jpnn.com - Saprah berupaya keras mendorong gerobaknya di sepanjang jalan. Usianya memang sudah lanjut, namun tubuhnya masih tampak cukup bertenaga.
ENDANG PUJI LESTARI
BACA JUGA: Melirik Aktivitas Komunitas Sadar Sampah Kota Ternate
PAGI itu alam begitu cerah. Berbagai aktifitas pun berjalan seperti biasa bersama teriknya matahari. Seakan tak ada yang menyadari kehadiran perempuan renta itu.
Sesekali ia berhenti mendorong gerobak dan menyapu keringat yang membasahi wajahnya. Di usianya yang menginjak 60 tahun, Saprah masih berjuang hidup dengan pekerjaannya sebagai pemulung sampah.
BACA JUGA: Lebaran, Volume Sampah di Jakarta Berkurang 3 Ribu Ton
Saprah yang tinggal bersama anak bungsunya di RT 01, Desa Mendalo Indah, Kabupaten Muaro Jambi ini terpaksa menjalani hari-harinya dengan sampah karena keterbatasan ekonomi.
Semangat perjuangan hidup yang muncul di dirinya membuatnya semakin kuat. Ia tak ingin menjadi beban bagi kedua anaknya yang juga bekerja serabutan.
BACA JUGA: Punya Baju Baru untuk Lebaran? Bocah Cantik Ini Jawab dengan Wajah Sedih
Sejak subuh ia sudah keluar rumah untuk mencari sampah. Pekerjaan ini sudah ia lakoni sejak lama. Bahkan, sejak suaminya tiada. Ia tak ingin berpangku tangan.
Tindihan beban ekonomi memaksa Saprah harus berjuang keras untuk mendapat sesuap nasi. Ketika Jambi Ekspres (Jawa Pos Group) menyapa, Saprah membalas sapaan dengan ramah, meskipun keringat mengucur di tubuhnya.
Kala itu, dia tengah mendorong tumpukan sampah yang diletakkan di atas gerobak dorong miliknya.
Pancaran keakraban dengan tawa khas yang mengembang memecah bingarnya lalat-lalat beterbangan di atas sampah yang dibawanya.
Wajah lelah dan letih tak dapat ditutupinya. Bagaimana tidak, setiap hari dia berangkat pukul 05.00 wib dan pulang pukul 11.00 wib. Baginya, rezeki yang ia dapatkan bergantung waktu ia memulai.
“Kalau siang berangkatnya gampang lelah, sampah yang didapat juga sedikit,” ungkapnya.
Diceritakannya, banyak pekerjaan yang juga telah menanti di rumah. Meski masih lelah, Saprah tak lantas beristirahat.
Ia melanjutkan kegiatannya mulai dari memasak untuk makan siang hingga bergegas membersihkan tumpukkan sampah yang dibawanya.
Memilah sampah tersebut ternyata memakan waktu yang cukup lama, Saprah bahkan menghabiskan waktunya hingga pukul 18.00 wib.
“Kalau sudah dipilah bisa digabungkan jenisnya. Mudah jualnya,” lanjutnya.
Dalam sehari, Saprah mampu mengumpulkan 2 sampai 3 karung sampah botol bekas. Kumpulan sampah yang ia dapatkan dikumpulkan dan disimpan hingga 3 minggu lamanya.
Penghasilan yang ia dapatkan pun tak banyak. Ia hanya bisa mengumpulkan sekitar Rp 200 ribu per bulan.
“Itu pun dak tentu. Tergantung sampah yang ada,” imbuhnya.
Kerasnya hidup yang dirasakan Saprah tak lantas membuatnya menyalahi diri. Bahkan, ia selalu bersyukur karena meskipun bekerja mencari sampah, namun pekerjaan tersebut halal. Beruntung ia juga memiliki tempat tinggal sendiri yang saat ini ditempati.
“Uang ini dipakai untuk bayar listrik, dan makan sehari-hari. Untunglah masih ada rumah sendiri jadi dak susah tinggal di mana,” pungkasnya. (***)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Fraksi PKS Buka Bersama Pemulung di Bantargebang
Redaktur & Reporter : Soetomo