"LAWAN Ahok" adalah gerakan melawan Ahok yang merupakan sapaan akrab Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Aktivis sekaligus politisi kawakan ini, memang menjadi pelopor terbentuknya kelompok yang bermarkas di kawasan Tebet, Jakarta Selatan itu.
--------------
Purwoko-Jakarta
-------------
INDOPOS (Grup JPNN) berkesempatan berbincang dengan Bang Bursah, begitu dia biasa disapa tentang alasan dia membentuk gerakan perlawanan terhadap Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Saat ditemui, penampilan Bang Bursah cukup sederhana, dengan kemeja lengan panjang yang digulung, serta celana jeans yang menggambarjkan sosok pria yang mudah bergaul dengan siapa saja.
BACA JUGA: Hayo Lho... Ahok Dianggap Hina Ali Sadikin
Pria kelahiran Lahat, 29 Januari 1959 ini mengungkapkan terbentuknya gerakan ’Lawan Ahok’ dampak sejumlah kebijakan Gubernur Jakarta itu yang dianggap sewenang-wenang. Salah satunya, dalam kasus penggusuran Kampung Pulo, Jakarta Timur.
Penggusuran secara paksa yang berakhir bentrok besar-besaran antara warga dan aparat itu disebabkan karena Ahok bertindak semaunya sendiri tanpa melalui proses mediasi dan persuasif membongkar pemukiman yang telah ditinggali warga selama puluhan tahun.
BACA JUGA: Tak Bisa Berenang, Pembantu Tewas di Rumah Majikan
”Gerakan ini (Lawan Ahok) lahir untuk menghentikan kesewenang-wenangan Ahok kepada warga Jakarta,” ujar Bursah. Pendiri Humanika, ini menuturkan pembentukan gerakan ’Lawan Ahok, terjadi bukan karena kegemaran Ahok menggusur warga miskin saja Ibu Kota saja.
Tapi juga karena kepemimpinan Ahok selama ini bertentangan dengan tata krama, nilai-nilai luhur budaya dan keadaban bangsa Indonesia yang selama ini telah terpelihara dengan baik. Apabila tindakan itu tidak segera dihentikan, maka menimbulkan ancaman stabilitas nasional lantaran Jakarta adalah miniatur Indonesia.
BACA JUGA: Mengenaskan, Pembantu Ini Tewas Di Kolam Renang Majikan
Kemudian, kata Bursah juga, Ahok selama ini telah melakukan pembohongan publik dengan memanipulasi sejumlah fakta-fakta sehingga menganggu akal sehat masyarakat Indonesia sebagai bangsa yang beradab.
”Kami memandang sangat penting adanya gerakan moral yang berpihak pada kebenaran dan keadilan serta berpihak pada rakyat kecil dan kaum tertindas (mustadh’afin).” Ucapnya juga. Untuk diketahui, Bursah merupakan orang nomor satu di Humanika yang dikenal sebagai ’Sang Ideolog;.
Sebutan itu melekat karena dia memiliki pandangan dan sikap kritis terhadap ideologi-ideologi tertentu. Dia sangat lantang jika bicara tentang demokrasi, namun dia mulai menganggap demokrasi akhir-akhir ini sebagai bencana.
Alasan yang mendasari anggapan tersebut adalah demokrasi tidak lagi menyentuh rakyat kecil, melainkan para penduduk kota dan pemilik modal yang tidak memperhatikan nasib dan kemakmuran petani dan rakyat kecil lainnya.
Dia juga menuding demokrasi sekarang yang tidak mengandung unsur keadilan dan equality (kesejajaran). Karena itu dia mengimbau agar revolusi pemikiran tentang makna demokrasi didasarkan pada nilai-nilai luhur di tanah air segera dilaksanakan.
Dia beranggapan negara boleh saja memiliki utang luar negeri, asalkan bisa diberdayagunakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. ”Tapi selama ini yang terjadi berbeda,” ujar juga alumnus Fakultas Ekonomi, Universitas Jayabaya ini.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Bintang Reformasi itu semasa menjadi mahasiswa memang sudah aktif berorganisasi. Saat mahasiswa, Bursah aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Pria pencinta olahraga fitness itu sempat mencalonkan diri jadi calon Presiden pada Pemilu 2009 lalu.
Pencalonannya itu dilakukan Partai Bintang Reformasi (PBR) yang didirikan (alm) dai kondang, Zainuddin MZ. Saat itu, Bursah bersama partainya menargetkan untuk mendapatkan total perolehan suara minimal 8 persen dalam Pemilu Legislatif (Pileg) 2009.
Namun rencana tersebut gagal. Hingga akhirnya yang menduduki kursi kepresidenan Indonesia pada 2009 adalah Susilo Bambang Yudhoyono dari Partai Demokrat.
Pada Juni 2011, Bursah pernah dituduh melakukan manuver politik. Lantaran PBR batal bergabung dengan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang sempat membuat heboh dunia politik Tanah Air.
Dia menjelaskan bahwa Memorandum of understanding (MoU) dengan Partai Gerindra tidak ada kemajuan. Apalagi yang memutuskan hubungan penggabungan Partai PBR adalah Partai Gerindra. (*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Koh Ahok Mangkir, Begini Tanggapan DPRD Bekasi
Redaktur : Tim Redaksi