jpnn.com - jpnn.com - Hampir 1,5 tahun berlalu, janji Raja Arab Saudi untuk menyantuni para korban ambruknya crane di Masjidil Haram pada 11 September 2015 lalu, belum juga terealisasi. Tak ada penjelasan apa pun diterima para korban.
Laporan: Riki Chandra, Solok
BACA JUGA: DPR Bakal Dikunjungi Raja Saudi, Habib Aboe Ikut Happy
Salah satunya dirasakan korban Zulfitri Zaini, 58, warga Jorong Sungai rotan, Nagari Cupak, Kabupaten Solok, Sumar.
Kaki kanannya terpaksa diamputasi akibat hancur tertimpa pecahan besi pada peristiwa runtuhnya crine di Makkah.
BACA JUGA: Raja Salman Datang, BKMP Yakin Bisa Gaet Investor Arab
Kini, untuk beraktifitas sehari-hari di dalam rumah, korban terpaksa menggunakan kursi roda.
"Kalau untuk keluar rumah, saya pakai tongkat," kata Zulfitri memulai perbincangan dengan Padang Ekspres di kediamannya, Minggu(26/2) siang.
BACA JUGA: Aman, Persiapan Penyambutan Raja Salman Sudah 90 Persen
Raut kerisauan tampak masih bergelayut di pelipis mata guru Matematika yang akan pensiun tahun 2018 itu.
Namun, ketabahannya mengikis semua kesedihan. Hampir dari semua tuturnya tanpa kekecewaan, kecuali atas janji santunan Pemerintah Arab Saudi yang telah menyebar ke seluruh pelosok negeri, saat itu.
Ibu satu anak itu mengisahkan, tragedi naas yang menimpanya ketika menunaikan ibadah haji dua tahun lalu terjadi di luar dugaan. Bahkan, tak sedikitpun Zulfitri berfirasat akan kehilangan kaki sebelah kanannya untuk seumur hidup. Namun, kini musibah yang menimpanya itu diterimanya dengan ikhlas.
Kala itu, Buk Pit- begitu sapaan akrabnya- tengah berzikir usai menunaikan ibadah shalat ashar di Masjidil Haram.
Namun, sekitar pukul 16.30 (waktu setempat), terdengar bunyi yang cukup keras.
Seketika itu dia terperanjat, namun tidak bisa melarikan diri karena banyaknya jamaah yang masih beribadah di dalam kawasan Masjid.
"Saya shalat di lantai 3. Sedangkan crane yang roboh itu berada di lantai 2," terangnya.
Namun entah karena tertiup angin, besi-besi crane beterbangan ke mana-mana, termasuk ke lantai 3.
Saat itu, para jamaah langsung berhamburan. Puing-puing besi yang terbang dari seluruh penjuru itu yang akhirnya menimpa para korban dan termasuk dirinya.
Zulfitri sendiri mengalami luka yang cukup banyak. Mulai dari pergelangan tangan sebelah kiri, lengan sebelah kiri yang mengalami luka serius.
Paling parah menimpa kaki sebelah kanannya. "Saya tidak tahu persis bagaimana keadaan kaki sebelah kanan saya saat itu. Yang jelas malam harinya, kaki saya diamputasi," terang guru yang telah mengabdi 22 tahun di SMPN 1 Gunungtalang itu.
Zulfitri tidak menyangka, kedatangannya ke Makkah untuk beribadah dan menunaikan rukun Islam yang kelima harus ditebus dengan satu kaki.
"Baru 20 hari di Makkah, kaki saya putus. Tapi, Alhamdulillah, saya masih bisa kembali ke kampung halaman walaupun tanpa satu kaki," kenangnya.
Sesampainya di tanah air, tepatnya tanggal 2 Oktober 2015, Zulfitri lantas mengupayakan pengobatan kakinya yang sampai hari ini masih belum pulih total.
Bahkan, sesekali masih mengeluarkan darah. "Luarnya sudah kering, di dalamnya belum sepenuhnya," terang perempuan yang suaminya telah meninggal dunia itu.
Awal tahun 2016 lalu, Zulfitri Zaini pun membeli kaki palsu senilai Rp 28,5 juta di Bukittinggi dengan uang pribadi.
Konon, biaya pembelian kaki palsu itu didapatnya dari hasil peminjaman Koperasi senilai Rp 30 juta. Kalaupun dibantu BPJS Kesehatan hanya Rp2,5 juta, itupun diberikan setelah 6 bulan pembelian.
"Selama 30 bulan lamanya saya ngutang Koperasi untuk beli kaki palsu ini dengan angsuran Rp 1,3 juta per bulan. Uang pribadi saya tidak punya," terang Zulfitri sambil memperlihatkan kaki palsu yang jarang digunakan itu.
Sampai hari ini, Zulfitri masih rutin berobat. Terutama untuk menghilangkan rasa ngilu di bekas amputasinya itu.
"Saya pakai BPJS iya. Tapi, tidak semua obat ditanggung. Untuk beli obat luar saja, saya harus merogoh kocek Rp 900 ribu yang isinya cuma 3 butir. Itu yang bagus untuk pengeringan luka dan menghilangkan rasa ngilu," kata Zulfitri yang tidak tahu berapa total uangnya yang sudah habis untuk biaya pengobatan.
Dia hanya tinggal sendirian di rumahnya. Sedangkan anak dan menantunya berada di Pekanbaru. Untuk keperluan sehari-hari, seperti memasak, mencuci, Zulfitri dibantu adiknya yang tinggal tidak jauh dari kediamannya.
"Saya yang mengantarkan nasi untuk Buk Pit," timpal adik kandungnya, Zalfini, 48.
Selebihnya, untuk aktifitas sehari-hari, Zulfitri enggan dibantu. Dia menjalani kehidupannta sendiri dengan kursi roda, tongkat dan kaki palsu.
"Beliau tidak mau tinggal di tempat saya dan memilih tetap di rumahnya, meskipun sendiri," jelas Zalfani.
Zulfitri mengaku, tiada yang berbeda dari hari-hari sebelum kakinya diamputasi.
Hanya saja, dia tidak lagi bisa melakukan segala sesuatu sendirian. Kursi roda ini misalnya lanjut Zulfitri, hanya digunakan di dalam rumah. Sedangkan tongkat dipakainya untuk keperluan ke luar rumah.
"Kaki palsu masih jarang saya gunakan, sebab masih ngilu. Menurut dokternya, saya akan efektif memakai sepatu ini setelah dua tahun ke depan atau saat rasa ngilu di kaki ini sudah hilang total," katanya lagi.
Anak ke-4 dari 8 orang bersaudara itu mengatakan, sampai hari ini dia masih menjalani kewajibannya sebagai seorang guru.
"Bosan di rumah terus. Saya pergi dengan tongkat, mengajar 3 kali dalam seminggu," terangnya.
Zulfitri masih tetap berharap atas janji santunan yang sebesar Rp 3,8 miliar dari Pemerintah Saudi Arabia yang telah diumumkan pada seluruh masyarakat Indonesia dan bahkan dunia.
Menurut Zulfitri, Raja Arab Saudi itu sendiri hanya mrnyampaikan janji melalui media cetak dan elektronik. Namun, tidak bertatap muka langsung antara korban dengan Raja tersebut.
Dia berharap, Pemerintah Arab Saudi dapat merealisasikan janjinya. Sehingga, dapat meringankan beban biaya pengobatan kaki yang ditanggungnya selama ini.
"Kalau bertemu langsung tidak pernah, saya hanya mendengar janjinya melalui berita," sebutnya.
Di samping itu, Pemerintah Kabupaten Solok sendiri juga belum pernah memberikan bantuan ataupun perhatian terhadap korban crane Makkah tersebut. "Kalau Kemenag pernah sekali membesuk saat baru pulang," sebut Zulfitri.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, juga mengingatkan Raja Arab Saudi terhadap janjinya sendiri dan meminta Presiden Jokowi mendesak Raja Arab untuk segera menepati janjinya terhadap korban-korban kecelakaan crane.
"Nasib korban crane sekarang bergantung pada kegigihan Pemerintah Indonesia untuk mendesak Pemerintahan Arab Saudi," terang Direktur LBH Padang, Era Purnama Sari.
Era menyebutkan, setidaknya ada 33 orang jamaah Indonesia yang ditimpa musibah robohnya crane di Masjidil Haram.
Selayaknya Presiden Jokowi mendesak Raja Arab untuk menuntaskan janjinya ketika berkunjung ke Indonesia.
"Presiden tidak boleh melupakan hal itu. Mesti mendesak Pemerintah Arab untuk menepati janjinya," kata Era dalam siaran persnya. (rch)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Raja Salman Mau Datang, Bu Retno jadi Supersibuk
Redaktur & Reporter : Soetomo