Muhammadiyah Sebut ACT Perlu Pengawasan dari Segi Etika

Sabtu, 09 Juli 2022 – 14:29 WIB
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan lembaga filantropi harus diawasi dari segi etika. Ilustrasi Foto: arsip JPNN.com/Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan lembaga filantropi harus diawasi dari segi etika.

Sebab, selama ini lembaga filantropi hanya diawasi pelaporan dana dan pemeriksaan oleh lembaga akuntan publik.

BACA JUGA: Parah, ACT Diduga Menggelapkan Bantuan Korban Lion Air, Ini Kata Brigjen Ramadhan

Menurutnya, hal itu menyebabkan lembaga seperti Aksi Cepat Tanggap (ACT) mengklaim diri meraih Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap laporan keuangannya.

"Bagaimana sebuah lembaga filantropi menggaji dirutnya sampai Rp 250 juta per bulan dengan segala fasilitas mewah. Itu ukurannya patut atau tidak patut, etis atau tidak etis," kata Abdul Mu'ti kepada wartawan di Jakarta Timur, Sabtu (9/7).

BACA JUGA: Berkaca dari Kasus ACT, Muhammadiyah Sebut Ada Pergeseran Moral sampai Kelabilan Pemerintah

Padahal, kata dia, dana yang dipakai ialah donasi untuk kaum duafa yang dititipkan lantaran donatur memiliki keterbatasan penggelolaannya.

"Itu hak kaum duafa. Nah, di sini sebenarnya faktor etika menjadi penting. Jadi, persoalannya bukan masalah benar atau salah, tetapi persoalannya patut atau tidak patut," lanjutnya.

BACA JUGA: Video Parodi Anies Baswedan soal ACT Dikritik, Abu Janda Singgung UAH

Dia juga menyebutkan kasus dugaan penyelewengan dana umat oleh petinggi ACT menjadi pelajaran penting terutama kebutuhan pengawasan lembaga filantropi.

"Sehingga, lubang kosong yang belum terisi ini saya kira tetap menjadi bagian dari catatan pemerintah khususnya teman-teman di DPR," pungkasnya.

Media sosial sebelumnya, dihebohkan dengan kabar ACT perihal isu gaji petinggi hingga ratusan juta.

Selain itu, petinggi ACT disebut menerima sejumlah fasilitas mewah dan juga disebut memotong uang donasi dan gaji karyawan.

Tagar-tagar berkaitan dengan ACT. Seperti #AksiCepatTilep ini bermunculan setelah majalah Tempo mengeluarkan laporan utama berjudul 'Kantong Bocor Dana Umat', disebutkan uang donasi miliaran rupiah dari masyarakat masuk ke kantong pribadi sejumlah petinggi lembaga tersebut.

Kemensos sendiri mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) lembaga filantropi itu.

Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi mengatakan pencabutan itu terkait adanya dugaan pelanggaran peraturan yang dilakukan oleh pihak yayasan.

"Jadi, alasan kami mencabut karena ada indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial. Sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari inspektorat jenderal, baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut," kata Muhadjir Effendi di Kantor Kemensos, Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (5/7).

Dia menjelaskan berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan berbunyi "pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10% (sepuluh persen) dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan".

"Sedangkan dari hasil klarifikasi, Presiden ACT lbnu Khajar mengatakan bahwa menggunakan rata-rata 13,7 persen dari dana hasil pengumpulan uang atau barang dari masyarakat sebagai dana operasional yayasan," lanjutnya.(mcr8/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Kenny Kurnia Putra

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler