jpnn.com, JAKARTA - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menilai perlu ada lembaga khusus untuk mengawasi organisasi atau yayasan filantropi.
Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menyusul hebohnya isu penyelewengan dana oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT).
BACA JUGA: Muhammadiyah Sebut ACT Perlu Pengawasan dari Segi Etika
"Memang harus diperkuat dan kemudian pengawasan oleh lembaga apakah itu independen atau lembaga khusus sangat diperlukan agar hal serupa tidak akan terjadi di masa yang akan datang," kata Abdul kepada wartawan, Sabtu (9/7).
Dia mencontohkan Badan Pengelola Keuangan Haji yang memiliki pengawasan dan dipilih oleh DPR RI.
BACA JUGA: Parah, ACT Diduga Menggelapkan Bantuan Korban Lion Air, Ini Kata Brigjen Ramadhan
"Nah, oleh karena itu lembaga filantropi ini belum ada pengawasnya, memang akan lebih bagus kalau lembaga yang mengawasi itu independen dan bertanggung jawab dengan mandat undang-undang," lanjutnya.
Menurut Abdul Mu’ti, lembaga filantropi yang mengelola dana ratusan miliar sangat rentan akuntan.
BACA JUGA: Video Parodi Anies Baswedan soal ACT Dikritik, Abu Janda Singgung UAH
"Itu memang rentan dengan orang melakukan penyimpangan. Nah, ini yang memang saya kira perlu menjadi bagian dari catatan dan persoalannya tidak berhenti dengan lembaga itu dibekukan," pungkasnya.
Sebelumnya, media sosial dihebohkan dengan kabar ACT perihal isu gaji petinggi hingga ratusan juta.
Selain itu, petinggi ACT disebut menerima sejumlah fasilitas mewah dan juga disebut memotong uang donasi dan gaji karyawan.
Tagar-tagar berkaitan dengan ACT. Seperti #AksiCepatTilep ini bermunculan setelah majalah Tempo mengeluarkan laporan utama berjudul 'Kantong Bocor Dana Umat', disebutkan uang donasi miliaran rupiah dari masyarakat masuk ke kantong pribadi sejumlah petinggi lembaga tersebut.
Kemensos sendiri mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) lembaga filantropi itu.
Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi mengatakan pencabutan itu terkait adanya dugaan pelanggaran peraturan yang dilakukan oleh pihak Yayasan.
"Jadi, alasan kami mencabut karena ada indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial. Sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari inspektorat jenderal, baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut," kata Muhadjir Effendi di Kantor Kemensos, Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (5/7).
Dia menjelaskan berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan berbunyi
"Pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10% (sepuluh persen) dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan".
"Sedangkan dari hasil klarifikasi, Presiden ACT lbnu Khajar mengatakan bahwa menggunakan rata-rata 13,7 persen dari dana hasil pengumpulan uang atau barang dari masyarakat sebagai dana operasional yayasan," lanjutnya.(mcr8/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Kenny Kurnia Putra