Bukan Menyalahkan Prabowo soal PPN 12 Persen, Deddy Singgung Rezim Jokowi

Senin, 23 Desember 2024 – 10:35 WIB
Ketua DPP PDIP Bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif Deddy Yevri Hanteru Sitorus (tengah) memberikan keterangan di Jakarta, Kamis (19/12/2024). ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY

jpnn.com - Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Yevri Sitorus merespons kebijakan pemerintah soal kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN dari 11 persen menjadi 12 persen.

Deddy meminta pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mengkaji ulang rencana kenaikan PPN 12 persen itu.

BACA JUGA: 18 Polisi Terduga Pemeras Penonton DWP Mencoreng Institusi, Kompolnas Minta Polri Tegas

Menurut Deddy, rencana ini merupakan warisan dari pemerintahan sebelumnya, yakni rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Jadi, sama sekali bukan menyalahkan pemerintahan Pak Prabowo (Subianto), bukan, karena memang itu sudah given dari kesepakatan periode sebelumnya (Jokowi, red)," ujar Deddy dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (22/12/2024).

BACA JUGA: PKB Sentil PDIP soal PPN 12 Persen

Anggota Komisi II DPR RI itu menyatakan bahwa sikap fraksinya terhadap kenaikan PPN 12 persen hanya meminta pemerintah mengkaji ulang dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat saat ini.

Dengan permintaan itu, bukan berarti fraksi PDIP di DPR RI menolaknya.

BACA JUGA: Kronologi Kasat Reskrim Polres Teluk Bintuni Hilang sebelum TNI-Polri Tembak Mati Komandan KKB

"Kami minta mengkaji ulang apakah tahun depan itu sudah pantas kita berlakukan pada saat kondisi ekonomi kita tidak sedang baik-baik saja. Kami minta itu mengkaji," tuturnya.

Menurut Deddy, fraksinya hanya tidak ingin ada persoalan baru yang dihadapi pemerintahan Prabowo Subianto imbas kenaikan PPN 12 persen tersebut.

"Jadi, itu bukan bermaksud menyalahkan Pak Prabowo tetapi minta supaya dikaji dengan baik, apakah betul-betul itu menjadi jawaban dan tidak menimbulkan persoalan-persoalan baru," ucapnya.

Deddy menegaskan bila pemerintahan Prabowo meyakini kebijakan itu tidak akan memunculkan masalah, maka silakan dijalankan.

"Kalau pemerintah percaya diri itu tidak akan menyengsarakan rakyat silakan terus, kan, tugas kita untuk melihat bagaimana kondisi," lanjut Deddy.

Dia juga menyatakan kenaikan tarif PPN dari 11 menjadi 12 melalui pengesahan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), bukan inisiatif Fraksi PDIP.

Deddy menyebut pembahasan UU tersebut sebelumnya diusulkan oleh pemerintah periode lalu yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sementara, PDIP sebagai fraksi yang terlibat dalam pembahasan, ditunjuk sebagai ketua panitia kerja (panja).

"Jadi, salah alamat kalau dibilang inisiatornya PDI Perjuangan karena yang mengusulkan kenaikan itu adalah pemerintah (era Presiden Jokowi) dan melalui kementerian keuangan," ujarnya.

Dia menjelaskan pada saat itu, UU tersebut disetujui dengan asumsi bahwa kondisi ekonomi bangsa Indonesia dan kondisi global dalam kondisi yang baik-baik saja.

Namun, Deddy menyebut seiring berjalannya waktu, ada sejumlah kondisi yang membuat banyak pihak, termasuk PDIP meminta untuk dikaji ulang penerapan kenaikan PPN menjadi 12 persen.

Kondisi tersebut seperti daya beli masyarakat yang terpuruk, badai PHK di sejumlah daerah hingga nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang saat ini terus naik.(ant/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler