Bupati Ngapak

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Selasa, 16 November 2021 – 13:03 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto/ilustrasi: arsip JPNN.com/Ricardo

jpnn.com - Logat Banyumas memang sangat khas. Banyak orang menganggapnya lucu.

Namun, Bupati Banyumas Achmad Husein tidak sedang melucu ketika meminta Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK memberi tahu dahulu sebelum melakukan operasi tangkap tangan (OTT).

BACA JUGA: Bupati Banyumas Minta Sebelum OTT Diinfo Dulu, Begini Reaksi KPK

Pernyataan itu diungkapkan Bupati Husein dalam pertemuan kepala daerah se-Jawa Tengah dengan KPK di Semarang (11/11). ‘’Kami semua takut kena OTT, Pak.

Karena itu sebelum melakukan OTT sebaiknya kami diberi tahu dahulu. Kalau sudah berubah tidak usah ditangkap, tetapi kalau tidak mau berubah baru ditangkap’’. Begitu kata Husein.

BACA JUGA: Tanggapi Curhat Bupati Banyumas, Firli Bahuri: Rasa Takut Itu Dibutukan

Pernyataan Husein itu viral dan bikin heboh. Bukan logat Husein yang khas yang bikin heboh, tetapi pernyataan itu dianggap lucu karena sangat kontradiktif dan tidak masuk logika. OTT adalah operasi senyap yang dilakukan secara rahasia, terencana, dan penangkapan dilakukan secara mendadak.

Kalau petugas KPK harus memberi tahu dahulu sebelum operasi, itu namanya bukan OTT, tetapi reality show untuk program TV ‘’Keciduk’’.

BACA JUGA: Dituduh Melindungi Lili Pintauli, Dewas KPK Merespons Begini

Korban program Keciduk pun tidak tahu dia bakal diciduk. Kalau OTT KPK diberitahukan dahulu pasti akan lebih lucu dibanding Keciduk. OTT kok janjian.

Husein tidak sedang melucu. Meski logat Banyumas-nya kental, dia serius dengan pernyataannya. Yang dia maksud adalah, sebaiknya KPK lebih mengedepankan proses pencegahan korupsi daripada penindakan.

Namun, karena logat Husein yang ‘’ngapak’’ maka pernyataannya itu dijadikan bahan guyonan di media sosial.

Gaya Banyumasan ala Husein memang polos, lugu, dan terdengar lucu bagi banyak orang. Logat semacam itu sering disebut sebagai ‘’dialog ngapak’’. Dialek ini dipakai di daerah Jawa Tengah bagian tengah yang berbatasan dengan Jawa Barat.

Logat ‘’ngapak’’ ala Banyumasan dipraktikkan di wilayah selatan Banyumas, Purwokerto, dan sekitarnya sampai ke wilayah utara Tegal dan sekitarnya. Ada beberapa perbedaan tipis dalam dialek Banyumasan utara dan selatan, tetapi secara keseluruhan genre-nya sama.

Penyebutan ‘’ngapak’’ terkesan diskriminatif. Namun, bagi masyarakat Banyumasan sebutan itu sudah dianggap biasa dan malah menjadi trade mark. Dialek ngapak bisa mendatangkan banyak rezeki bagi para komedian dan selebritas.

Dahulu ada Kasino dari Warkop yang selalu memakai logat Banyumasan dalam setiap penampilannya. Dalam film-film Warkop Kasino selalu memerankan pemuda desa yang merantau ke Jakarta dan menjadi snobis baru, tetapi dialek ngapaknya masih kental. Dengan dialek ngapak ini Kasino menjadi salah satu komedian bintang atas yang sukses di Indonesia.

Ada juga Cici Tegal yang pernah terkenal dengan logat Banyumasan ala Tegal yang kental. Cici, yang punya nama asli Sri Wahyuningsih, terdengar fasih dan medok logat Tegalnya, meskipun dia Betawi tulen.

Di kanal Youtube dan di acara-acara televisi dialek ngapak banyak dipakai untuk melucu. Acara ‘’Bocah Ngapak’’ menjadi salah satu acara lawak favorit dengan setting alam desa Banyumas dan logat anak-anak Banyumas yang meriah. Ilham dan kawan-kawannya selalu mengocok perut dengan kepolosan dan keluguannya.

Namun, jangan keliru. Di kalangan pengamat militer, Banyumas disebut sebagai ‘’Prusia-nya Indonesia’’. Sebutan keren ini merujuk pada budaya militer Prusia yang menjadikan Jerman sebagai kekuatan militer besar yang disegani di Eropa.

Salah satu tokoh Prusia yang disegani adalah Raja Wilhelm II yang berhasil menjadikan Prusia sebagai kekuatan militer hebat dalam Perang Dunia I.

Banyumas juga melahirkan tokoh-tokoh militer yang berjasa besar dalam sejarah perjuangan Indonesia. Banyumas melahirkan Jenderal Soedirman yang menjadi bapak TNI. Jenderal Soedirman adalah satu di antara tiga jenderal bintang lima yang dimiliki Indonesia bersama Jenderal AH Nasution dan Jenderal Soeharto.

Pahlawan nasional Jenderal Gatot Subroto juga kelahiran Banyumas. Di era Orde Baru Banyumas juga menyumbangkan banyak tokoh nasional seperti Soepardjo Roestam, Soerono, Yasir Hadi Broto, Sony Harsono, dan beberapa lainnya.

Banyumas menyebut diri sebagai Kota Satria karena banyak pahlawan nasional yang lahir di sana. Keluarga besar Menteri Pertahanan Prabowo Subianto juga berasal dari Banyumas. Keluarga ini dikenal sebagai keluarga intelektual yang melahirkan ilmuwan dan tentara profesional.

Kakek Prabowo, Margono Djojohadikusumo, adalah pejuang nasional yang mendirikan BNI (sekarang Bank BNI). Sumitro Djojohadikusumo, ayah Prabowo, adalah begawan ekonomi Indonesia yang berjuang di bidang ekonomi sejak era kemerdekaan sampai era Orde Baru.

Dua orang paman Prabowo, Subianto dan Suyono adalah aktivis pemuda yang ikut berjuang dalam perang kemerdekaan, dan menjadi tokoh pemuda yang memainkan peran sentral pada proses kemerdekaan Indonesia.

Orang Banyumas dikenal dengan budaya ‘’cablaka’’ atau ‘’thok melong’’ yang dalam bahasa Jawa disebut ‘’blakasuta’’. Cablaka memiliki arti kepribadian yang selalu mengedepankan keterusterangan atau kejujuran, baik dalam berbicara maupun bertindak. Cablaka dan thok melong berarti orang Banyumas selalu berkata apa adanya dan tidak suka menyembunyikan sesuatu.

Budaya Cablaka ini mempunyai kesamaan dengan budaya Samin yang berkembang di wilayah Blora dan Tuban di Jawa Timur. Pada masa perjuangan kemerdekaan, seorang pengamal kejawen Samin Suryosentiko mengajarkan ajaran kejujuran dan keterusterangan kepada murid-muridnya.

Gerakan Samin awalnya hanya terbatas pada lingkungan kecil, tetapi kemudian berkembang luas di banyak daerah, dan bahkan kemudian menyebar sampai ke wilayah Purwokerto dan Banyumas. Gerakan moral ini menjadi gerakan perlawanan terhadap penjajah Belanda, karena para pengikut Samin melawan dengan menolak membayar pajak.

Karena gerakan ini makin meluas, penjajah Belanda kemudian membuang Samin Suryosentiko ke luar Jawa dan ajarannya dilarang. Murid-murid Samin Suryosentiko tetap melanjutkan ajaran ini secara diam-diam dan mendapat penganut yang makin luas.

Bupati Achmad Husein boleh saja jadi bahan lelucon karena keluguan dan kepolosannya. Namun, Bupati Husein tidak sedang bersandiwara. Itulah ciri khas cablaka dan thong melong Banyumas. Dia berterus terang bahwa dia takut kena OTT meskipun dia sudah bersungguh-sungguh jujur dalam mengelola keuangan daerah.

Di balik keluguan itu tersirat Husein menyindir KPK juga. Mungkin banyak OTT yang bocor dan diberitahukan dulu kepada calon korban, sehingga bisa meloloskan diri. Husein mungkin mendengar ada orang-orang yang punya ‘’jalur’’ ke KPK sehingga bisa dapat bocoran jika bakal ada OTT.

Husein pasti mendengar ada kasus penyidik KPK Stepanus Robin Patuju yang menerima suap sampai total Rp 11 miliar karena ‘’mengurus’’ lima perkara dalam setahun. Robin Patuju terlibat jual beli kasus yang sedang ditangani, dan dia mempunyai jalur ke lingkaran dalam KPK.

Husein pasti mendengar anggota DPR RI Azis Syamsuddin yang mempunyai jalur ke lingkaran KPK, dan diduga menyuap Robin Patuju untuk menghentikan kasusnya di Lampung. Azis diduga bukan hanya ‘’memelihara’’ Robin Patuju, tetapi punya banyak ‘’peliharaan’’ di dalam.

Husein pasti mendengar nama Lili Pintauli, komisioner KPK yang diduga membocorkan informasi kepada wali kota Tanjungbalai M. Syahrial yang sedang terjerat kasus korupsi. Lili malah dikabarkan merekomendasikan seorang pengacara kepada Syahrial untuk mengurus kasusnya.

Mungkin Husein--dengan kepolosan dan keluguannya--ingin supaya Lili Pintauli, atau komisioner KPK lainnya, memberi perlakuan yang sama kepada para calon korban OTT lainnya. Sebelum melakukan OTT mbok dikasih bocoran dahulu. Begitu logika polos Husein.

Tindakan pembocoran itu legal atau tidak? Mungkin Husein bingung. Kalau dianggap ilegal mengapa Lili Pintauli tidak diberi sanksi berat, cuma dipotong gaji?

Mungkin kultur polos dan jujur Husein menyimpulkan bahwa tindakan pembocoran Lili itu legal, atau setidaknya bukan pelanggaran serius.

Bupati Husein mungkin menjadi lelucon nasional karena logat ngapak yang lugu. Namun, Bupati Husein tidak perlu malu, karena ia sudah berbicara jujur.

Dengan keluguan khas ala Samin itu Husein justru 'menampol' muka KPK. Seharusnya KPK yang malu oleh kepolosan Bupati Ngapak. (*)


Redaktur : Adek
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler