jpnn.com, JAKARTA - Kementerian BUMN yang diduga sebagai salah satu tempat menyebarnya radikalisme sudah menjadi pembicaraan publik. Oleh karena itu, Menteri BUMN yang baru perlu secara serius memperhatikan pertanyaan besar publik terkait sikap Kementerian BUMN dalam mereduksi isu radikalisme.
Direktur Said Aqil Sirodj Institut, Imdadun Rahmat menjelaskan BUMN termasuk institusi negara yang berpotensi terinfiltrasi oleh pandangan intoleran dan ideologi radikal. Banyak lembaga penelitian, terdapat prosentase cukup tinggi pegawai negeri sipil di lingkungan BUMN terjangkit intoleransi dan radikalisme. Bahkan secara terang benderang BNPT pun memiliki dugaan serupa, bahwa potensi paparan ide radikal akan meluas di kalangan BUMN.
BACA JUGA: Keragaman, Modal Dasar Melawan Radikalisme
Oleh karena itu, perlu upaya sungguh-sungguh untuk mengenali dan mencermati unit-unit dalam BUMN yang menjadi pintu masuk dan memfasilitasi penyebaran intoleransi dan radikalisme. Memang ideologi bisa menyebar melalui barbagai cara, tetapi institusi sumber pengetahuan memiliki peran utama. Maka unit kerohanian dan keagamaan di lingkungan BUMN perlu dicermati warna dan orientasinya.
Lebih lanjut, Imdadun menekankan apa yang selama ini menjadi perhatian khusus SAS Institute. “Apakah aktivitas yang dilakukan mengandung kampanye intoleransi dan radikalisme baik secara langsung atau tidak langsung. Apakah narasumber atau bahan bacaan yang dikaji mengarah ke ekstrimisme. Penguasaan pengetahuan dan kecermatan dalam pengamatan sangat diperlukan karena intoleransi, ekstrimisme dan radikalisme seringkali disebarkan secara sangat tersamar. Sehingga tanpa sadar orang sudah tertular. Kerap kali juga dibungkus dengan dalil agama yang dimanipulasi sedemikian rupa sehingga seolah-olah itulah ajaran agama itu sendiri,” papar Direktur SAS Institute.
BACA JUGA: Mahasiswa Poltekpar Palembang Cegah Radikalisme Lewat LKMM
“Memastikan warna dan orientasi keagamaan yang moderat dan kompatibel dengan prinsip-prinsip kebangsaan sangatlah penting. BUMN sudah saatnya mereorientasi kegiatan-kegiatan keagamaan agar tidak bertabrakan dengan visi kebangsaan,” tambah Imdadun.
Ketika awak media balik mempertanyakan terkait upaya dan antisipasi radikalisme di dalam BUMN, Imdadun dengan tegas mengatakan BUMN perlu secara konkret membangun kerja sama dengan NU dan Muhammadiyah.
BACA JUGA: Kabar Menggembirakan Seputar Peluang Ahok Jadi Bos BUMN
“Pihak-pihak yang berkompeten harus diajak turun tangan. Pesantren, perguruan tinggi agama, lembaga riset, ormas pendiri bangsa seperti NU dan Muhammadiyah bisa dilibatkan baik dalam memilih bahan ajar, metode kajian, hingga suplai pengajar, pendidik, penda'i dan ahli agama,” Ujar Imdadun.
Menurut Imdadun, hasil kajian SAS Institute bahwa, BUMN bukan hanya menjadi objek persebaran intoleransi dan radikalisme yang aktornya dari luar. Tetapi juga menjadi sumber pendanaan bagi berbagai kelompok dan organisasi yang cenderung pro intoleransi dan radikalisme.
“BUMN sudah bergeser dari korban infiltrasi radikalisme menjadi aktor pendukung pendanaan gerakan dan kampanye radikalisme. Bukan hanya dari donasi perorangan tetapi dana CSR BUMN mengalir deras ke kompok yang kontra ideologi negara," tutup Imdadun Rahmat.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich