jpnn.com, MATARAM - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Mataram, NTB, menjatuhkan vonis satu penjara kepada dua terdakwa korupsi beasiswa dengan kerugian negara Rp 6 juta, Zakariah dan Nurwani, kemarin (8/8).
”Memutuskan terdakwa terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan. Dan, menjatuhkan pidana penjara selama satu tahun,” kata Ketua Majelis Hakim Albertus Usada.
BACA JUGA: Tepuk Tangan! Dana Desa Naik 100 Persen
Hukuman penjara selama satu tahun ini sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Bima.
Tetapi, hakim tidak mengabulkan tuntutan denda terhadap kedua terdakwa, sebesar Rp 50 juta subsider dua bulan kurungan.
BACA JUGA: Lahan Negara Diselewengkan Jadi Bangunan Bank Sinar Mas
Albertus mengatakan, tidak dikabulkannya denda tersebut berdasarkan prinsip restorative justice.
Apalagi jumlah kerugian negara yang hanya Rp 6 juta, jauh di bawah minimal denda pidana korupsi sebesar Rp 50 juta.
BACA JUGA: Bupati Pamekasan Tersangka Kasus Korupsi, Menteri Tjahjo Bilang Begini
Majelis hakim juga tidak menjatuhkan putusan terkait uang pengganti sebesar kerugian negara. Sebab, terdakwa telah mengembalikannya saat proses penyidikan Februari 2015 silam.
”Tidak adil kalau menjatuhkan pidana denda. Kerugian negara jauh di bawah Rp 50 juta. Itu juga sudah dikembalikan oleh terdakwa,” kata Albertus.
Menurut majelis hakim, hukuman yang dijatuhkan bukan balas dendam atas perkara keduanya. Melainkan untuk memberi kesadaran dan mendidik terdakwa agar tidak mengulangi perbuatannya.
”Juga untuk memberi pelajaran kepada masyarakat untuk tidak berbuat hal serupa,” ujar Albertus.
Hakim anggota Fathurrauzi mengatakan, majelis mempertimbangkan hukuman berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Karena itu, meski terdakwa telah mengembalikan uang kerugian negara, tetapi tidak menghilangkan sifat melawan hukumnya.
”Walaupun sudah dikembalikan, tidak menghilangkan sifat melawan hukum,” kata dia.
Usai mendengar putusan hakim, JPU Kejari Bima Rasyidi mengaku masih pikir-pikir. Hal senada diutarakan penasihat hukum terdakwa, Denny Nur Indra.
”Kita pikir-pikir dulu yang mulia, apakah akan banding atau menerima,” kata Denny.
Diketahui, kedua terdakwa terjerat dalam kasus dugaan korupsi beasiswa peningkatan akademik bagi guru Raudlatul Atfal (RA) dan Madrasah di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi NTB anggaran 2010 untuk program pascasarjana.
Dalam program beasiswa tersebut, ada beberapa persyaratan umum dan persyaratan khusus. Untuk syarat khusus tercantum yang berhak menerima beasiswa itu adalah para guru yang aktif menjalani tugas dan diangkat ketua yayasan atau kepala madrasah dengan jangka waktu mengajar selama 2 tahun.
Karena itu, terdakwa yang mengajar di PAUD ini membuat surat keputusan kepala sekolah serta rekomendasi dari MTs Al-Qalam Waworada, Bima.
Padahal ia sendiri tidak menjadi guru di tempat tersebut. Zakariahh selaku kepala sekolah, juga menandatangani surat yang disodorkan Nurwani.
Perbuatan Nurwani yang membuat surat palsu dan diketahui Zakariahh, membuat keduanya terjerat dalam perkara korupsi. (dit/r2)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Anak Buah Prasetyo Kena OTT KPK Lagi, Istana Bilang Begini
Redaktur & Reporter : Soetomo