Bunga Maksimal Utang Fintech 0,8 Persen

Minggu, 10 Maret 2019 – 11:46 WIB
Ilustrasi financial technology (fintech) peer to peer (P2P) lending. Foto: Kaltim Post/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Merujuk data terkini, baru 99 perusahaan keuangan berbasis teknologi (fintech) yang sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebanyak 117 fintech lagi baru berniat mendaftar.

’’Fintech peer-to-peer (P2P) lending bisa menjadi pendanaan alternatif untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM),’’ kata Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Nonbank OJK Riswinandi saat peresmian Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (8/3).

BACA JUGA: Melalui KTA Tunaiku, Amar Bank Kedepankan Kolaborasi dalam Layanan Fintech

Fintech tidak hanya berpotensi memberikan pendanaan kepada 60 juta UMKM. Akses jasa keuangan juga diharapkan bisa meningkat.

Berdasar survei 2016, akses ke jasa keuangan baru 67,82 persen dan tahun ini ditargetkan bisa meningkat hingga menjadi 75 persen.

BACA JUGA: Hibur Warga Pekalongan, Dewi Perssik Dapat Saweran Digital

Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi menjelaskan, AFPI kini menjadi mitra OJK dalam menjalankan fungsi pengaturan dan pengawasan penyelenggara fintech P2P lending.

Dari sisi lender, sudah ada 267.496 entitas yang memberikan pinjaman kepada lebih dari lima juta nasabah.

BACA JUGA: TunaiKita Salurkan Pinjaman kepada 13 Ribu Warga Palembang

’’Seluruh anggota AFPI adalah perusahaan fintech P2P lending yang sudah terdaftar di OJK,’’ ujar Riswinandi.

Selain peresmian AFPI, kemarin diluncurkan Jendela sebagai saluran informasi dan pengaduan nasabah fintech P2P lending.

Menurut dia, hal yang paling penting adalah code of conduct atau kode etik menjadi dasar perilaku penyelenggara anggota AFPI.

Kode etik tersebut, antara lain, bunga maksimum 0,8 persen dalam sehari dan akumulasi denda maksimal 100 persen dari nilai pokok.

Wakil Ketua Umum AFPI Sunu Widyatmoko menyebutkan, terkait dengan Jendela, saat ini sudah ada 500 aduan.

Sekitar 70 persen aduan yang masuk berasal dari fintech ilegal. Sisanya, 30 persen permasalahan yang diadukan, terkait dengan penagihan dan bunga. Proses lebih lanjut sudah masuk ke komite etik.

’’Ada yang nagihnya kasar. Kami bakal cek duduk permasalahannya,’’ tutur Sunu.

Pengurus hanya akan melihat kasus itu valid atau tidak. Setelah itu, buktinya bakal diadukan ke komite etik.

Kemudian, komite etik akan bekerja secara independen melakukan verifikasi terhadap platform maupun orang yang melapor.

’’Verifikasi tersebut bakal memberikan rekomendasi kepada pengurus,’’ jelas Sunu.

Sementara itu, investasi digital dipandang sebagai sumber investasi baru di Indonesia.

Ekonomi digital menjadi tumpuan investasi yang mampu menggerakkan ekonomi. Tahun lalu kontribusi investasi di sektor ekonomi digital diperkirakan 15–20 persen dari total penanaman modal asing (PMA) yang masuk. Total PMA tahun lalu tercatat Rp 392,7 triliun.

Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Yuliot menyatakan, potensi ekonomi digital untuk tumbuh di Indonesia memang besar.

Masih banyak potensi perkembangan usaha tersebut di daerah yang belum digali.

’’BKPM akan meningkatkan investasi agar daerah juga lebih banyak berperan dalam ekonomi digital. Ini harus kita dukung. Sebab, dari periode yang sebelumnya saja, mulai banyak investasi yang masuk ke sektor ini,’’ kata Yuliot. (nis/rin/c14/oki)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Keren! Platform Baru Ini Bisa Lacak Kasus Penipuan Keuangan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler