Bung Karno, Silsilah dan Pertanda Alam atas Kelahirannya

Selasa, 06 Juni 2023 – 22:26 WIB
Foto Proklamator RI Ir. Sukarno (Bung Karno) yang dipasang di Sekolah Partai DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Foto: Humas DPP PDIP

jpnn.com - Tanggal 6 Juni merupakan salah satu saat istimewa bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Pada tanggal itu, 122 tahun silam, Bung Karno dilahirkan.

Bung Karno merupakan putra dari pasangan pria ningrat Jawa dan perempuan Bali berkasta Brahmana.

BACA JUGA: Mungsolkanas, Masjid Tertua di Bandung Tempat Bung Karno Kerap Bersujud

“Bapakku berasal dari Jawa. Nama lengkapnya Raden Sukemi Sosrodiharjo,” ujar Presiden Pertama RI itu dalam biografinya yang berjudul 'Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia' karya Cindy Adams.

Gelar raden di depan nama Sukemi menunjukkan ayah Bung Karno adalah bangsawan. “Bapak berasal dari keturunan Sultan Kediri,” tuturnya.

BACA JUGA: Untuk Urusan yang Satu ini, Bung Karno...

Dalam biografi itu juga didedahkan soal keluarga Raden Sukemi merupakan patriot-patriot hebat. Nenek dari neneknya adalah putri pejuang yang ikut mendampingi Pangeran Diponegoro.

Adapun ibu Bung Karno ialah Ida Ayu Nyoman Rai, seorang bangsawan Kerajaan Singaraja. “Raja Singaraja yang terakhir adalah paman ibuku,” tuturnya.

BACA JUGA: Bung Karno dan Pance Pondaag

Menurut Bung Karno, ayahnya ditugaskan ke Bali untuk mengajar di sekolah rendah gubernemen di Singaraja. Seusai mengajar,  Raden Sukemi biasanya mendatangi pancuran air di depan sebuah pura.

Dari situ pula Raden Sukemi melihat dan mengenal Ida Ayu. Lama kelamaan, benih cinta tumbuh di antara Raden Sukemi dan Ida Ayu.

Syahdan, Raden Sukemi meminang Ida Ayu. Namun, rencana itu tidak berjalan mulus.

Ada hal yang merintangi asmara mereka. Raden Sukemi beragama Islam, sedangkan Ida Ayu penganut Hindu.

Orang tua Ida Ayu tidak mau putrinya dinikahi oleh orang beda suku dan agama.

“Oh, tidak bisa. Engkau berasal dari Jawa dan engkau beragama Islam. Tidak, sekali-kali tidak! Kami tidak akan kehilangan anak kami,” turut Bung Karno menukil ucapan orang tua Ida Ayu kepada Raden Sukemi.

Menurut Bung Karno, ayahnya sebagai muslim ingin menikah secara Islam. Dengan demikian, Ida Ayu harus menganut Islam.

Tentu saja pihak orang tua Ida Ayu tidak berkenan dengan rencana Raden Sukemi. “Satu-satunya jalan bagi mereka ialah kawin lari,” tutur Bung Karno.

Menurut adat Bali saat itu, kawin lari harus mengikuti cara-cara tertentu. Pada malam perkawinan, Raden Sukemi dan Ida Ayu harus menginap di rumah sahabat.

Syahdan, ada utusan yang dikirim kepada orang tua Ida Ayu untuk menyampaikan pesan bahwa putri mereka melangsungkan perkawinan.

“Ibu dan Bapak mencari perlindungan di rumah seorang kepala polisi yang merupakan sahabat Bapak,” cerita Bung Karno.

Keluarga Ida Ayu lantas datang ke rumah kepala polisi itu untuk menjemput putri mereka. Namun, si kepala polisi tersebut menentang maksud itu.

“Tidak, dia berada dalam lindungan saya,” kata Bung Karno mengutip ucapan sahabat ayahnya.

Perkara perkawinan Raden Sukemi dan Ida Ayu sempat diadili. Di pengadilan, Ida Ayu ditanya apakah dia menikah dengan Raden Sukemi karena sukarela atau dipaksa.

“Ibu menjawab, ‘oh tidak. Saya mencintainya dan melakukan kawin lari atas kemauan saya sendiri’.”

Namun, pada saat itu pengadilan menjatuhkan denda kepada Ida Ayu. Besarnya denda 25 ringgit.

“Karena merasa tidak disenangi di Bali, Bapak kemudian mengajukan permohonan kepada Departemen Pengajaran untuk pindah ke Jawa,” tutur Bung Karno.

Akhirnya Raden Sukemi ditugaskan di Surabaya. “….dan di sanalah aku dilahirkan,” tutur Bung Karno.

Menurut Bung Karno, ibunya pernah berkata bahwa tokoh kelahiran 6 Juni 1901 itu akan menjadi orang yang mulia.

“…pemimpin besar dari rakyatmu, karena Ibu melahirkanmu di saat fajar menyingsing,” kisah Bung Karno menukil ibunya.

Tokoh berjuluk Putra Sang Fajar itu menyebut hari lahirnya ditandai dengan angka serba-enam. Bung Karno merasa beruntung dengan tanggal kelahirannya yang termasuk zodiak Gemini.

Bung Karno juga mengisahkan soal pertanda alam tentang kelahirannya. Pada Mei 1901, Gung Kelud di Kediri meletus hebat.

“Orang yang percaya hal-hal gaib meramalkan, ‘ini adalah penyambutan terhadap bayi Sukarno’,” ceritanya.

Namun, Bung Karno tidak percaya pada anggapan itu. Dia justru merujuk pada kepercayaan masyarakat Bali tentang Gunung Agung akan meletus bila rakyat berbuat tidak pantas.

“…sehingga ada yang mengatakan bahwa Gunung Kelud sebenarnya tidak menyambut kelahiranku, melainkan menunjukkan kemarahan atas kelahiranku.”

Faktanya, Bung Karno justru lahir dalam kondisi menderita. Ayahnya tidak mampu memanggil dukun beranak untuk membantu kelahirannya.

“Kami terlalu miskin,” kisah Bung Karno.

Justru yang mengurus Ida Ayu saat melahirkan Bung Karno adalah seorang lelaki tua sahabat keluarga.

“Adalah dia, dan tidak ada orang yang lain, yang menyambut kehadiranku di dunia,” kata tokoh yang awalnya bernama Kusno itu.(jpnn.com)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur : Antoni
Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Bung Karno   6 juni   Bulan Bung Karno   PDIP   Bali   Hindu   Islam  

Terpopuler