Bukan Haji Salman, ini Manuver Ibnu Saud

Selasa, 07 Maret 2017 – 09:42 WIB
Ibnu Saud dan Churcill, penulis yang jadi Perdana Menteri Inggris. Foto: Public Domain

jpnn.com - BUKAN cerita pelesiran rombongan Haji Salman selama di Indonesia. Bukan pula soal angin surga investasi. Apalagi riuh rendah Aramco, usaha minyak Arab Saudi yang lagi itu tuh…

Ini cerita bagaimana manuver Ibnu Saud sehingga bisa menguasai dua kota suci Islam; Makkah dan Madinah dan lalu mendirikan Kerajaan Saudi Arabia.

BACA JUGA: Pak Prabowo sedang di Bali, Mungkin Bertemu Raja Salman

Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network

Makkah dan Madinah betul-betul dikuasi trah Ibnu Saud sejak 1925 hingga hari ini. Tapi, jauh sebelum itu…

BACA JUGA: Ada Perawan Tua dari Sumut Ngebet Bertemu Raja Salman

Suatu pagi pada 1910.

Abdul Aziz bin Abdul Rahman alias Ibnu Saud beserta 40 pengikutnya mendatangani kediaman Ibnu Rasyid, penguasa Riyadh--kini ibukota Arab Saudi.

BACA JUGA: Arab Saudi Butuh Indonesia untuk Memerangi Terorisme

Dia mengajak serta lima orang pengikutnya masuk ke rumah Rasyid. Tiga puluh lima lagi menunggu di luar gerbang kota.

Kalau terdengar ada pertempuran, ke-35 orang itu diminta membantu. Kalau tidak, mereka harus segera pulang ke Kuwait.

Ibnu Saud berhasil merebut Riyadh. Ketika itu usianya 21 tahun.

Kisah heroik itu tak alfa dicatat seluruh buku sejarah Arab Saudi.

Madawi Al-Rasheed menulisnya cukup baik dalam A History of Saudi Arabia.

Babad Alas

Ahmad Al Usairy dalam buku Sejarah Islam mengisahkan, Kerajaan Saudi dirintis oleh keluarga Saud dalam rentang 1737-1765.

Pelopornya Emir Muhammad bin Saud. Namun, sebagaimana diceritakan Ahmad Rofi Usmani dalam buku Jejak-Jejak Islam, kekuasaannya tak berlangsung lama.

"Pada 1818, Muhammad Ali Pasya dari Mesir berhasil menguasai Mekah dan Madinah setelah mengalahkan dan menghancurkan Dinasti Saudi di Riyadh," tulisnya,

Pada 1891, wilayah itu jatuh ke tangan Ibnu Rasyid. Dan ketika Jazirah Arab dikuasai Turki Ottoman, Abdul Rahman (trah Saud) bersama keluarganya hijrah ke Kuwait.

"Mereka secara terbuka berani menghadapi konflik dengan Khilafah Turki Utsmani," tulis AM. Waskito dalam buku Bersikap Adil Kepada Wahabi.

Di Kuwait, anak lelaki Abdul Rahman, Abdul Aziz ibn Abdul Rahman mulai tampil dan memperlihatkan kecakapannya. Ia bergabung dengan Muhammad Ibnu Abdul Wahab, tokoh pemurnian Islam, ideolog kaum Wahabi.

Pada 1902, Abdul Aziz maju ke gelanggang politik. Pemuda berjuluk Ibnu Saud itu, "berusaha mengembalikan hak pengawasan atas Riyadh," tulis Achmad Munif dalam buku 50 Tokoh Politik Legendaris Dunia.

Kemampuan politiknya ditunjang pula dengan perawakannya yang tinggi besar; 6 kaki 4 inci.

Pendek kisah, sebagaimana dikisahkan di awal tulisan ini, dalam sebuah manuver, Ibnu Saud beserta 40 pengikutnya berhasil merebut Riyadh dari Ibnu Rasyid.

Empat puluh pengikutnya, sebagian besar dari kabilah Badui.

Pada 1912, Ibnu Saud berhasil mengajak para prajurit Badui pengembara untuk menetap dalam sebuah komunitas yang disebut "hujar". Komunitas yang kemudian menunjang persenjataan Saud.

Berbekal itu, pemuda itu pun meluaskan wilayahnya. Ahsa atau Al-Ahsa dikuasai setelah ditinggalkan pasukan Turki Ottoman pada 1913.

Masa-masa itu, Saud bermanuver di antara Turki dan Inggris. Dia menandatangani perjanjian dengan Inggris yang berjanji memberikan pembelaan jika mendapat serangan dari luar.

Sebaliknya Saud berjanji tak akan mencampuri wilayah yang menjadi protektorat Inggris di kawasan Teluk.

"Walau sekutu Inggris melawan Turki adalah Hussein bin Ali, Sharif Makah, Inggris mengirim senjata kepada Saud (1915-1916) untuk mengalahkan Hussein," tulis Achmad Munif.

Wilayah Rashidi--pendukung Turki dalam Perang Dunia I--yang melemah di Riyadh utara jatuh ke tangan Saud pada 1921. Disusul Asir (1923).

Tahun berikutnya, Sharif Hussein bin Ali yang disebut-sebut sebagai khalifah Islam keturunan Bani Hasyim--trah Nabi Muhammad--angkat kaki dan lalu dua kota suci umat Islam, Makkah dan Madinah pun dikuasai Ibnu Saud.

Tujuh tahun kemudian, September 1932 Ibnu Saud yang kharismatik memproklamirkan berdirinya sebuah kerajaan.

Tak tanggung-tanggung, kerajaan itu menggunakan nama keluarganya; Arab Saudi, sebagai ganti dari nama Kerajaan Hijaz, Najd dan kawasan yang ditundukkannya.

Romantika Raja Arab

Oiya, ada kisah romantika dalam hikayat hubungan Arab dengan Inggris.

Suatu hari pada 1917, setelah Inggris mengirim senjata, Ibnu Saud berbincang dengan Lord Belhaven.

Saud mengaku heran. Kenapa di negara Inggris yang maju, perzinahan tidak dihukum. Bahkan malah dibangga-pujikan dalam buku-buku dan puisi-puisi.

"Di gurun hukuman berzinah adalah rajam," kata Ibnu Saud kepada Belhaven, sebagaimana dikisahkan H.C. Armstrong dalam Lord of Arabia Ibn Saud.

"Berapa banyak wanita yang Anda miliki?" tanya Belhaven kesal.

"Saya memiliki empat istri seperti yang diizinkan nabi."

"Tapi, berapa wanita yang telah Anda nikahi dan berapa yang telah Anda cerai?"

"Saya sudah menikahi dan menceraikan seratus wanita, dan insya Allah, saya akan menikahi dan menceraikan lebih banyak lagi," jawab Ibnu Saud, tulis Armstrong.

Entah sejauh mana kebenaran cerita itu. Yang pasti, Lord Belhaven adalah, "had been deputed to the court of His Highness Ibnu Saud on the outbreak of war," tulis Gertrude Bell, termuat dalam buku The Letters of Gertrude Bell Volume 1&2.

Nama Lord Belhaven muncul dalam dokumen surat menyurat yang telah dibuka pemerintah Inggris. Bundelan dokumen itu bertajuk Subsidy To Ibn Saud.

Minyak Arab

Bantuan untuk Ibnu Saud juga diurus oleh Philby.

Elizabeth Monroe dalam buku Philby of Arabia dan Anthony Cave Brown dalam buku Oil, God, and Gold: The Story of Aramco and the Saudi Kings mengisahkan cerita menarik tentang hubungn Ibnu Saud dan Harry St. John Philby.

John Phliby ayah Kim Philby, seorang mata-mata yang masuk Islam dan menetap di Arab Saudi. Ia lakon dibalik konsesi minyak Standard Oil Company of California pada 1933, setahun setelah lahirnya Kerajaan Saudi Arabia.

Sekuel itu digadang-gadang merupakan fondasi bagi konsesi Aramaco--usaha minyak Arab dan hubungan baik antara Kerajaan Arab Saudi dengan Amerika Serikat.

Maka tak ayal saat meletus Perang Teluk, setelah Saddam Husain menyerang Kuwait pada 1990, Arab Saudi menyediakan tempat untuk pangkalan udara AS.

Bagaimana pun, hari ini, kerajaan yang diproklamirkan Abdul Aziz alias Ibnu Saud itu tampil sebagai satu di antara kekuatan penting dunia. Lakon ini sangat terkenal. Ditabalkan jadi nama bandara; King Abdul Aziz.

Nah, yang pernah berhaji tahu nama ini kan? (wow/jpnn)



BACA ARTIKEL LAINNYA... Raja Salman Happy di Vlog Pak Jokowi, Ini Analisis Ahli


Redaktur & Reporter : Wenri

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler