Buku ‘Nakhoda Menatap Laut’, Syarief Hasan: Kenangan dan Inspirasi bagi Generasi Milenial

Jumat, 26 Februari 2021 – 15:18 WIB
Wakil Ketua MPR Syarief Hasan dan Kabiro Humas Setjen MPR RI Siti Fauziah saat “Bicara Buku Bersama Wakil Rakyat” membedah buku Nakhoda Menatap Laut yang merupakan biografi Syarief Hasan. Foto: Humas MPR RI.

jpnn.com, CIANJUR - Ratusan orang yang terdiri dari dosen, mahasiswa, pelajar, dan politisi pada 25 Februari 2021 mengikuti acara ‘Bicara Buku Bersama Wakil Rakyat’.

Acara yang berlangsung di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, itu membedah buku biografi Wakil Ketua MPR Syarief Hasan yang berjudul ‘Nakhoda Menatap Laut’.

Selain civitas akademika dan politisi di kabupaten yang kesohor berasnya itu, hadir dalam acara tersebut adalah Syarief Hasan, Kabiro Humas Setjen MPR RI Siti Fauziah, dan pembedah buku yakni Dosen Universitas Putra Indonesia Denny Aditya Dwiwarman.

Di hadapan peserta, Syarief Hasan mengatakan buku yang berjudul ‘Nakhoda Menatap Laut’ menceritakan kisah seorang anak dari daerah yang pada saat itu terpencil dan terpelosok di Pulau Sulawesi.

BACA JUGA: Di Hadapan Kostrad, Syarief Hasan Puji Peran TNI Atasi Pandemi Sekaligus Tumpas KKB

Menurutnya, pada tahun 1940-an untuk menuju daerah tersebut sangat sulit. Bila ditempuh melalui perjalanan darat dibutuhkan waktu kurang lebih selama 20 jam.

Jalan yang biasa ditempuh Syarief Hasan pada saat ia kecil adalah melalui laut. Transportasi laut yang ada saat itu bukan kapal penumpang, namun kapal barang. “Adanya kapal barang pun seminggu sekali,” tuturnya.

Menteri Koperasi dan UMKM pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang (SBY) itu menggambarkan susah dan sulitnya menuju daerah yang disebutnya Kota Palopo.

BACA JUGA: Rasio Utang Luar Negeri RI Meningkat, Syarief Pertanyakan Komitmen Kebijakan Pemerintah

“Pada masa lalu beda dengan saat ini. Pada masa itu radio saja barang mewah apalagi televisi”, kata politikus Partai Demokrat itu.

Tidak hanya sulit untuk menuju ke Palopo pada masa dirinya bocah. Ketika itu di Sulawesi Selatan juga terjadi pemberontakan DI/TII.

Peristiwa yang terjadi mengingatkan bagaimana ketika tentara dari Jawa (TNI) dan pasukan DI/TII bertempur.

BACA JUGA: Kabiro Humas MPR Siti Fauziah: Media Sebagai Mitra yang Konstruktif

Diceritakan, menjelang magrib seluruh penduduk yang ada di sana harus berada di rumah. Tak hanya itu, penduduk yang ada di sana juga membuat ‘bunker’ di bawah rumah panggung.

Bunker-bunker yang ada digunakan penduduk untuk berlindung bila terjadi pertempuran antara TNI dan pasukan DI/TII.

“Kami berlindung di bunker untuk menghindari peluru nyasar,” tuturnya.

Menurutnya, pertempuran yang sering terjadi membuat masyarakat ingat mana suara tembakan yang diluncurkan TNI dan yang dimuntahkan pasukan DI/TII.

Sulitnya kehidupan pada masa itu membuat Syarief Hasan kecil mempunyai cita-cita tinggi agar bisa hidup lebih baik.

Untuk itu, dirinya pergi ke Makassar guna menempuh pendidikan. Di Makassar ia tinggal bersama saudaranya.

“Saat ini bila mahasiswa ingin kuliah di kota lain bisa indekos,” tuturnya.

Namun, kata dia, pada masa lalu itu bila ada anak yang ingin sekolah di kota lain maka harus mencari saudaranya untuk menumpang hidup.

“Sebagai gantinya, anak yang menumpang hidup pada saudaranya, ia harus bisa memberi kontribusi atau membantu saudaranya dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Saya pun juga demikian,” ungkapnya.

Saat sekolah di Makassar, Syarief Hasan termotivasi pada dosen-dosennya yang terbilang sukses dalam kehidupan, seperti habis menempuh pendidikan di luar negeri dan memiliki mobil. “Hal-hal itulah yang memotivasi saya,” ungkapnya.

Sejak SD, dirinya mempunyai prinsip harus menguasai sesuatu yang tidak dikuasai oleh orang lain.

Dalam perjalanan selanjutnya, dirinya masuk Partai Demokrat. Di partai ini, Syarief Hasan dengan terus terang mengakui bila dirinya dibimbing dan dibina oleh SBY.

“Saya bisa beruntung dibimbing dan dibina oleh Bapak SBY. Bimbingan dan binaan dari beliau bisa membuat saya bisa menjadi menteri, anggota DPR empat kali, dan wakil ketua MPR seperti saat ini,” tambahnya.

Bagi Syarief Hasan, SBY adalah presiden yang memiliki banyak kemampuan. “Ia adalah seorang jenderal, akademisi, seniman, dan juga seorang inspirator,” ungkapnya.

Syarief Hasan berharap buku yang ditulis selama 5 sampai 6 tahun itu bisa menjadi bacaan bagi masyarakat luas di samping bacaan-bacaan yang lainnya.

Ia menulis buku itu setelah menjalani hidup dan takdir. Ia berpikir bagaimana kisah hidupnya itu ditulis untuk menjadi kenang-kenangan dan inspirasi bagi generasi milenial. “Tantangan hidup yang saya alami luar biasa dan sulit diprediksi”, ucapnya.

Siti Fauziah dalam sambutannya mengatakan acara ‘Bicara Buku Bersama Wakil Rakyat’ yang digelar oleh Perpustakaan MPR digelar sejak tahun 2017.

“Sudah banyak buku yang dibahas dalam acara itu. Allhamdulillah hari ini membedah buku yang berjudul ‘Nakhoda Menatap Laut’,” tambahnya.

Dirinya mengakui buku yang dibagi kepada peserta itu banyak memberi inspirasi dan motivasi.

“Dengan acara ini kita bisa mendapat motiviasi dan inspirasi”, ucapnya.

Titi kepada peserta mengatakan bahwa Perpustakaan MPR terbuka bagi dosen, mahasiswa, pelajar, dan masyarakat umum.

“Kami mengundang semua untuk datang ke Perpustakaan MPR,” tuturnya.

Di perpustakaan MPR disebut banyak buku-buku kajian MPR. ”Cocok untuk studi bagi mahasiswa terutama fakultas hukum,” paparnya.

Siti Fauziah bersyukur acara ‘Bicara Buku Bersama Wakil Rakyat’ bisa berlangsung di tengah masa pandemic Covd-19. Meski demikian dikatakan acara yang ada menerapkan protokol kesehatan yang ketat. (*/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler