jpnn.com - Tepat pada peringatan Hari Lahir Pancasila, 1 Juni, bendera Merah Putih berkibar di seluruh sudut Kampung Pancasila.
Ya, Kampung Pancasila adalah nama sebuah Rukun Warga (RW) di Dusun Wonorejo, Desa Tulungrejo Kota Batu, Jatim. Di Desa Tulungrejo ini, Presiden Pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno pernah bermukim dan berinteraksi dengan warga.
BACA JUGA: Bang Ara Ajak Pendukung Pancasila Berani Bersuara
Kampung ini, menjadi wujud nyata dari penerapan Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu juga. Lokasinya tak jauh dari Hotel Selecta, yang pernah ditempati Bung Karno.
Mencari kampung ini tidaklah sulit. Jika ke Kota Batu, cari arah menuju Wana Wisata Coban Talun. Tiba di pertigaan ke arah Hotel Selecta, terus saja melaju lurus ke arah Cangar.
BACA JUGA: Pancasila Sebagai Warisan Luhur Budaya Bangsa
Dalam jarak tempuh lima menit, akan terlihat tanda belok kiri ke arah Wana Wisata Coban Talun. Ini adalah wana wisata yang memiliki air terjun indah dan hotel berkonsep alam bernama Apache Camp.
Dari google maps, nama Kampung Pancasila memang tidak ada, Anda bisa berbelok di Jalan Coban Talun.
BACA JUGA: Saat Pengibaran Merah Putih, Puluhan PNS Duduk Berteduh
Jalan desa berkelok yang kiri kanannya dipenuhi kebun apel bakal memanjakan perjalanan. Nah, hitung saja pertigaan di kiri kendaraan Anda. Pada pertigaan kedua, beloklah ke kiri.
Di google maps akan terlihat tanda Toko Jamu Pancasila. Itulah sedikit penanda nama Kampung Pancasila yang tersisa.
Tidak ada orang yang mengetahui mengapa kampung di Dusun Wonorejo Desa Tulungrejo tersebut diberi nama Kampung Pancasila. Dusun Wonorejo memiliki empat RW, yakni RW 12, 13, 14 dan 15.
Kampung Pancasila berada di RW 12. Sedanglan RW 13 adalah Kampung Talun, dan RW 15 adalah Kampung Pemukiman Purnawirawan TNI.
Namun, ikon Pancasila justru berada di Kampung Pemukiman Purnawirawan TNI. Sebab di kawasan tersebut terdapat Tugu Pemukiman Purnawirawan AU yang memiliki simbol burung Garuda di bagian puncak tugu. Monumen Garuda Pancasila dengan ukuran besar yang dibangun oleh TNI AU dan diresmikan 17 Juni 1973.
Sekadar diketahui, di lokasi tidak jauh dari monumen Pancasila tersebut terdapat lokasi translok (transmigrasi lokal) TNI AU. Hingga sekarang translok tersebut masih digunakan.
Ada juga pihak yang menghubungkan Kampung Pancasila dengan pusat pengendalian pemerintahan RI yang dilakukan oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden M. Hatta.
Soekarno beberapa kali tinggal di Villa Bhima Sakti Taman Rekreasi Selecta. Ia paling lama tinggal di villa tersebut tahun 1955.
Lokasi Selecta dengan Kampung Pancasila tidak terlalu jauh, apalagi masih sama-sama berada di wilayah Desa Tulungrejo.
Bung Hatta juga pernah tinggal di gedung tua yang sekarang dijadikan Kantor Balai Desa Tulungrejo. Lokasi gedung ini dengan villa Bhima Sakti yang ditempati Soekarno tidak terlalu jauh dan sama-sama berada di sektor utara Kota Batu.
‘’Pak Karno menulis sebuah prasasti saat tinggal di Villa Bhima Sakti Selecta. Prasasti tulisan tangan Pak Karno tersebut tertulis tahun 1955,’’ ungkap Mashuri Abdul Rochim, salah satu tokoh masyarakat Kota Batu.
Pria yang juga salah satu komisaris TR Selecta ini menyebutkan, prasasti tersebut menyebutkan banyak keputusan penting bangsa dan negara diputuskan dari villa Bhima Sakti.
“Kenang-kenangan kepada Selecta, tetap hidup dalam ingatan saja. Bukan saja karena tamasya yang indah, tetapi juga karena di Selecta itu beberapa putusan penting mengenai perjuangan negara telah saya ambil,” urainya menirukan prasasti yang ditandatangani Bung Karno bertanggal 1 Maret 1955 tersebut.
Selama tinggal di Bhima Sakti, Bung Karno banyak membaur dengan masyarakat sekitar tanpa membedakan status dan kepercayaan. Tentunya, masyarakat itu adalah mereka yang berada Desa Tulungrejo.
Bung Karno mengajarkan wujud menghargai kebhinnekaan yang sebenarnya, seperti tidak mengenal batas ketika melakukan komunikasi dengan masyarakat. Malahan Bung Karno biasa makan dengan masyarakat sesuai masakan yang mereka makan.
“Masak opo bu? Oo, sego jagung, aku melok mangan yo, (masak apa bu, o nasi jagung, saya ikut makan ya),” ujar Mashuri menirukan dialog Bung Karno yang pernah diceritakan warga sepuh kepadanya.
Nah, kembali ke kondisi Kampung Pancasila, di sudut kampung terlihat beberapa orang gotong royong membangun sebuah rumah warga.
Suasana aman dan tentram begitu terasa di desa yang berada di lereng Gunung Anjasmoro dan Gunung Arjuno itu.
Di kampung ini, warganya tidak hanya hapal lima sila dalam Pancasila, namun mereka menghayati dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga rasa nasionalisme dan kebanggaan mereka sebagai warga Indonesia tidak usah diragukan lagi.
Kampung Pancasila di era penjajahan Belanda merupakan bekas Kebun Kina milik Belanda yang akhirnya direbut oleh para pejuang. Di tempat ini, oleh para pejuang diberi nama Jalan Pancasila.
Jalan ini sempat berubah beberapa kali, bahkan terakhir diubah oleh mahasiswa KKN dengan Jl Tangkuban Perahu, namun nama-nama jalan baru itu luntur dengan sendirinya, sebab warga mengenal kampung ini dengan sebutan Kampung Pancasila.
Kampung yang berada di Dusun Wonorejo RW 12, Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji ini masyarakatnya hidup dengan sangat rukun, dengan toleransi beragama yang sangat tinggi.
"Bahkan ada yang menyebut kampung ini punya tiga hari raya, yakni Hari Raya Idul Fitri, Natal dan Nyepi. Karena setiap tiga hari raya ini, semua warga merayakannya, tidak hanya umat yang beragama Islam saja, Kristen saja, atau Hindu saja," ujar Suliono, Kades Tulungrejo.
Urusan ibadah tetap menjadi urusan masing-masing agama, namun urusan silaturahmi saat hari raya, semua umat mengikuti.
"Kalau hari Raya Idul Fitri yang anjangsana ke rumah umat muslim tidak hanya yang muslim, tapi juga umat Kristen dan Hindu serta agama lain," ujar Suliono.
Begitu juga saat Natal dan Nyepi, warga muslim juga melakukan anjangsana ke rumah umat Kristiani dan Hindu. Dengan kerukunan dan toleransi yang tinggi ini, membuat Kampung Pancasila menjadi kian terasa damai.
Tidak hanya itu, menurut Suliono, Kampung Pancasila yang terdapat 250 Kepala Keluarga ini tingkat kegotongroyongannya sangat tinggi.
Bahkan sampai pemilihan Ketua RT dan RW pun dilaksanakan dengan musyawarah. "Masyarakat kumpul dan memilih bareng, sehingga sangat demokratis," ujar Suliono.
Begitu juga ketika ada permasalahan di kampung mereka, selalu diselesaikan dengan musyawarah kekeluargaan.
Sukatemin, 59, seorang penganut Hindu yang tinggal di Kampung Pancasila menuturkan bahwa keberagaman di kampung mereka justru menjadikan sebuah kehidupan yang harmonis.
"Umat Hindu di Kampung Pancasila ini sebanyak 22 KK, meskipun minoritas tetap tidak ada bedanya dengan umat agama lain. Kita berbaur dan membangun desa ini bersama-sama," terang Sukatemin.
Secara rutin di Kampung Pancasila ini, setiap hari Selasa malam selalu dilaksanakan kegiatan ibadah umat Hindu. Mereka bisa beribadah dengan tenang di tengah-tengah permukiman penduduk yang sebagian besar beragama Islam.
"Kalau hari raya, di sini ramai sekali, tidak hanya Hari Raya Nyepi, Hari Raya Idul Fitri, Hari Natal ramai sekali. Tidak satu dua hari saja ramainya, ndak cukup kalau hanya dua hari, minimal empat hari," ujar Sukatemin.
Secara bergantian warga datang ke rumah umat yang sedang berhari raya. "Kita datang untuk mengucapkan selamat berhari raya," ujar Sukatemin.
Ia mengatakan Pancasila tidak hanya menjadi ideologi tapi sudah menjadi napas warga Kampung Pancasila.(M. Dhani Rahman/feb/ary/han)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kiai Banten Minta Pemerintah Gencarkan PMP dan P4
Redaktur & Reporter : Soetomo