Bukan Hanya Radja Nainggolan, Merah Putih Terselip di Hati Mereka

Kamis, 22 September 2016 – 09:01 WIB
Radja Nainggolan saat berkunjung ke Medan, Sumut. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com - HARUS diakui, sepak bola Indonesia belum ada apa-apanya di kancah internasional. 

Namun, kita bisa bangga karena ada sejumlah bintang sepak bola yang mengalir darah Indonesia di tubuhnya.

BACA JUGA: Hiii...Penginapan Jorok, Atlet DKI Mengaku Kena Herpes

---    

MENYEBUT nama pemain sepak bola keturunan Indonesia di luar negeri tidak akan ada habis-habisnya. 

BACA JUGA: Dua Emas di Hari Terakhir, Wushu Lampaui Target

Dari era Simon Melkianus Tahamata yang menjadi tulang punggung Ajax Amsterdam pada akhir dekade 1970-an, hingga di era modern saat ini yang diwakili Radja Nainggolan, Emilio Audero Mulyadi dan Massimo Luongo. 

Sama seperti Tahamata, Nainggolan, Audero, dan Luongo bukan bintang biasa. Mereka punya prestasi yang bisa membuat orang Indonesia merasa terwakili. 

BACA JUGA: Lini Serang Laskar Wong Kito Makin Tajam

Nainggolan misalnya. Gelandang yang bermain untuk AS Roma itu dilahirkan dari ayah berdarah Batak, Marianus Nainggolan. Lalu, ibunya Lizy Bogaerts dari Belgia. 

Nainggolan sama dengan Audero. Pemain yang menjadi pelapis Gianluigi Buffon di Juventus tersebut juga mendapatkan darah Indonesia-nya dari Edi Mulyadi, bapaknya. 

Sementara, darah Italia dalam tubuh penjaga gawang kelahiran 18 Januari 19 tahun lalu tersebut berasal dari ibundanya, Antonela Audero. 

Yang berbeda hanya Luongo. Sebab, pemain yang sekarang bermain di Queen Park Rangers (QPR) itu mendapatkan keturunan Indonesia dari ibunya, Ira Luongo. 

Mario Luongo, ayahnya, berasal dari Italia. Meskipun berbeda, ada satu hal yang membuat mereka sama. Ya, mereka sama-sama tidak pernah membela nama Indonesia. 

Nainggolan yang sudah tujuh tahun membela timnas Belgia, Audero baru merasakan debutnya di timnas U-20 Italia awal September lalu, dan Luongo menjadi pahlawan Australia saat menjadi juara di Piala Asia 2015 silam! 

''Tetapi masih ada keterikatan emosionalku dengan Indonesia,'' ucap Luongo dalam wawancara dengan Herald Sun. 

Ira, ibunya, diketahui merupakan putri dari Sultan Bima dan Dompu, AA Siradjuddin. Buyutnya juga pernah menjadi hakim di Pengadilan Tinggi di Jakarta, sebelum akhirnya didaulat untuk menjadi Konsul Indonesia pertama di Turki. 

”Kakek saya juga mempunyai sebuah pulau,” ungkap pemain yang bermain sebagai gelandang itu. 
Di Piala Asia 2015, Luongo bukan hanya mencetak gol kemenangan atas Korsel di final, dia juga menjadi Pemain Terbaik di turnamen tersebut. 

Sampai saat ini, Luongo jadi andalan Socceroos –julukan timnas Australia– di bawah arahan pelatih Ange Postecoglou. Prestasi itu dapat melengkapi 21 caps dan lima golnya untuk Australia sejak 2014 silam. 

Meski mengakui darah Indonesianya, pemain 23 tahun tersebut mengaku belum pernah pergi ke Indonesia. Termasuk ke Bima yang menjadi tanah leluhurnya. 

”Di sana ada kakek dan nenek saya, bibi, paman dan sepupu juga ada di sana. Saya belum pernah ke sana, tetapi suatu saat nanti saya ingin ke Indonesia,” ungkap pemain yang hanya duduk di bench ketika Australia belaga di Piala Dunia 2014 silam itu. 

Dibandingkan dengan Australia, Belgia yang dibela Nainggolan jelas bukan tandingannya. 

Dari tujuh tahunnya di Diables Rouges –julukan timnas Belgia, Nainggolan sudah mencatatkan 24 caps-nya dengan menghasilkan enam gol. Itu termasuk dua golnya di Euro 2016 yang masing-masing tercipta ke gawang Swedia (23/6) dan Wales (1/7). 

Bersama Nainggolan dua tahun terakhir, Belgia pun melesat ke peringkat teratas FIFA. Berdasar peringkat terakhir per September ini Belgia di posisi kedua di bawah Argentina. 

Saat bermain di tingkat klub, pemain yang berusia 28 tahun itu selalu jadi langganan starter Il Lupi –julukan Roma– di segala ajang. 

Baik di Serie A, ataupun Europa League. Dua musim terakhir pun Nainggolan dapat mencatat lebih dari 40 laga per musim. Sebanyak 46 kali main di musim 2014-2015, dan 42 laga dalam musim 2015-2016. 

Namanya pun masuk dalam komposisi Serie A Team of The Year pada musim 2014-2015 lalu. 

Berbicara kepada situs FIFA Weekly, pemain yang mengawali karir sepak bolanya di klub lokal Belgia bernama Germinal Beerschot itu mengungkapkan kenangan buruk dengan ayahnya, Marianus. 

Sejak di usia lima tahun, Nainggolan dan saudara kembarnya Riana Nainggolan hanya hidup bersama ibunya Lizy. Orang tuanya bercerai. 

Walaupun itu kenangan yang harus dia lupakan, Nainggolan mencoba menggali kedekatannya dengan Indonesia. Dia menyempatkan waktunya berkunjung ke tanah air hanya untuk mencari ayahnya lagi. 

''Saya ingat, itu dua tahun yang lalu. Itu perjalanan pertama saya ke Indonesia. Ketika itu orang-orang di sana membuat acara khusus untuk saya. Saya baru tahu Radja itu berarti Raja di Indonesia,'' beber Nainggolan. 

Bukan hanya ke Jakarta. Nainggolan pun terbang ke Medan untuk mencari Marianus ayahnya.

''Setelah bertahun-tahun akhirnya saya ketemu. Meski, tidak ada alasan yang logis mengapa dia dapat meninggalkan kami selama 20 tahun. Dia terus bicara dan bicara. Tapi yang saya ingat hanya ibu saya. Apapun itu, dia tetap ayah saya, dan dia dari Indonesia,'' lanjutnya. 
Luongo, Nainggolan ataupun Audero hanya sekelumit contoh pemain yang mempunyai darah Merah Putih. 

Masih ada beberapa pemain lainnya. Sama seperti tiga pemain di atas, mereka pun juga bermain di Eropa. 

Misalnya Jairo Riedewald (Ajax Amsterdam), Lorenzo Pace (Trastevere Calcio), Alessandro Trabucco (Misano), dan Sebastian Czimmeck (Werder Bremen). 

Mirisnya, bukan hanya bermain di Eropa saja. Sebab, pemain yang berdarah Indonesia dapat menjadi tulang punggung di timnas negara tetangga, Malaysia. 

Namanya Mahali Jasuli. Bek kanan yang berusia 27 tahun itu memang dilahirkan Malaysia. Tepatnya di Selayang, Selangor. 

Namun, ayahnya Jasuli ayahnya dan ibunya Masyura sama-sama berasal dari Pulau Bawean, Gresik. 

Hingga tahun ini, pemain yang sekarang merumput bersama klub Johor Darul Takzim FC itu sudah 42 kali bermain untuk timnas Malaysia, plus menciptakan dua gol. Yang lebih miris lagi, Jasuli menjadi salah satu tulang punggung Malaysia ketika menjuarai Piala Suzuki AFF 2010 silam. 

Masih ingat kan negara manakah yang dikalahkan Malaysia pada dua leg laga final ketika itu? Ya, Indonesia dikalahkan Malaysia dengan agregat gol 4-2. 

”Saya lahir dan besar di Malaysia. Karena itu, saya mantap memilih berkewarga negaraan Malaysia. Keluarga besar saya juga mendukung penuh pilihan saya ini,” ungkap pemain yang pernah membela Malaysia dalam dua edisi SEA Games itu, di edisi 2009 dan 2011. 

Itu dibenarkan ayahnya, Jasuli. Dia mengungkapkan, Malaysia berani memberi jaminan masa depan kepada anaknya. 

”Raja Selangor memberi rekomendasi untuknya. Karenanya, kami sama sekali tidak cemas dengan masa depannya,” tutur Jasuli. 

Setelah menjadi juara Piala AFF 2010, Jasuli pulang kampung ke Bawean. 

”Itu kepulangan pertamanya sejak kali terakhir kami mengajaknya pada usia tiga tahun. Saya hanya ingin dia tetap ingat, dia punya akar dari Indonesia,” ujarnya. (ren/ham)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Letjen Edy Rahmayadi Harus Mundur dari TNI jika Nyalon Ketum PSSI


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler