Budidaya Ikan Koi, Omzet Puluhan Juta Rupiah per Bulan

Senin, 01 Januari 2018 – 00:05 WIB
Agung Budi Cahyono, salah satu peternak koi di Semarang sedang menunjukkan bibit ikan koi asal Jepang yang siap dipijahkan. Foto: ADENNYAR WYCAKSONO/JAWA POS RADAR SEMARANG

jpnn.com - Agung Budi Cahyono keluar dari zona nyaman saat berada di puncak karir. Ia berhenti menjadi teknisi sebuah bengkel ternama di Jateng, dan memilih merintis bisnis budidaya ikan hias jenis koi. Seperti apa?

ADENNYAR WYACAKSONO

BACA JUGA: Geliat Jajanan Maksiat di Kota Kembang, Tinggal Tunjuk

BAGI Agung Budi Cahyono, warga Jalan Permata Grafika II Blok B No 22 RT 01 RW 10 Kelurahan Gedawang , Banyumanik, Semarang, Jateng, menjalani hobi sekaligus bisnis budidaya ikan koi bukanlah hal yang mudah.

Pada 2013, ia mencoba memberanikan diri untuk menjadi peternak koi. Dengan modal nekat dan kemampuan otodidak, ia kini berhasil menjadi peternak koi asal Semarang yang dikenal seantero Jawa dan Bali.

BACA JUGA: Kampus Uka-uka, Siang Hari Terkesan Angker, Apalagi Malam

Kepada Jawa Pos Radar Semarang, pria yang sebelumnya menekuni pekerjaan sebagai seorang teknisi atau mekanik ini mengaku bosan dengan rutinitas kesehariannya.

Padahal saat itu, bisa dibilang ia berada di puncak karir. Bahkan pria yang akrab disapa Agung ini bakal ditempatkan sebagai kepala bengkel di Solo.

BACA JUGA: Bos Pembuat Terompet, Ternyata Keuntungannya, Wow!

“Saya bekerja sebagai teknisi sudah 12 tahunan. Sebelumnya saya bekerja di bengkel kapal di Jakarta selama dua tahun. Namun pekerjaan itu membuat saya berada di titik jenuh, hingga saya memutuskan keluar untuk menekuni bisnis budidaya ikan koi,” katanya, kemarin.

Akhirnya pada 2013, Agung mencoba menekuni budidaya ikan koi. Sebelumnya ia hanya pencinta ikan hias asal Jepang tersebut yang harganya lumayan mahal.

Dari situlah, ia mencium aroma bisnis dan keuntungan budidaya ikan koi. Dia mencoba memberanikan diri membuat kolam pemijahan di rumah pribadinya, dan pembesaran koi yang ada di daerah Tuntang, Kabupaten Semarang.

“Awalnya sih dari hobi, apalagi ikan ini bernilai jual tinggi dan digandrungi, karena keindahan warna serta bentuk tubuh yang dimiliki,” jelasnya.

Setelah memiliki kolam pemijahan sebanyak 6 buah di belakang rumahnya, Agung pun membeli indukan yang diimpor langsung dari Jepang.

Saat itu jumlahnya sekitar 5 indukan betina dan 10 indukan pejantan.

Secara otodidak, ia pun mencoba mengkawinkan ikan koi hingga berhasil menetas. Saat ini, ia sukses menjadi peternak koi dengan omzet puluhan juta rupiah per bulannya.

“Dulu sih sempat gagal saat pemijahan, karena belum tahu tekniknya. Kemudian saya mencoba secara otodidak sambil membaca referensi sampai akhirnya bisa berhasil menghasilkan ikan dengan warna, bentuk, dan corak yang kualitasnya mumpuni,”paparnya.

Dalam satu tahun, lanjut Agung, ikan koi bisa bertelur atau dipijahkan setiap bulannya. Sekali bertelur dan menetas, jumlahnya ribuan. Namun untuk mendapatkan koi dengan grade B atau A tidaklah mudah.

Dari ribuan ikan tersebut, hanya sekitar 10 persen yang masuk dalam grade B ataupun A, sementara untuk ikan kelas kontes sangat jarang ditemukan.

“Dalam pemijahan agak gampang-gampang susah, air harus di atas 20 derajat. Setelah dipijahkan sekitar umur 2 bulanan, baru dibawa ke kolam pembesaran. Di kolam pembesaran sendiri juga banyak hama, yakni ikan predator, kepiting ular hingga burung yang siap memangsa anakan koi,” papar pemilik Grafika Koi ini.

Dari usahanya tersebut, Agung memiliki dua karyawan yang bertugas menjaga kolam pembesaran di Tuntang yang berjumlah 7 petak kolam tanah.

Setelah dirasa cukup besar atau masuk ukuran 15 sentimeter, ikan koi lantas dipilah kembali untuk menentukan grade atau kualitas jual dari ikan yang dihasilkan. Mulai dari kelas pasar, grade B, grade A sampai grade SQ atau kelas kontes.

“Untuk kelas pasar dilepas dengan harga Rp 7 ribu – Rp 12 ribu ini jumlahnya ribuan bahkan ratusan ribu ekor. Semakin grade ke atas semakin sedikit, namun harganya semakin mahal. Untuk grade B mencapai Rp 100 ribu per ekor, sementara grade A Rp 300 ribu, dan kelas kontes mencapai jutaan rupiah per ekor. Itu pun tergantung dari ukurannya,” bebernya.

Jenis ikan koi sendiri memang beragam, mulai dari jenis Kohaku, Sanke, Showa, Utsuri, Bekko, Ogon, Agasi, Shusui, Chagoi dan lain sebagainya.

Namun Agung cenderung fokus membudidayakan ikan koi jenis Kujaku. Jenis koi Kukaju sendiri memiliki warna dasar putih yang dihiasi dengan pola jaring berwarna hitam dan pola merah atau oranye atau kuning yang menutupi sebagian pola jaring tersebut dengan variasi jenis Kujaku Doitsu, Kujaku Tancho, dan Kujaku Maruten.

“Kalau saya lebih fokus ke jenis Kujaku sebagai ciri khas produk, apalagi di Indonesia sangat jarang. Bisa dibilang, ini ikan khusus dan orang tertentu yang suka. Penjual pun bisa pegang harga sesuai dengan kualitasnya,” katanya.

Untuk pemasaran, Agung mengaku telah memiliki jaringan sendiri di beberapa Kota di Jawa Tengah. Selain itu, ia menggunakan sosial media untuk promosi penjualan ikan koi yang dihasilkan.

Tujuannya, agar tidak saling berebut pasar antara peternak atau pembudidaya lainnya.

“Pangsa pasarnya di Jawa dan Bali, ada juga luar pulau, namun melihat juga kemampuan pembeli karena ongkos kirimnya sangat mahal,” ucapnya.

Ke depan, Agung berharap, ikan Koi di Jawa Tengah bisa sepopuler di Blitar Jawa Timur dan Sukabumi ataupun Tasikmalaya Jawa Barat sebagai ikon koi di Indonesia. Selain itu, dari dari segi kuantitas, kota-kota tersebut berhasil merajai pasaran.

“Kalau dari kuantitas jelas kalah, di sana ada kelompok tani binaan. Namun dari segi kualitas, kami berani bersaing. Di sini kami berusaha menonjolkan kualitas anakan dengan warna yang cerah. Proses sortir pun kami perketat agar koi yang dijual kualitasnya unggul,” pungkasnya. (*/aro)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Juru Sumpah: Mayoritas Terdakwa Kasus Korupsi Gemetar


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler