jpnn.com - jpnn.com - Susasana hati Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa sedang happy. Upayanya membujuk warga Suku Anak Dalam agar mau menetap di hunian yang layak telah berbuah.
Minggu (19/2), Khofifah meresmikan 23 unit rumah bagi Suku Anak Dalam di Desa Pulau Lintang, Kecamatan Bathin VIII, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. "Alhamdulillah, setelah melakukan pendekatan hampir dua tahun akhirnya mereka (Suku Anak Dalam, red) mau menetap di tempat ini," kata Khofifah sebagaimana siaran pers Kemensos.
BACA JUGA: Pengambilan Bansos Non-Tunai Makin Mudah Saja Ya...
Khofifah menambahkan, tidak mudah mengajak warga Suku Anak Dalam untuk tinggal dan menetap. Sebab, mereka selama ini memiliki tradisi melangun atau meninggalkan tempat tinggal tatkala ada sanak saudara meninggal.
Singkatnya, mereka selalu hidup berpindah-pindah dan mengandalkan alam untuk menunjang hidup dan kebutuhan sehari-hari. "Butuh ketelatenan dan kesabaran saat melakukan pendekatan guna mengajak mereka tidak hidup nomaden," imbuhnya.
BACA JUGA: Menteri Khofifah Salurkan BPNT Pertama di Surabaya
Lebih lanjut Khofifah menjelaskan, lahan untuk perumahan warga Suku Anak Dalam disediakan oleh Pemerintah Kabupaten Sarolangun. Sedangkan Kemensos menyediakan anggaran pembangunan rumah dan perabotannya melalui APBN.
Menurut Khofifah, anggaran pembangunan rumah untuk warga Suku Anak Dalam adalah Rp 36 juta per unit. Sedangkan isi perabotan berupa kasur, bantal, dan selimut untuk setiap keluarga adalah Rp 3 juta.
BACA JUGA: Khofifah Ajak Warga Sidoarjo Berdzikir Tenangkan Hati
Selain itu, Kemensos juga menyerahkan bantuan berupa perlengkapan sekolah kepada 21 anak. Masing-masing anak memperoleh bantuan senilai Rp 200 ribu. "Sehingga total bantuan yang diberikan senilai Rp 901,2 juta," tuturnya.
Menurut Khofifah, langkah Kemensos membujuk warga Suku Anak Dalam tinggal menetap juga demi kesejahteraan dan kemandirian mereka dari sisi ekonomi ataupun sumber penghidupan. Dengan demikian, katanya, warga Suku Anak Dalam mampu menanggapi perubahan sosial yang terjadi.
Selain itu Khofifah berharap, dengan kesediaan warga Suku Anak Dalam menetap maka hal itu akan memudahkan mereka memperoleh layanan administrasi kependudukan, kesehatan, pendidikan dan kebutuhan lainnya. Termasuk pula memudahkan dalam kehidupan beragama, penyediaan akses kesempatan kerja, ketahanan pangan, penyediaan akses lahan, advokasi sosial, lingkungan hidup dan pelayanan sosial.
Karenanya Khofifah berjanji akan mengupayakan warga Suku Anak Dalam bisa memperoleh bantuan sosial (bansos) yang disalurkan pemerintah melalui Kementerian Sosial. Di antaranya adalah Program Keluarga Harapan (PKH), beras untuk keluarga sejahtera (Rastra), Bansos Lansia dan Bansos Disabilitas.
"Setelah secara administratif rapi, pelan-pelan akan kami cover dengan sejumlah bantuan perlindungan sosial," ujarnya.
Untuk itu, Kemensos tidak langsung melepas warga Suku Anak Dalam yang mau menetap. "Setelah ini mereka akan tetap didampingi hingga dua tahun ke depan," pungkasnya.
Sedangkan Dirjen Pemberdayaan Sosial Kementerian Sosial RI Hartono Laras menjelaskan, pengadaan hunian untuk warga Suku Anak Dalam termasuk dalam program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT). Dia mengharapkan program itu bisa dilakukan secara holistik dan terintegrasi sehingga penerima bantuan bisa hidup secara layak.
"Komunitas adat terpencil yang dahulu lebih dikenal dengan sebutan masyarakat terasing terus ditata. Kementerian Sosial secara holistik dan terintegrasi dimulai dengan pembangunan rumah, pemberian isian hunian dan perlengkapan rumah tangga, serta pembangunan sarana dan prasarana di kasawan tersebu," tegas Hartono.
Menurut Hartono, saat ini jumlah polulasi warga KAT masih besar. “Mereka tinggal di pedalaman, hutan, pulau-pulau terluar, perbatasan dan bibir-bibir pantai," tambah Hartono.
Sementara salah satu warga Suku Anak Dalam yang penerima bantuan rumah, Satam (22) mengaku kehidupannya menjadi lebih baik setelah tinggal dan menetap. "Di sini tidak kehujanan dan kepanasan. Lebih enak tidurnya," tuturnya.
Dia lantas menceritakan pengalamannya saat masih berpindah-pindah dan harus hidup bersama istrinya Bala (20) dan tiga orang anaknya yakni Aisah (4), Abraham (2) dan Ram (4 bulan). Setiap malam mereka harus menahan dingin dan gigitan nyamuk.
Belum lagi jika hujan deras, air menerjang tempat tinggal mereka. Karenanya dia merasakan betul manfaat bantuan rumah dari Kemensos.
"Saya betah, istri dan anak-anak juga senang. Saya mau menata hidup lebih baik lagi," tuturnya.
Ada pula Permai (26), warga Suku Anak Dalam yang juga memilih menetap di hunian bantuan Kemensos. Dia hidup bersama sang istrinya yang bernama Putri (23) dan dua orang anaknya, yakni Nathail (3) dan Joshua (3 bulan).
Permai mengatakan, selama ini dia dan keluarganya tinggal berpindah-pindah. Rumah yang dibuatnya pun jauh dari kata layak karena hanya memiliki satu ruangan tanpa kamar.
"Semuanya ngumpul di satu ruangan. Atap dan dindingnya pun seadanya tidak permanen. Nyamuk banyak sekali kalau malam," imbuhnya.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, tambah Permai, dia berburu babi hutan. Hasil berburu ada yang dijual dan disisakan untuk kebutuhan makan.
Setiap kilo daging babi hutan dijual Rp 6.000. Uang hasil penjualan daging lantas dibelikan beras.
"Jarak berburu sampai 100 kilometer. Kadang dapat kadang tidak. Kalau gak dapat akhirnya saya pinjam-pinjam dulu ke tetangga untuk makan," tuturnya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mensos Serahkan Bansos Rp 229 Miliar untuk Lamongan
Redaktur : Tim Redaksi