jpnn.com - JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, pembangunan national capital integrated coastal development (NCICD) atau giant sea wall sebenarnya ditujukan menampung kelebihan air dari aliran sungai di Jakarta.
Namun ia heran, NCICD belum dibangun tapi reklamasi Teluk Jakarta sudah berjalan.
BACA JUGA: Pengikut Dimas Kanjeng Ogah Pulang, Yakin Emas Keluar Desember
"Bendungannya belum jadi tapi pulau-pulaunya sudah terjadi," kata Susi saat diskusi publik berjudul "Kebijakan Reklamasi: Menilik Tujuan, Manfaat dan Efeknya" di kantor KPK, Selasa (4/10). "Jadi, tempat airnya ke mana?" kata Susi.
Karenanya, ia menilai ada yang salah karena giant sea wall belum dilakukan, pembangunan reklamasi 17 pulau sudah berjalan. Lebih parah lagi, reklamasi itu dilaksanakan hanya berdasarkan izin Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Padahal, Susi menegaskan, izin pembangunan reklamasi seharusnya dari pemerintah pusat.
BACA JUGA: Bekas Pimpinan KPK Ini Sebut Reklamasi Teluk Jakarta Abaikan UU
Sebab, ujar Susi, 17 pulau itu memiliki total luas lahan yang mencapai 5100 hektare dan masuk skala nasional. "Dan 17 pulau itu besar sekali, 5100 hektare," katanya.
Memang, lanjut dia, kalau dibikin per pulau menjadi di bawah 500 hektare. Nah, kalau di bawah 500 hektare memang tidak perlu sampai izin ke pusat. "Tetapi kalau 17 pulau dijumlahkan jadi 5100 hektare," katanya.
BACA JUGA: KPK Mulai Telusuri Dugaan Gamawan Kecipratan Uang e-KTP
Menurut Susi, terlalu naif jika proyek reklamasi 17 pulau ini dilaksanakan dengan izin dari Pemprov DKI Jakarta. Apalagi, ujar dia, Teluk Jakarta masuk dalam katagori kawasan strategis nasional karena Jakarta merupakan ibu kota negara
"Terlalu naif jika ini proyek dilaksanakan di Jakarta. Masa iya Jakarta dibilang bukan kawasan strategis nasional? Jakarta ini ibu kota Indonesia," ungkap Susi.
Dia mengatakan, reklamasi 17 pulau bukan semata-mata untuk kepentingan Pemprov DKI Jakarta saja. Melainkan juga untuk kepentingan nasional. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Giliran Ahok Dibidik KPK Soal Diskresi
Redaktur : Tim Redaksi