jpnn.com - JAKARTA - Kontroversi revisi Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (revisi PP) telah beberapa bulan bergulir.
Kontroversi dimulai dari pernyataan salah satu direktur utama penyelenggara jaringan seluler bahwa draft revisi PP telah di meja Presiden Joko Widodo untuk ditetapkan.
BACA JUGA: Diler Terbaru Suzuki Indomobil Sales Lebih Fresh
Banyaknya pihak yang berkepentingan merasa tidak dilibatkan dalam pembahasan revisi PP ini.
Ditariknya draft revisi PP dari meja Presiden Joko Widodo untuk dilakukan pembahasan ulang yang dipimpin oleh Menko Perekonomian, dan terakhir, pembahasan ulang revisi PP hanya melibatkan tiga penyelenggara jaringan seluler terbesar.
BACA JUGA: Bagi Hasil Kontraktor Migas Jadi 40 Persen
“Memerhatikan kontroversi yang berkepanjangan, kami dari Lembaga Independen Pemantau Kebijakan Publik tergerak untuk menyatakan sikap melalui Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) agar kontroversi revisi PP ini tidak semakin berlarut-larut dan taat asas,” kata koordinator Lembaga Independen Pemantau Kebijakan Publik Sheilya Karsya, Rabu (7/9).
Sheilya menambahkan, dalam penyusunan sebuah Peraturan Pemerintah, bukan hanya penyelenggara telekomunikasi, namun masyarakat pun berhak memberikan masukan.
BACA JUGA: Ini 2 Skema PLN Bangun Infrastruktur Kelistrikan
Hal itu sebagaimana tercantum dalam UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Menurutnya, penyelenggara telekomunikasi tidak hanya penyelenggara jaringan seluler.
Masih ada ratusan penyelenggara jaringan dan penyelenggara jasa lainnya yang juga berhak memberikan masukan terhadap draft revisi PP. Penyelenggara telekomunikasi juga berkumpul dalam berbagai asosiasi.
Karena itu, asosiasi seperti ABWINDO, APJATEL, APJII, APNATEL, ASKITEL, MASTEL juga berhak memberikan masukan terhadap draft revisi PP.
“Penyusunan draft revisi PP juga perlu melibatkan pemikiran dari para praktisi dan akademisi agar muatan materi dalam draft revisi PP sesuai dengan perkembangan industri dan teknologi,” imbuhnya.
“Agar para pihak di atas yang terdiri dari masyarakat, seluruh penyelenggara telekomunikasi, seluruh asosiasi, praktisi dan akademisi dapat memberikan masukan, kami meminta BRTI untuk mempublikasikan draft revisi PP dan memberikan ruang waktu yang cukup kepada para pihak untuk memberikan masukan, baik secara lisan maupun tertulis,” kata Sheilya.
Dia mempunyai keyakinan bahwa BRTI, yang dibentuk untuk lebih menjamin adanya transparansi, independensi, dan prinsip keadilan dalam penyelenggaraan telekomunikasi, dapat menjadi wasit yang adil dalam menyelesaikan kontroversi itu. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menteri Susi Pengin Lindungi Penambak Garam dengan Permen
Redaktur : Tim Redaksi