jpnn.com - JAKARTA - Penolakan atas keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) semakin meluas. Pasalnya, keputusan yang diambil pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla itu jelas tak berpihak pada kalangan buruh dan rakyat miskin.
Rencananya, kalangan buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Nasional (SPN) akan menggelar aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM, besok (10/12). Ketua Umum SPN, Iwan Kusmawan mengungkapkan, akan ada sekitar 50 ribu massa dari DKI, Banten dan Jawa Barat yang akan menggelar aksi di Bundaran HI hingga Istana Negara.
BACA JUGA: Jelang Hari Antikorupsi, Jaksa Tahan 87 Tersangka
Menurutnya, tuntutan para buruh bukan hanya penurunan harga BBM, tetapi juga agar pemerintah menaikkan upah pekerja. “Kami menuntut kenaikkan upah buruh setelah adanya kenaikkan harga BBM,'' kata Iwan di sela-sela diskusi publik bertema 'Kilas Balik Gerakan Rakyat Menolak Kenaikkan BBM' di Jakarta, Selasa (9/12).
Menurut Iwan, pasca-kenaikan harga BBM, kini pendapatan buruh berkurang hingga 50 persen. Dari hitungan SPN, setiap kenaikan BBM Rp 1000, maka pendapatan buruh berkurang Rp 250 ribu. “Karena kini BBM naik Rp 2000, jadinya pendapatan buruh berkurang hingga Rp 500 ribu,’’ tandasnya.
BACA JUGA: Menteri Jonan Sediakan Waktu Khusus untuk Tanda Tangani Dokumen
Dalam kesempatan sama, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, M Wildan menyatakan bahwa para mahasiswa di Sulawesi Selatan akan terus bergerak di jalanan untuk menyuarakan penolakan atas kenaikan BBM. Menurutnya, seorang pelajar bernama M Arif telah meninggal dunia saat ikut aksi demonstrasi menolak kenaikan harga BBM.
Karenanya, kata Wildan, pengorbanan Arif itu membuat para mahasiswa di Makssara semakin semangat untuk melakukan aksi jalanan menolak kenaikan harga BBM. “Pengorbanan Arif adalah semangat kami,'' kata Wildan.
BACA JUGA: Periksa Cahyadi Kumala, KPK Telisik Soal Mempengaruhi Saksi
Lebih lanjut Wildan mengatakan, kompensasi yang disediakan pemerintah bagi kalangan warga miskin yang terkena imbas kenaikan harga BBM tak banyak berarti. Sebab, kompensasi Rp 400 ribu tak sebanding dengan kenaikan harga kebutuhan sehari-hari yang meroket.
''Kami melihat kebijakan presiden menaikkan harga BBM pada saat ini tidak tepat karena harga minyak dunia turun sangat dratis. Di negara tetangga, Malaysia dan China, kini mereka munurunkan harga BBM, tapi kok kita malah menaikkkan harganya. Kebijakan ini jelas tidak adil,'' ujarnya.
Sedangkan aktivis yang dikenal keras menolak kenaikan harga BBM pada tahun 2008, Ferry Juliantono menyatakan bahwa pemeirntah harus transparan membeber audit produksi BBM. Menurutnya, publik berkak tahu soal itu. “Faktanya, sampai sekarang tetap tak ada yang tahu pasti mengenai harga pokok produksi BBM,” ucapnya.
Libel lancet Ferry mengatakan, harga BBM di pasar internasional sekarang sudah mencapai titik terendah dalam lima tahun terakhir. Bahkan, harganya di kisaran USD 60 per barel.
Karenanya Ferry heran karena pemerintah menaikkan harga BBM. ”Itu jelas melangar konsitusi. Untuk itu selain mendukung demonstrasi menolak kenaikkan BBM, maka interpelasi DPR untuk mempertanyakan kebijakan pengeloaan BBM juga perlu didukung,” katanya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Belum Dibayar, Peserta Munas Ancol Terkapar di Hotel
Redaktur : Tim Redaksi