Budaya Minang Gerbang Sastra Indonesia

Senin, 17 November 2008 – 20:06 WIB
JAKARTA - Sastrawan Remy Sylado menegaskan bahwa bahasa dan sastra Indonesia berutang pada orang Minang yang dimulai dari awal terbentuknya semangat kebangsaan"Secara acak, ingat saja nama-nama besar sastrawan terbaik Minang dalam peta kesastraan Indonesia seperti Marah Rusli, Nur Sutan Iskandar, Sutan Takdir Alisyahbana, Muhammad Yamin, Usmar Ismail dan Asrul Sani," kata Remi Sylado, dalam acara diskusi bertema "Menumbuh-kembangkan Bakat dan Kemauan Menulis Karya Sastra di Ranah Minang" digelar di JCC Jakarta, Sabtu (15/11).

Selain Remy Silado, acara diskusi yang dibuka oleh Wakil Gubernur Sumbar Marlis Rahman itu, juga tampil dua pembicara masing-masing Harris Effendi Thahar dan Taufiq Ismail

BACA JUGA: Putri Indonesia Berbagi Kasih

Menurut Remy, hingga saat ini tidak banyak orang melihat alasan mengapa kepandaian itu berawal dari putra-putra bangsa yang lahir dari Sumbar
"Saya pribadi melihat alasan itu lebih pada sendi kebudayaan Minang sendiri yang memang dalam tindak-tanduk manusianya berupa peringatan kata-kata bijak berupa syara' mengata dan adat memakai."

Saya kira lanjutnya, itulah puisi konkret atau puisi aktual, yang dengan sendirinya merupakan dasar tamadun pencapaian sastra sebagai kepandaian bahasa yang ada dalam leluri Minang

BACA JUGA: Panduan Jadi Artis

"Hanya sebatas itu saja yang saya tahu
Lebih dari itu, saya tidak tahu apa-apa," ujar sastrawan dari Minahasa itu.

Kalau ada hubungan antara Minahasa dengan Minang, lanjutnya, barangkali itu hanya pada urusan gastronomi, "lemang" di Padang dan "nasija" di Manado

BACA JUGA: Seranjang Demi Film Setan Budeg

Atau sekiranya ini pantas dianggap sebagai faedah sejarah, maka dua wilayah NKRI yang pada 1957 mengadakan perlawanan terhadap pemerintah yang waktu itu terlalu dikuasai PKI, memang dua kota ini - Padang dengan "PRRI" dan Manado dengan "Permesta".

"Kiranya hubungan paling dekat di antara dua wilayah NKRI yang pernah menanggung stigma "pemberontak" ini adalah makam pahlawan besar Imam Bonjol terletak di Minahasa," tegasnyaTadi, lanjutnya, kita sudah membaca nama-nama pesastra yang marhumKelak kita harus menyebut nama-nama lain yang kini tengah berkibar seperti, Jose Rizal Manua, Gus TF Sakai, ES Ito.

Dia juga mencatat Imam Bonjol dan Muhammad Hatta juga merupakan putra Minang tidak hanya dikenal sebagai pimpinan perang dan proklamator, tapi keduanya dipandang sebagai pelaku kebudayaan karena keduanya juga melahirkan puisi-puisi yang monumental.

"Ini menggambarkan pejuang-pejuang kebangsaan sangat peduli terhadap bahasa kebangsaannyaSementara dalam perkembangan sekarang, kita melihat pemimpin-pemimpin bangsa yang semuanya berdiri diatas partai-partai politik malah mengabaikan bahasa kebangsaannya dan jor-joran menjadi bangsa terjajah dengan bahasa centang-perenang 'linggis seterika' (Inggris-Amerika")," ujar Remy Sylado.

Agak aneh di kuping, bahwa gagasan membangkitkan semangat membaca sastra, justru diselenggarakan secara tetap oleh sebuah lembaga Khatulistiwa Literary Award, sebab penghargaan sastra bahasa Indonesia dirujuk dengan bahasa InggrisMengapa bukan "Hadiah Sastra Khatulistiwa"?, tanya Remy.

"Tapi memang itu tidak lebih aneh dari "Save Our Nation" di Metro TVCeritanya hendak menyelamatkan bangsa bukan dengan bahasa kebangsaan, malah dengan bahasa asingSama seperti orang botak di kakilima yang menjual obat penumbuh rambut," kata Remy.

Ia mengharapkan melalui dialog menumbuhkembangkan bakat dan kemauan menulis karya sastra di Ranah Minang itu bisa menjadi momentum untuk mengembalikan bahasa Indonesia lewat sastra"Melalui Ranah Minang kita kembalikan bahasa Indonesia lewat sastra sebagai piranti tamadun kita"," harap Remy Sylado(Fas)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Travel Warning Gagalkan Konser Rihanna


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler