jpnn.com, JAKARTA - Budi Legowo, Pakar Geofisika dari UNS (Universitas Sebelas Maret) Surakarta, mengingatkan mengenai pentingnya program Sekolah Siaga Bencana (SSB).
Peneliti pada Laboratorium Geofisika Prodi Fisika Fakultas MIPA UNS itu mengatakan, SSB merupakan upaya membangun kesiapsiagaan sekolah terhadap bencana dalam rangka menggugah kesadaran seluruh unsur dalam bidang pendidikan baik individu maupun kolektif di sekolah dan lingkungan sekolah baik itu sebelum, saat maupun setelah bencana terjadi.
BACA JUGA: Prudential Mengedukasi Anak soal Bencana via Safe Steps Kids
“Penanaman sikap siaga bencana bisa dalam bentuk integrasi kurikulum, simulasi kebencanaan dan atau pelatihan terpisah dalam bentuk perkemahan (disaster camp),” terang Budi Legowo dalam keterangan tertulisnya kepada JPNN.com, Selasa (10/12).
Dikatakan, implementasi sekolah siaga bencana dilakukan dengan pendampingan Integrasi Kurikulum, pelatihan guru kelas , simulasi siswa, dan pembuatan perangkat kesiapsiagaan bencana berupa buku petunjuk dan tanda evakuasi.
BACA JUGA: Latihan Siaga Bencana Harus Rutin
“Keempat langkah pengembangan SSB ini disiapkan untuk keberlanjutan pengembangan integrasi sistem sosial antara sekolah dan lingkungannya yang merupakan tiga pilar siaga bencana (Bayangos, 2017),” tulis Budi Legowo.
Budi Legowo, bersama Daru Wahyuningsih (Prodi Pendidikan IPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS), dan Sri Mulyani (Kepala SDN 3 Sambongbangi, Kradenan, Grobogan, Jateng), beberapa waktu lalu menggelar Kegatan Pendampingan Itegrasi Kurikulum dan Pelatihan Guru Kelas.
BACA JUGA: Personel BPBD Mitra Siaga Bencana Selama Libur Lebaran
Kegiatan dilakukan di SD Negeri Sambongbangi I dan SD Negeri Sambongbangi III. Kedua SD negeri tersebut berada dalam lokasi yang berdekatan di wilayah Dusun Belungkulon, sehingga sangat tepat digunakan sebagai pusat komunitas pemberdayaan masyarakat siaga bencana.
Budi Legowo dan Sri Mulyani di SDN 3 Sambongbangi. Foto: Istimewa for JPNN.com
Kegiatan P2M (Pengadian Pada Masyarakat) ini diikuti oleh 25 guru di SDN 1 dan SDN 3 Desa Sambongbangi Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan. Hadir sebagai peserta peninjau Kepala Sekolah SDN 2 dan SDN 4 Sambongbangi. Sebagai upaya pelibatan pemangku kepentingan di lingkungan mitra, hadir juga Korwilcam Bidang Pendidikan dan Pengawas TK/SD Dinas Pendidikan Kecamatan Kradenan.
“Upaya mitigasi bencana dengan sasaran siswa sekolah dasar dengan usia 6 - 12 tahun diharapkan dapat menjadi perilaku dan karakter siaga bencana,” ujar Budi Legowo.
Mengapa kegiatan P2M dilakukan di kedua SD tersebut? Sri Mulyani menjelaskan, Desa Sambongbangi, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 54 mdpl. Secara geohidrologi masuk dalam rangkaian pegunungan kapur utara. Edapan kapur mendominasi lapisan pada kedalaman ± 50 meter di bawah permukaan tanah.
“Hal tersebut menyebabkan potensi bencana kekeringan, pergerakan tanah dan kebakaran sangat besar,” terang Bu Yani, panggilan akrabnya.
Hasil pendampingan dan pelatihan menunjukkan guru kelas masih kesulitan dalam mengintegrasikan Pengurangan Risiki Bencana (PRB) dalam kurikulum kelas. Hal ini ditunjukkan dengan masih kurangnya penggunaan lingkungan belajar sebagai bahan dan atau media penanaman karakter pengurangan risiko kebencanaan.
Kebiasaan menggunakan buku baku dalam kurikulum yang bersifat adminstratif menyulitkan masuknya unsur baru dalam kegiatan belajar mengajar. Kegiatan luar kelas yang rutin dilakukan sekolah, seperti tanam-siram dan bersih-sampah memiliki potensi sebagai media penanaman karakter PRB pada siswa.
Dibutuhkan waktu dan pembiasaan bagi guru untuk menggunakan lingkungan dan kegiatan sekolah sebagai bagian tak terpisahakan dalam upaya integrasi kurikulum PRB SSB.
Pada kegiatan P2M tersebut, juga dilakukan simulasi melibatkan seluruh siswa SDN 1 dan SDN 3 Sambongbangi.
Dengan mempertimbangakan potensi bencana di wilayah Kecamatan kradenan, simulasi fokus pada PRB Kebakaran dan Gempa Bumi. Siswa dikenalkan sumber dan perilaku siap bencana secara langsung dengan strategi pembelajaran demonstrasi dan simulasi.
“Strategi demonstrasi dan simulasi bertujuan untuk mengajak siswa mlakukan sendiri langkah pencegahan dan penanganan bencana,” terang Budi Legowo.
Demonstrasi pencegahan dan pengurangan resiko bencana difokuskan pada peningkatan keterampilan siswa daam menghadapi kebakaran dan gempa bumi. Disimulasikan keadaan baju siswa terbakar dengan melakukan tindakan yang benar yaitu menjatuhkan dan menggulingkan diri di tanah serta siswa yang lain menolong memadamkan.
Penanganan luka bakar secara mandiri dengan menyyram dengan air mengalir juga diajarkan pada siswa untuk mencegah tindakan salah yang sudah terlanjur menjadi kebiasaan masyarakat seperti mengoleskan pasta gigi, madu dan atau minyak goreng. Siswa secara bergantian berpasangan melatih pengurangan risiko kebakaran selama pendampingan simulasi dan demonstrasi oleh guru kelas masing-masing.
Pengurangan risiko bencana gempa bumi disiulasikan dengan menghafal gerak dan lagu SIAGA GEMPA. Siswa diminta melakukan gerakan sesuai dengan syair lagu yang dinyanyikan. Lagu dengan lirik sederhana dan mudah dihafal bertujuan untuk menanamkan kemapuan siaga bencana sebagai bagian ingatan panjang yang sewaktu-waktu bisa dibangkitkan sesuai kebutuhan.
Dengan mengulang gerak dan lagu yang diajarkan siswa diharapkan dapat melakukan gerakan secara reflek jika terjadi bencana gempa bumi. Mengingat gempa bumi tidak pernah bisa diperediksi dengan pasti kapan akan terjadi. Syair lagu SIAGA GEMPA adalah sebagai berikut:
“Kalau ada gempa lindungi kepala
Kalau ada gempa jauh dari kaca
Kalau ada gempa sembunyi bawah meja
Kalau sudah reda lari ke tempat terbuka”
Siswa diajarkan untuk melindungi kepala dan menjauhi kaca saat terjadi gempa untuk menghindari cedera. Dalam keadaan tidak bisa menyelamtkan diri keluar ruang, siswa dilatih untuk mencari tempat berlindung paling aman dalam ruangan. Siswa juga dilatih untuk tidak panik dan keluar ruangan dengan tertib menuju titik kumpul yang sudah disediakan.
“Selama proses demnstrasi dan simulasi terlihat siswa antusias dan dapat mengikuti instruksi dengan baik. Setelah selesai sesi siswa secara mandiri dan berkelompok masih menyenandungkan lagu SIAGA GEMPA. Siswa masih membicarakan tindakan benar dan salah dalam menagani luka bakar yang sering kali mereka alami. Hal baik dalam menumbuhkan karakter siaga bencana ini masih terus perlu ditingkatkan dengan secara periodik melakukan latihan dan simulasi siaga bencana baik dalam kegiatan inta maupun ekstra kurikuler,” papar Budi Legowo.
Berdasar hasil P2M tersebut, Budi Legowo dkk menyimpulkan; pertama, keberdayaan masyarakat (Guru dan Siswa Sekolah Dasar Desa Sambongbangi Kecamatan Karadenan Kabupaten Grobogan masih perlu ditingkatkan.
Kedua, kemampuan integrasi kurikulum pengurangan risiko bencana, utamanya kebakaran, tanah longsor dan gempa masih perlu ditingkatkan.
“Metode simulasi cocok digunakan dalam integrasi kurikulum Pengurangan Risiko Bencana (PRB),” kata Daru Wahyuningsih. (sam/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo