Bukan Hebat PLN, tapi Karena Ditolong Tuhan

Sabtu, 31 Juli 2010 – 13:57 WIB
Musim kemarau 2010 ini, di beberapa kota di daratan Sumatera sana tidak terjadi pemadaman bergilir karena suplay energiListrik tidak mengalami krisis, padahal setiap tahun Juli-Agustus itu sudah puncaknya byar-pet

BACA JUGA: Logika-Logika Koran untuk Mengelola Strom

Menerapkan jurus apa lagi"


 “Saya ditolong Tuhan!” jawab Dahlan Iskan di hadapan Forum Pemred JP Group di Hotel Ciputra pekan lalu
Lho" Masak Tuhan ikut-ikut mengurus PLN" “Iya, Tuhan baik sekali! Pada saat musim kemarau, yang harusnya bendungan di Maninjau-Sumbar dan Bengkulu itu kehabisan air dan tidak bisa memutar turbin, tahun ini airnya tetap banyak, karena turun hujan!” jelas Dahlan

BACA JUGA: Telanjang Bulat, Hanya Kalah dengan Luna Maya



Jadi, canda dia, bukan karena kehebatan PLN yang dia pimpin, tetapi semata-mata pertolongan Tuhan
Tapi risikonya harga cabe bertambah pedas" Negeri Sambal ini ikut merana gara-gara krisis cabe" “Lho" Daripada krisis listrik" Lebih baik krisis cabe dong?” lagi-lagi dicap sambil tertawa.  Soal krisis listrik seperti yang terjadi di Riau setiap kemarau itu sudah masuk dalam plan Dahlan

BACA JUGA: Machica Mochtar setelah Cerai dari Moerdiono



Itu pula, yang menggunakan solusi mirip industri koranDia menjelaskan, pembangkit di Danau Maninjau dan Bengkulu itu berbeda dengan di Inalum, Sungai Asahan, sungai terpanjang di Sumatera dan sekaligus pembangkit terbesar di IndonesiaManinjau dan Bengkulu debit airnya lebih kecil, jadi saat kemarau tiba, biasanya air menyusut dan tidak mampu memutar turbin sama sekaliProduksi listrik pun macet

Itu terjadi dari kemarau ke kemarauSama dengan kalau di koran, oplah selalu turun setiap puasa, menjelang Lebaran dan seminggu setelah Lebaran! Atau bisnis mengalami masa paceklik di saat menjelang anak-anak masuk sekolah, sekitar bulan Juli“Saya paling sering marah kalau manajer koran menggunakan alasan seperti itu menjelaskan oplah korannya turun!” paparnya

Karena itu, Dahlan sudah punya rencana untuk kemarau 2011, 2012 dan 2013 agar problem tahunan itu tidak terulang“Kelak, pada jam 06.00 sampai 17.00 WIB, menggunakan pembangkit tenaga batubara dan gasBendungan ditutup, biar air tertampung lebih banyakBendungan hanya dibuka pada jam-jam puncak, pukul 18.00 sampai 21.00 WIB saja, lalu ditutup lagi, begitu seterusnyaTidak seperti sekarang yang diperkosa terus untuk memutar turbin sepanjang hari,” jelasnya

Penggunaan listrik hampir di semua daerah di luar Jawa memang cukup menyulitkanKarena pada jam 17.00 – 21.00 WIB itu permintaannya banyakIbaratnya, Jawa Pos kalau hari biasa cetak 500 ribu eksemplar, pada hari libur atau minggu bisa dicetak 2 juta ekspKalau koran, mengatur di mesin cetaknya lebih cepat, dan gampangMisalnya dengan deadline lebih awalKalau listrik tidak bisa, karena setiap hari ada permintaan yang drastis antara pagi, siang, sore, malam dan dini hari

Selain itu, setiap pembangkit punya karakter yang berbedaPLT Batubara misalnya, tidak boleh dimatikan, karena akan terjadi inefisiensi dan proses menghidupkannya lamaPLT Air, harus deras terjunnya, paling ideal 200 meterPLT Gas lebih fleksibel, bisa cepat di on-off“Kombinasi dari 3 pembangkit inilah yang menjadi skema penyelesaian krisis Sumatera,” ungkapnya

Kenapa tidak pakai PLT Angin" Indonesia kan sering terjadi angin ribut" “Ini pertanyaan yang sama konyolnya dengan mengapa tidak menggunakan PLT Nuklir! Soal PLTAngin, kecepatan angin di Indonesia rata-rata 4-5 kilometer, yang dibutuhkan minimal 7-10 kilometerKalau PLT Nuklir, wong krisisnya sekarang kok solusinya pembangkit yang proses pembangunannya saja butuh waktu 6 tahun! Belum lagi pembebasan lahan dan problem sosial yang 4 tahun belum tentu kelar! Masak harus menunggu 10 tahun?” katanya

Ada juga yang bertanya PLT Arus lautItu masih sebatas wacana, belum ada contohnya, belum bisa diaplikasikanIndonesia tetap harus memperbanyak PLTA, karena paling murah, Rp 600 per kwhPLTBatubara Rp 600 per kwhPLT Gas Rp 900 per kwhPLT Geotermal 800 per kwhPLT Nuklir Rp 1.600 per kwhPLT Diesel Rp 1.600 per kwh di Jawa dan Rp 3.000 kwh di luar JawaPLT Cahaya Matahari Rp 1.200 per kwh di siang hari dan Rp 3.000 per kwh untuk siang-malam

“Yang lagi diteliti sekarang adalah PLT Jalan TolDi tengah-tengah jalan tol itu diberi turbin, yang bisa berputar kalau ada mobil berkecepatan tinggi lewatTapi ini juga tidak bisa diterapkan di Jakarta, wong tolnya macetnya seperti itu" Berbeda dengan jalan tol di Eropa dan AS,” ungkapnya

Soal kawasan yang belum bisa dialiri listrik, Dahlan menyebut suplay listrik ini seolah berlari sama kencangnya dengan kebutuhan masyarakatMakin banyak listrik, kebutuhan strom juga makin banyakMasyarakat juga ingin neko-neko yang berdampak pada permintaan daya baruItu yang harus diantisipasiTetapi di kampung 70 KK di atas pembangkit Inalum, yang belum berlistrik cukup membuatnya trenyuhDahlan pun memutuskan untuk membuat system agar di atas pembangkit itu warganya bisa menikmati listrik

Ini juga solusi humanis ala wartawanKarena selama ini tidak mungkin mengaliri listrik di desa yang dekat dengan lokasi pembangkit itu“Pembangkit itu menghasilkan tegangan 16, lalu disalurkan ke gardu induk, menjadi 150 KVLalu diolah lagi, diturunkan menjadi 20 KVNah, fasilitas untuk menurunkan 150 KV menjadi 20 KV ini yang tidak adaTapi saya sudah putuskan, bahwa warga itu harus mendapat listrik, bagaimanapun caranyaKalau perlu saya yang biayai,” jelasnya

Ketika mendapat pertanyaan yang sama di Maninjau dan Bengkulu, yang juga ada satu kecamatan yang belum berlistrik, Dahlan pun menjawab bahwa itu sudah dalam perencanaanSatu kecamatan cukup banyak, jadi harus menggunakan proses penganggaran, dll“Kalau pakai duit saya, nanti habis dong?” akunya lagi-lagi sambil tertawa.(don/habis)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Empat Tahun Teliti Gelatin Ikan untuk Gantikan Babi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler