Bunga Bank Naik Terus

Hanya Empat Bulan, Tambah 1,5 Persen

Jumat, 13 September 2013 – 06:45 WIB

jpnn.com - JAKARTA  - Tekanan inflasi dan depresiasi rupiah membuat Bank Indonesia (BI) kian agresif memperketat kebijakan moneter. Setelah akhir Agustus lalu menaikkan suku bunga acuan BI rate 50 basis poin, kemarin BI kembali mengerek BI rate 25 basis poin.

Direktur Eksekutif Direktorat Komunikasi BI Difi Johansyah mengatakan, rapat dewan gubernur (RDG) BI melihat, masih perlu langkah-langkah lanjutan untuk mengendalikan inflasi, stabilisasi nilai tukar rupiah, serta penyesuaian defisit transaksi berjalan (current account).   "Karena itu, BI rate perlu dinaikkan ke 7,25 persen,"   ujarnya kemarin (12/9).

BACA JUGA: Ukuran Tahu Terus Mengecil

Tidak hanya itu, BI juga menaikkan suku bunga lending facility 25 basis poin menjadi 7,25 persen dan suku bunga deposit facility 25 basis poin menjadi 5,50 persen.   "Berbagai kebijakan ini ditempuh untuk mengendalikan inflasi menuju sasaran 4,5 plus minus 1 persen pada 2014,"   katanya.

Langkah agresif BI yang kembali menaikkan BI rate itu cukup mengejutkan. Sebab, dalam empat bulan terakhir, BI sudah mengerek BI rate 150 basis poin dari level 5,75 persen hingga ke 7,25 persen.

BACA JUGA: Pemerintah Segera Hapus Sistem Kuota Impor Holtikultura

Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti mengatakan, di antara 25 pakar ekonomi yang disurvei kantor berita Bloomberg, hanya 4 orang yang memprediksi BI akan menaikkan BI rate. Sedangkan 21 orang memprediksi BI akan mempertahankan BI rate di level 7,00 persen.   

"Tampaknya, BI memilih langkah pre-emptive (antisipasi) untuk meredam depresiasi rupiah dan ekspektasi inflasi,"   katanya.

BACA JUGA: Menperin tak Setuju Aturan Pajak Mobil Murah dari Jokowi

Managing Director dan Ekonom Senior Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan menyatakan, langkah BI menaikkan BI rate sudah tepat. Dia beralasan, tingkat suku bunga yang tinggi akan memancing minat investor untuk tetap menempatkan dananya di Indonesia.   

"Selain itu, naiknya suku bunga akan mengerem laju pertumbuhan ekonomi sehingga impor turun dan defisit transaksi berjalan bisa dikurangi,"   jelasnya.

Bahkan, Fauzi menilai, untuk berjaga-jaga dari gejolak pasar keuangan global terkait rencana The Fed yang bulan ini berpotensi melakukan tappering off quantitative easing (QE) di AS, BI rate masih bisa dinaikkan hingga level 7,50 persen.  "Kemungkinan bisa dilakukan di triwulan keempat nanti,"   ucapnya.

Senada dengan Fauzi, ekonom Citibank Asia Pacific Helmi Arman mengatakan, pasar mengharapkan BI kembali menaikkan BI rate ke level 7,50 persen pada Oktober mendatang untuk memberikan sinyal pengetatan moneter.   "Setelah Oktober, BI bisa berhenti (menaikkan BI rate) sembari menunggu rilis data ekonomi seperti neraca dagang dan inflasi yang diperkirakan membaik," katanya.

Selain suku bunga, poin menarik dari RDG BI kemarin adalah keputusan memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini. Difi menyebutkan, sebelumnya BI memproyeksikan tahun ini Indonesia akan tumbuh di kisaran 5,8 6,2 persen.   "Angka itu direvisi menjadi 5,5 persen hingga 5,9 persen,"   ujarnya.

Menurut Difi, revisi tersebut dilakukan setelah BI melihat hasil survei penjualan eceran dan survei keyakinan konsumen yang mengindikasikan perlambatan pada triwulan III 2013. Selain itu, impor barang modal, penjualan alat-alat berat, dan konsumsi listrik industri manufaktur turun.   "Artinya, investasi non bangunan diperkirakan mengalami kontraksi pada semester II 2013,"   katanya.

Jika dicermati, angka itu cukup moderat. Sebab, hingga saat ini pemerintah masih optimistis mampu mencapai pertumbuhan ekonomi 5,8 persen. Sedangkan Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan ekonomi Indonesia tahun ini hanya akan mampu tumbuh 5,2 persen. (owi/c4/kim)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mentan Berharap Australia Investasi Peternakan Sapi di Indonesia


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler