jpnn.com, JAKARTA - Mabes Polri menduga lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) menggunakan bantuan dari Boeing untuk korban korban kecelakaan Lion Air demi keuntungan pribadi.
Temuan itu berdasarkan hasil penyelidikan sementara kasus dugaan penyelewengan dana umat oleh lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang menyeret Ibnu Khajar dan Ahyudin.
BACA JUGA: Berkaca dari Kasus ACT, Muhammadiyah Sebut Ada Pergeseran Moral sampai Kelabilan Pemerintah
Diketahui, Ahyudin merupakan pendiri ACT, sedangkan Ibnu Khajar berjabatan sebagai Presiden ACT.
"Telah dilakukan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana penggelapan, dan atau penggelapan dalam jabatan, dan atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik, dan atau tindak pidana yayasan, dan atau tindak pidana pencucian uang," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan, dalam keterangannya, Sabtu (9/7).
BACA JUGA: Video Parodi Anies Baswedan soal ACT Dikritik, Abu Janda Singgung UAH
Ramadhan menyebut dugaan penyelewengan dana ACT itu terkait pengolalan dana sosial/CSR dari pihak Boeing untuk disalurkan kepada ahli waris para korban kecelakaan pesawat Lion Air yang terjadi pada 18 Oktober 2018.
Konon, yang mengurus dana itu ialah Ahyudin selaku pendiri dan merangkap ketua pengurus.
BACA JUGA: Wagub DKI Membantah Pernah Bekerja Sama dengan ACT, Nih Faktanya
Ibnu berperan sebagai wakil ketua pengurus atau vice president ACT
Pada pelaksanaan penyaluran dana sosial/CSR tersebut, Ahyudin dan Ibnu tidak mengikutsertakan para ahli waris dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan penggunaan dana itu.
Ahyudin dan Ibnu juga tidak memberitahu kepada pihak ahli waris terhadap besaran dana sosial/CSR yang mereka dapatkan dari pihak Boeing serta pengunaan dana sosial itu.
"(Ahyudin dan Ibnu) diduga melakukan penyimpangan sebagian dana social/CSR dari pihak Boeing tersebut untuk kepentingan pribadi masing-masing berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi," tutur Ramadhan.
Dalam kasus itu, Ahyudin dan Ibnu diduga melanggar Pasal 372 KUHP dan 374 KUHP tentang Tindak Pidana Penggelapan dan atau Penggelapan Dalam Jabatan.
Lalu, Pasal 45A Ayat (1) Jo Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal Pasal 70 ayat (1) dan Ayat (2) jo Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
Kemudian, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
"Dengan ancaman pidana paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar," kata Ramadhan.
Ibnu Khajar dan Ahyudin sendiri telah menjalani pemeriksaan dengan agenda klarifikasi di Bareskrim Polri pada Jumat (8/7).
Kepada awak media, Ahyudin mengaku hanya ditanya penyidik soal legalitas yayasan, tugas, dan tanggung jawab.
Adapun Ibnu bersikap berbeda dengan Ahyudin dengan enggan bertemu awak media seusai menjalani pemeriksaan. (cr3/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Difitnah Menilap Dana ACT, Ustaz Hilmi Ucapkan Sumpah Mubahalah, Kalimatnya Ngeri
Redaktur : Fathan Sinaga
Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama