Budi Daya Jangkrik, Wayan Raup Omzet Rp 30 Juta per Bulan

Jumat, 04 Januari 2019 – 00:14 WIB
I Wayan Putrana budi daya jangkrik di rumahnya. Foto: Rojai/Lombok Post/JPNN.com

jpnn.com - I Wayan Putrana budi daya jangkrik setelah melihat belakangan ini banyak orang yang hobi memelihara burung. Warga Karang Medain, Mataram, NTB itu menjual sekitar 20 kilogram lebih jangkrik setiap harinya.

ALI ROJAI, Mataram

BACA JUGA: Sainah Jualan Bakso Tusuk, Omzet Bisa Rp 150 Juta per Bulan

MESKI tidak memiliki pengalaman dan minim pengetahuan soal budi daya jangkrik, tidak menyurutkan semangat I Wayan Putrana merambah usaha ini. Terbukti dengan bekal keinginan dan tekad yang kuat, kini ia sukses menjadi pengusaha jangkrik beromzet sekitar Rp 30 juta per bulan.

Wayan, sapaan akrabnya merintis budi daya jangkrik sejak 2012. Waktu itu ia masih kuliah di Universitas Mataram. Meski tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Hukum tidak membuatnya malu ketika memutuskan untuk menjadi peternak jangkrik.

BACA JUGA: Awalnya Iseng, Kini Raup Omzet Rp 50 Juta per Bulan

“Jangankan beternak jangkrik, dulu saya masih kuliah jadi tukang parkir di Airlangga,” kata Wayan.

Kemarin, pria 25 tahun ini asyik membuat media untuk pengembangbiakkan jangkrik. Berbekal ilmu yang didapatkan dari teman di Jawa yang dipadukan dengan ilmu didapatkan di internet. Budi daya jangkrik dilakukan Wayan mirip ayam broiller.

BACA JUGA: Modal Awal Gadaikan Emas Ibunya, Kini Punya 120 Karyawan

Hanya saja, tempat budi daya jangkrik ini bentuknya kotak-kotak dari tripleka yang disekat. Bagian bawahnya ditaruhkan terai telur. Masing-masing kotak atau boks dengan ukuran 2x1 meter yang jumlahnya 30 kotak berisi jangkrik. Satu kotak isinya 50 kilogram jangkrik.

“Masing-masing kotak ini beda usia jangkriknya. Jadi tiap harinya ada saja yang dipanen,” kata Wayan.

Jangkrik dengan jenis Kalung sebagai makanan burung ini dipanen pada umur 30 hari. Jangkrik ini biasanya dipanen sebelum sayapnya tumbuh. Di Lombok, sebagian besar jangkrik yang dibudidayakan peternak untuk makanan burung.

Beda dengan di Jawa, jangkrik juga sebagai makanan, bahkan diolah menjadi kripik. “Kalau kita di sini hanya untuk makanan burung saja,” kata Wayan.

Untuk pemasaran sendiri ia tidak kewalahan. Sejauh ini ia sudah memiliki pelanggan di setiap daerah. Tiap sore ia mengantarkan pesanan pelanggan dari Lombok Timur, Kabupaten Lombok Utara (KLU), Praya, dan Kota Mataram.

Begitu juga dengan pemelihara burung juga banyak yang datang ke sini untuk langsung memesan jangkrik. “Di Pasar Burung Cakranegara ada tiga toko yang ngambil di saya,” ucapnya.

Untuk budi daya jangkrik ia mengembangbiakkan dari telurnya. Telur yang dibeli dari Jawa ia kembangkan. Telur-telur ini kemudian diletakkan di dalam kandang atau boks seukuran 2x1 meter dengan dialasi triplek.

Dalam setiap boks ditaburi pakan ayam atau konsentrat. Di sekitar boks, tray telur disusun bertingkat yang berfungsi sebagai rumah jangkrik ketika menetas nanti.

Satu ons telur yang ditetaskan bisa menghasilkan minimal 10 kilogram jangkrik muda. Namun demikian jangkrik sangat sensitif terhadap cuaca dingin. Karena itu ia harus menjaga boks dalam kondisi hangat. “Cuaca memang ancaman bagi jangkrik,” ujarnya.

Bila cuaca tidak mendukung atau musim hujan seperti sekarang ini, Wayan menggantungkan lampu dengan daya 5 watt yang dihidupkan sepanjang hari. Sementara boks ditutup rapat agar tidak masuk angin.

Ketika jangkrik mulai beranjak dewasa, ia memastikan jangkrik tidak kelaparan. Karena jangkrik memiliki sifat kanibal. Makanan dedak atau pun buah segar diberikan setiap harinya.

Dalam budi daya ini Wayan dibantu empat karyawan. Ada yang melakukan perawatan atau pun pengawasan. Setiap waktu jangkrik ini harus dikontrol. Jangkrik harus benar-benar nyaman. Biasanya dalam umur lima hari jangkrik ini rawan menjadi santapan cecak. Pun juga disaat ia berumur 28 sampai 30 hari menjadi santapan tikus.

Kini wayan mencoba mengembangkan sendiri jangkrik mulai dari telur. Jangkrik yang sudah tumbuh sayapnya atau dewasa ini ditempatkan dalam satu kotak atau boks berukuran 1x1 meter. Di dalamnya ditaruhkan tray telur dan juga loyang dari plastik diisi pasir. “Di dalam pasir ini nanti akan bertelur,” terangnya.

Jika sudah bertelur maka loyang dari plastik berisi pasir diangkat untuk diayak. Sehingga akan kelihatan telur-telur jangkrik. Kini, peminat jangkrik tidak terlalu banyak seperti tahun-tahun sebelumnya. Hal ini karena banyaknya orang yang beternak jangkrik.

Kendati demikian ia tidak mau kalah dengan pengusaha jangkrik lainnya. Caranya dengan menyetabilkan harga di pasaran. Ia tidak pernah menaikkan harga jangkrik kepada para pelanggan.

“Dari dulu sampai sekarang tetap saya hargakan Rp 50 ribu per kilogram,” tutupnya. (*/r7)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jualan Keripik Singkong Terkerek Online, Omzet Rp 30 Juta


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler