jpnn.com, JAKARTA - Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) sebagai wadah konfederasi industri hasil tembakau jenis produk khas kretek, yang beranggotakan pabrikan golongan I (besar), golongan II (menengah), dan golongan III (kecil), menolak draf Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP), terkait pengamanan zat adiktif produk tembakau yang saat ini beredar.
"Pengaturan tentang produk tembakau sebagaimana dalam draf RPP cenderung restriktif. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya pasal pelarangan, bukan pengendalian," tegas ketua umum GAPPRI Henry Najoan dalam keterangannya.
BACA JUGA: Indonesia Bisa Manfaatkan Produk Tembakau Alternatif untuk Menekan Prevalensi Merokok
Henry mengkhawatirkan bila kebijakan yang terlalu ketat terhadap kelangsungan IHT akan bisa mematikan ekosistem pertembakauan.
“Ada 6 juta orang yang bergantung pada IHT baik on farm maupun off farm mau dikemanakan mereka semua?” tanyanya.
BACA JUGA: Peringati Hari Maritim Nasional ke-59 Tahun, PIS Tanam 1.500 Mangrove di Batam
Henry menerangkan ekosistem pertembakauan ini telah terbentuk lama, dari hulu hingga hilir serta memiliki multiplier effect yang panjang.
"IHT juga menjadi tempat bergantung bagi jutaan masyarakat Indonesia mulai petani tembakau, petani cengkeh, pekerja pabrik, peritel, pekerja periklanan, pekerja logistik dan transportasi, hingga usaha-usaha pendukung lainnya yang tumbuh dari bisnis pertembakauan. Kalau ekosistem tembakau dimatikan, apakah sudah siap dengan konsekuensinya?” tegas Henry.
BACA JUGA: RPP UU Kesehatan Zat Adiktif Dinilai Membunuh Petani Tembakau Secara Perlahan
Merujuk kajian GAPPRI, peraturan yang dibuat pemerintah saat ini sudah cukup memberatkan. Akibatnya, pabrik rokok jumlahnya turun dari 4.669 unit usaha pada 2007 menjadi 1.100 pada 2022.
"Produksi juga terus menurun di mana di tahun 2013 sebesar 346 miliar batang menjadi 324 miliar batang pada 2022," jelasnya.
Kajian GAPPRI juga menyebutkan IHT telah berkontribusi terhadap penerimaan negara cukup besar antara lain dari pendapatan cukai tahun 2022 sebesar Rp. 218,6 Triliun.
"Karena itu, Perkumpulan GAPPRI berharap pengaturan terhadap IHT sebagaimana dalam dokumen draf RPP harus mencerminkan di antaranya asas kemanusiaan, kebangsaan, kenusantaraan, keadilan yang memberikan kepastian usaha bagi IHT kretek nasional," seru Henry Najoan.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada