Bagi Hasil Kontraktor Migas Jadi 40 Persen

Rabu, 07 September 2016 – 10:44 WIB
Plt Menteri ESDM Luhut Binsar Pandjaitan. Foto: JPNN

jpnn.com - JAKARTA – Terus merosotnya lifting atau produksi siap jual minyak bumi hingga 100 ribu barel per tahun bisa diatasi. Namun, hal itu bisa diatasi jika iklim investasi membaik.

Kementerian ESDM pun ingin memberikan insentif dengan merevisi Peraturan Pemerintah No 79 Tahun 2010.

BACA JUGA: Ini 2 Skema PLN Bangun Infrastruktur Kelistrikan

Proses perubahan aturan tentang biaya operasi yang dapat dikembalikan dan perlakuan pajak penghasilan di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi itu segera selesai.

Salah satu insentif untuk kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) adalah bagi hasil yang meningkat dari 15 persen menjadi 40 persen.

BACA JUGA: Menteri Susi Pengin Lindungi Penambak Garam dengan Permen

Plt Menteri ESDM Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, sudah ada kesepakatan dengan para KKKS. Bagian pendapatan negara dalam production sharing contract (PSC) dikurangi dari yang sebelumnya 85 persen menjadi 60 persen. ’’PSC kita buat lebih fleksibel,’’ katanya di kantor ESDM kemarin (6/9).

Dia menuturkan, cara itu membuat keuntungan tidak hanya didapatkan pemerintah, tetapi juga investor. Nanti besaran PSC disesuaikan dengan kondisi di lapangan sehingga tidak dipukul rata mendapatkan bagian yang sama.

BACA JUGA: AirAsia Makin Serius Garap Pariwisata Indonesia

Investor di tempat sulit tentu memperoleh bagian yang lebih banyak. ’’Jadi, bergantung kesulitan lapangan sampai risikonya,’’ tuturnya.

Luhut mengungkapkan, di tempat sulit investasi yang dibutuhkan makin besar. Misalnya, menggarap laut dalam untuk satu sumur butuh sampai USD 150 juta atau sekitar Rp 1,9 triliun. Kemudahan itu dipastikan tidak termasuk cost recovery.

Selain itu, ada revisi yang menyangkut rencana penghapusan pajak sebelum masa produksi dan perhitungan keuntungan atau internal rate of return (IRR) sebesar 15 persen.

Luhut menyakinkan bahwa tidak ada investor migas di Indonesia yang mau rugi. Namun, IRR yang terlalu besar mengakibatkan investasi makin berat.

’’Kita inginnya 15 persen, tapi beberapa lapangan IRR (idealnya, Red) 4–5 persen. Itu bikin mereka (investor, Red) tidak tertarik,’’ ujarnya. Menurut dia, revisi sangat mungkin bisa selesai pada akhir pekan ini.

Dia menjelaskan, Kementerian Keuangan sampai Ditjen Pajak sudah satu suara sehingga revisi bisa segera diselesaikan. Sementara itu, pada siang hari Luhut kembali mengadakan rapat dengan Komisi VII DPR.

Sudah ada kesepakatan untuk harga minyak Indonesia (ICP) sebesar USD 45 per barel. Untuk lifting minyak bumi, harganya mencapai 815 ribu barel per hari dan gas bumi sebesar 1.150 juta barel setara minyak.

Menurut Luhut, kesepakatan itu cukup berat. Tetapi, karena sudah menjadi keputusan bersama, kesepakatan tersebut tetap harus dijalani. Untuk harga minyak Indonesia, disebutnya tidak ada masalah. ’’Cuma, untuk lifting memang lebih sulit,’’ ucap Luhut.

Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi menyebutkan, target lifting naik dari usulan sebelumnya 760 ribu–800 ribu bph. Kenaikan itu disebabkan produk dari Banyu Urip ditingkatkan dari 165 ribu bph menjadi 200 ribu bph. ’’Sudah jadi keputusan, ya sudah. Harus dicapai,’’ jelasnya.

Sebelumnya, dia tidak sepakat kalau produksi dari Lapangan Banyu Urip didorong sampai 200 ribu bph. Sebab, belum tentu produksi bisa dijaga terus-menerus sesuai dengan target.

Dikhawatirkan, nanti ada shutdown. Selain itu, angka 200 ribu bph saat ini bisa dicapai lantaran ExxonMobil terkena domestic market obligation (DMO) holiday untuk WK baru. Jadi, kontraktor dibebaskan dari kewajiban tersebut dalam kurun waktu tertentu. (dim/c14/sof/jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Perusahaan Tertutup Sulit Diajak Melantai di Bursa


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler