Bu Guru Marni Berjualan Baju Bekas demi Membiayai PAUD

Sabtu, 21 Januari 2017 – 19:04 WIB
PAUD: Sumarni bersama murid PAUD yang dididikannya di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Foto: Radar Kedu

jpnn.com - jpnn.com - Semangat Sumarni untuk memajukan pendidikan di desanya sangat luar biasa. Demi menggerakkan masyarakat di desanya agar mau bersekolah, dia mendirikan pendidikan anak usia dini (PAUD) dengan modal sendiri.

MUKHTAR LUTFI, Magelang

BACA JUGA: Seluruh Pengelola TK Diimbau Kembali ke Fungsi Asalnya

SUMARNI membungkus uang pecahan Rp 20 ribuan, Rp 10 ribuan dan beberapa uang koin ke dalam sebuah plastik bening. Jumlahnya Rp 200 ribu lebih sedikit.

“Ini hasil penjualan baju, dua hari ini,” kata perempuan 33 tahun warga Dusun Kalipelus, Desa Wuwuharjo, Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang itu.

Bukan baju baru yang dijualnya. Tapi, baju bekas yang berhasil dikumpulkannya dari kawan, sahabat, dan relasinya.

BACA JUGA: Sandiaga Janji Naikkan Gaji Guru PAUD Hingga 3X Lipat

Tentu saja itu bukan bisnis untuk memburu untung. Baju-baju bekas itu dia jual seharga Rp 1.000 - Rp 5.000.

Siapa pembeli baju bekasnya? “Baju bekas ini kita jual di warga setempat. Ternyata banyak yang berminat. Karena memang masyarakat di sini bisa dikategorikan menengah ke bawah. Dan setiap datang baju bekas, selalu habis terjual,” ucapnya.

BACA JUGA: Janjikan Kenaikan Gaji Tiga Kali Lipat untuk Guru PAUD

Hasil penjualan baju yang jumlahnya tidak menentu lantas digunakan untuk memenuhi operasional sekolah. Toh, jumlah uang yang terkumpul tetap saja bisa untuk membeli kebutuhan lain seperti alat tulis kantor (ATK) dan sarana bermain anak.

Sumarni mengaku siap menerima donasi berupa baju-baju bekas. “Kalau ada, kita siap mengambilnya,” ucap perempuan berhijab ini.

Ya, ibu satu anak ini sudah sejak 2013 mengabdikan diri di PAUD Flamboyan di dekat rumahnya. Ada dua guru lain seperjuangannya. Namanya: Rikanah dan Rosidah.

Sejak bergabung di PAUD itu, dia tak digaji. Tak ada uang operasional pula.

“Dari SPP bulanan yang hanya Rp 10 ribu per anak, tidak cukup untuk membiayai operasional sekolah,” katanya.

Saat ini, kata dia, siswanya hanya 17 anak. Hanya 10 persen dari jumlah anak usia dini yang ada di dusunnya. “Kesadaran untuk bersekolah masih rendah,” kata aktivis Muslimat NU ini.

Proses menyadarkan masyarakat untuk mendaftarkan anak mereka ke PAUD tidaklah mudah. Apalagi, kata Marni, mayoritas masyarakat setempat berada di bawah garis kemiskinan.

“Sejak dirintis, sekolah ini masih numpang di rumah warga. Baru Januari kemarin, pindahan ke gedung baru, bantuan dari desa di atas tanah wakaf,” kata Marni.

Di tengah keterbatasan, kata dia, pendidikan untuk anak usia dini masih belum bisa diterapkan maksimal. Fasilitas bermain anak sangat minim. “Padahal, anak-anak ini kan belajar dengan cara bermain.”

Karenanya untuk memenuhi semua kebutuhan sekolah, Marni harus putar otak. Berbagai upaya telah dilakukan. Mulai meminta bantuan pemerintah hingga donatur.

“Bantuan yang kita harapkan sebenarnya lebih pada kebijakan. Karena itu lebih penting,” katanya.

Meski begitu, kata Marni, bantuan tetap saja ada meski sangat terbatas. Kendati demikian, Marni mengaku tidak akan mengalah dengan kondisi yang ada. Sebab dia selalu punya mimpi untuk memajukan pendidikan anak di lingkungannya. “Maka, saya selalu cari solusi,” katanya. (*/isk)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Anies Pastikan PAUD Lebih Diperhatikan


Redaktur & Reporter : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Sumarni   Baju Bekas   PAUD  

Terpopuler