakal pergi cepat,” kata Atik sembari terisak.
Kenangan hari-hari ketika Denny masih bersama keluarga pun berleyut. Dewi, misalnya, mengenang bagaimana masa kecil mereka yang membahagiakan. Meski, kadang-kadang bertengkar kecil, sebagaimana umumnya antarsaudara kembar.
Denny juga yang selama ini aktif menggerakkan keluarga untuk kumpul-kumpul. ”Dia sangat sayang anak dan keponakan-keponakannya,” kata Dewi. (*/c10/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mantan Napi Terorisme Ini Cerita soal Rutan Mako Brimob, Duh
Redaktur : Tim Redaksi