jpnn.com, JAKARTA - Keberadaan e-commerce dan jejaring sosial berpotensi membantu meningkatkan penjualan UMKM di Indonesia.
Namun, keberadaan TikTok Shop justru dianggap mematikan usaha UMKM dan juga para pedagang di kawasan Pasar Tanah Abang, Jakarta.
BACA JUGA: Hashtag KamiUMKMdiTikTok Trending di Twitter
Menurut pedagang di Tanah Abang, TikTok Shop dibanjiri dengan barang-barang impor yang harganya jauh lebih murah, bahkan cenderung tidak masuk akal.
Hal inilah yang kemudian menggiring konsumen untuk lebih memilih berbelanja di TikTok Shop ketimbang di Pasar Tanah Abang atau tempat lainnya.
BACA JUGA: Tolak RPP Pengamanan Zat Adiktif Tembakau, Ketum GAPPRI Khawatirkan Hal Ini
Salah satu pedagang di kawasan Pasar Tanah Abang menilai, sepinya pembeli di pasar tersebut karena saat ini para pembelinya lebih memilih berbelanja secara daring karena dianggap lebih simpel dan efisien.
“Kalau ada orang bilang Tanah Abang sepi gara-gara online. Enggak juga. Bukan kayak gitu masalahnya. Kalau dia merasa toko offline, ya dia harus belajar bisa online juga. Dia harus beralih juga ke online. Harusnya begitu," ungkap Fauzan, pedagang yang sudah 20 tahun berjualan di Tanah Abang.
BACA JUGA: RS KPJ Kuching Kenalkan Pembedahan Robotik Pertama di Wilayah Borneo
Fauzan juga menyebut, beberapa pedagang Tanah Abang memang masih kukuh bertahan jualan offline saja.
Mereka menurut Fauzan, kemudian melampiaskan lesunya penjualan ke pedagang lain yang punya toko online.
"Menurut saya, orang yang mengeluh Pasar Tanah Abang sepi adalah pedagang yang masih pakai mode berdagang tradisional. Sedangkan sekarang sudah jaman online. Nah, mereka ini yang masih bertahan di posisi offline," ucap Fauzan.
Oleh karena itu, Fauzan juga merambah ke penjualan secara online. Terlebih, kebanyakan pembelinya sejak 20 tahun lalu juga telah beralih ke online karana merasa lebih simpel dan efektif.
"Saya juga begitu, ada toko offline di sini. Di rumah saya buat toko online. Hanya saja, menurut saya, yang mengeluh itu bagi orang yang nggak ngerti. Ini sudah waktunya online. Era-nya online. Sedangkan mereka mau bertahan di offline. Ya, seperti ini efeknya,” terang Fauzan.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada