jpnn.com - JAKARTA - Kebijakan pemerintah terkait formula penetapan upah minimum provinsi (UMP) masih menjadi polemik. Pihak buruh pun mengancam bakal mengadakan aksi mogok besar-besaran pada 18 November nanti.
Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) Iwan Kusumawan menegaskan, aksi tersebut akan menjadi puncak dari tanggapan buruh terkait peraturan pemerintah (PP) nomor 78 2015. Aksi tersebut sudah menjaring massa dari beberapa provinsi seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Selatan.
BACA JUGA: Pulang Kampung, Ini yang Dilakukan Misbakhun Bersama Pemilihnya
"Aksi turun ke jalan di daerah-daerah akan terus dilakukan sampai 18 November. Kami sedang konsolidasi untuk aksi tersebut sekaligus menunggu tanggapan dari pemerintah," ujarnya di Jakarta kemarin (1/11).
Dia menegaskan, sampai saat ini pihaknya memang tetap meminta agar pemerintah mencabut regulasi tersebut. Sebab, keputusam pemerintah dirasa sangat terburu-buru tanpa memperhatikan pendapat dari para pekerja Indonesia. Padahal, kebijakan tersebut jelas bakal mempengaruhi kondisi para pekerja di Indonesia.
BACA JUGA: Pansus Pelindo II Belum Bahas Rencana Pemanggilan JK
"Kami harap pemerintah tak lagi bersembunyi di balik alibi bahwa kebijakan ini direncanakan 12 tahun lalu. Kalau kami diajak berdialog jauh hari sebelum keputusan ini, tak akan ada respon seperti ini," terangnya.
Menurut Iwan, peraturan yang ditetapkan bulan lalu merupakan pelanggaran dari undang-undang ketenagakerjaan. Sebab, rumus upah tersebut sudah jelas menghilangkan unsur komponen hidup layak (KHL) setiap tahun. Padahal, hal tersebut tercantum sebagai aspek utama dalam penyusunan upah minimum.
BACA JUGA: Cara BNP2TKI Atasi Kecurangan Pemotongan Gaji TKI
"Itu artinya dewan pengupahan tak lagi punya peran dalam menentukan upah. Dan saya rasa aksi demo untuk menuntur upah layak itu hanya dinamika sosial. Baik pengusaha dan pemerintah tak perlu menganggap aksi tersebut berbahaya," ungkapnya.
Meski begitu, Iwan mengaku sampai saat ini masih terbuka untuk melakukan dialog. Menurutnya, buruh juga tak akam menolak mentah-mentah kebijakan yang bisa membangun ekonomi.
"Hanya saja, kami juga tak akan menelan mentah-mentah kebijakan yang sudah jelas merugikan kami," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Pengupahan Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kementerian Ketenagakerjaan Andriani tetap menegaskan, penerbitan PP tersebut telah mempertimbangkan semua kepentingan. Bukan hanya pengusaha dan pekerja, namun pihaknya juga mempertimbangkan kebutuhan para pengangguran yang mencapai 7,4 juta orang.
"Yang bisa membuka lapangan kerja adalah pengusaha. Tentunya peraturan ini melindungi, memberikan kepastian kepada pemilik modal untuk berinvestasi. Dengan investasi, maka dibuka lapangan kerja," jelasnya. (bil)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kebiri Dianggap tak Cocok, Lebih Baik Hukuman Mati
Redaktur : Tim Redaksi