Bursa Calon Pilkada 2020 Masih Landai

Sabtu, 22 Juni 2019 – 11:34 WIB
Pilkada. Ilustrasi: dokumen JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Jika tak ada perubahan, tahapan pilkada serentak 2020 dimulai pada September mendatang. Meski tak sampai tiga bulan lagi, geliat hajatan lima tahunan itu terkesan masih adem ayem. Di Jatim, misalnya, sampai saat ini belum banyak kandidat yang muncul atau dimunculkan.

Ada beberapa faktor yang menjadi pemicu masih sepinya bursa kandidat. Salah satunya aturan dalam UU Pilkada yang cukup memberatkan kontestan. Hal itu terungkap dari penelitian yang dilakukan The Republic Institute di sejumlah daerah yang bakal menggelar pilkada serentak di Jatim.

BACA JUGA: 270 Daerah Gelar Pilkada di 2020, Pemda Diminta Segera Siapkan Anggaran

Di provinsi itu tercatat ada 19 daerah yang bakal menggelar pemilihan bupati-wakil bupati/wali kota-wakil wali kota. "Ada 15 daerah yang sudah kami teliti. Sejauh ini mayoritas masih belum bisa diketahui siapa saja yang bakal berkontestasi," kata Sufyanto, founder The Republic Institute, Jumat (21/6).

BACA JUGA: 270 Daerah Gelar Pilkada di 2020, Pemda Diminta Segera Siapkan Anggaran

BACA JUGA: PDIP Sudah Siapkan Sejumlah Nama untuk Bertarung

Kondisi tersebut berbeda dengan yang terjadi pada pelaksanaan pilkada serentak 2015. Saat itu bursa kandidat sudah marak jauh sebelum rangkaian pelaksanaan pilkada dimulai. "Di beberapa daerah sebenarnya ada nama-nama kandidat yang berpotensi maju. Tapi, sejauh ini mereka memilih wait and see atau baru melakukan penjajakan awal. Termasuk kandidat petahana," katanya.

Sufyanto menjelaskan, selain petahana, bursa kandidat dalam pilkada kerap diisi para calon berlatar belakang anggota legislatif. Namun, saat ini mereka harus berhitung ulang lantaran ada persyaratan khusus yang diatur dalam UU 10/2016 tentang Pilkada. "Bagi calon kepala daerah berlatar belakang anggota legislatif, mereka wajib mundur dari jabatannya terlebih dulu," ujarnya.

BACA JUGA: Ibnu Sina dan Hermansyah Pecah Kongsi

Jika tidak ada perubahan aturan, jumlah kandidat dengan background anggota legislatif berpotensi menyusut. Sebab, perhitungan untung rugi bakal benar-benar dilakukan. Energi mereka baru saja tersedot untuk berkompetisi dalam Pemilu Legislatif 2019. Bukan hanya tenaga, tapi juga biaya. Jika capaian itu ditinggalkan untuk berebut kursi kepala daerah, risiko tidak bisa kembali ke kursi legislatif tentu sangat merugikan.

"Dengan pendaftaran dimulai Februari hingga Maret 2020, mereka hanya menikmati masa jabatan sebagai anggota dewan tak sampai enam bulan. Tentu sebuah pengorbanan," katanya.

Sufyanto menilai regulasi itu sebenarnya kurang adil. Sebab, aturan kewajiban mundur tersebut tak berlaku bagi para penyelenggara pemerintahan yang notabene sama-sama menduduki jabatan politik. "Karena itu, sudah waktunya UU Pilkada direvisi untuk mengakomodasi asas keadilan," tuturnya.

Faktor lain yang mengakibatkan minimnya kandidat berani tampil sejak awal adalah perhitungan politik. Bukan hanya peluang, tapi juga biaya. "Mereka masih berhitung apakah ada potensi untuk bisa menang atau tidak. Sebab, biaya untuk maju dalam pilkada tidak sedikit," tuturnya.

Persoalan peluang dan biaya sebenarnya sudah lama membuat pemilihan bupati atau wali kota di Jatim tidak terlalu banyak diikuti peserta. Misalnya yang terjadi pada pilkada serentak 2015. Rata-rata tiap daerah hanya diikuti 2,4 paslon. Demikian pula halnya pada pilkada 2018 yang rata-rata diikuti 2,8 paslon per daerah. Malah ada juga yang hanya satu kandidat. Jika situasi itu tak berubah, ada potensi kandidat yang maju pilkada nanti didominasi calon yang memiliki popularitas tinggi atau kemampuan finansial besar. (ris/c9/fat)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tahapan Pilkada Serentak 2020 Mulai Digelar September


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler