jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf mengkritik pemerintah yang melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang membeberkan indikator penceramah radikal di Indonesia.
"Masalah pencegahan radikalisme tidak bisa ditanggulangi dengan strategi yang berisiko membelah masyarakat," kata Bukhori melalui keterangan persnya, Rabu (9/3).
BACA JUGA: BNPT Ungkap 5 Ciri Penceramah Radikal, Al Chaidar Menyoroti soal Khilafah
BNPT sebelumnya membeberkan indikator penceramah radikal yaitu yang mengajarkan ajaran yang anti-Pancasila, mengembangkan paham takfiri, menanamkan sikap anti-pemimpin, memiliki sikap eksklusif, dan bersikap eksklusif terhadap lingkungan.
Menurut Bukhori, indikator yang diungkap BNPT terkesan menyudutkan umat. Terlebih lagi, indikator yang disampaikan tidak detail dan menghasilkan tafsir liar.
BACA JUGA: BNPT Ungkap Ciri Penceramah Radikal, Komentar Anwar Abbas Menohok
"Indikator yang dipaparkan oleh BNPT cenderung sumir sehingga dapat memicu tafsir liar bagi masyarakat awam karena tidak dibarengi oleh penjelasan yang komprehensif pada setiap poin indikatornya," tutur legislator Daerah Pemilihan I Jawa Tengah itu.
Bukhori mengatakan wajar muncul kekhawatiran dari beberapa pihak jika ciri-ciri penceramah radikal disalahpahami kelompok tertentu.
BACA JUGA: 5 Ciri Penceramah Radikal Menurut BNPT, Brigjen Nurwakhid Ungkap 3 Strategi Mereka
"Kemudian, mengkristal dalam perasaan saling curiga ataupun sentimen yang pada akhirnya bermuara pada disharmoni sosial," beber dia.
Sebelumnya, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigadir Jenderal Ahmad Nurwakhid mengatakan persoalan radikalisme harus menjadi perhatian sejak dini. Pasalnya, sejatinya radikalisme adalah paham yang menjiwai aksi terorisme.
“Radikalisme merupakan sebuah proses tahapan menuju terorisme yang selalu memanipulasi dan politisasi agama,” tegas Nurwakhid dalam siaran pers humas BNPT pada Sabtu (5/3).
Brigjen Ahmad Nurwakhid menyatakan soal penceramah radikal yang disampaikan Presiden Joko Widodo sebagai peringatan kuat untuk meningkatkan kewaspadaan nasional.
Pernyataan Presiden pada Rapat Pimpinan TNI - Polri di Mabes TNI, Jakarta, Selasa (1/3) itu harus ditanggapi serius oleh seluruh kementerian, lembaga pemerintah dan masyarakat pada umumnya tentang bahaya radikalisme.
Untuk mengetahui penceramah radikal, Nurwakhid mengurai beberapa indikator yang bisa dilihat dari isi materi yang disampaikan bukan tampilan penceramah. Setidaknya ada lima indikator yang disampaikannya.
Pertama, mengajarkan ajaran yang anti-Pancasila dan proidieologi khilafah transnasional.
Kedua, mengajarkan paham takfiri yang mengafirkan pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama.
Ketiga, menanamkan sikap anti-pemimpin atau pemerintahan yang sah, dengan sikap membenci dan membangun ketidak percayaan (distrust) masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, hate speech, dan sebaran hoaks.
Keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman (pluralitas).
Kelima, biasanya memiliki pandangan anti-budaya ataupun anti-kearifaan lokal keagamaan. (ast/jpnn)
Redaktur : Natalia
Reporter : Aristo Setiawan