Buruh Tuntut UMK Medan Rp 2,6 Juta

Selasa, 18 November 2014 – 02:17 WIB

jpnn.com - MEDAN - Ratusan buruh kembali menggelar unjuk rasa menuntut kenaikan upah minimum kota (UMK) minimal 30 persen. Kenaikan UMK Medan sebesar 30 persen menurut para buruh sangat beralasan.

Karena dalam waktu dekat pemerintah akan menaikkan harga bahan bakar minyakn (BBM) sebesar 40 persen pada tahun ini.

BACA JUGA: Warga Desak Hakim yang Diduga Selingkuhi Istri Orang Dipecat

"Khusus Kota Medan, kami meminta agar wali kota menetapkan UMK sebesar Rp2,6 juta," teriak Kordinator Aksi, Minggu Saragih di depan Balai Kota Medan, Senin (17/11).

Ia menegaskan, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tidak berpihak kepada kaum buruh karena menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar Rp1.625.000 atau hanya naik 7,9 persen dari sebelumnya.

BACA JUGA: Mayat Mengapung Itu Dipastikan Jasad Guru SMPN

"Anggota DPRD Sumut harus ambil alih masalah UMP dengan memanggil gubernur, dan kembali melakukan survei secara nyata sebelum menetapkan kembali UMP dengan melibatkan para serikat kerja," katanya.

Kenaikan UMK Medan sebesar 30 persen, diakuinya sangatlah beralasan. Karena adanya rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyakn (BBM) sebesar 40 perseh pada tahunnini.

BACA JUGA: Gubernur Ancam Tahan RAPBD Kabupaten/Kota

"Sebenarnya tidak banyak yang berubah dari kehidupan buruh ketika UMK dinaikkan dan harga BBM juga ikut naik, karena kehidupan buruh tetap terus menderita," jelasnya.

Lebih lanjut, buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Provinsi Sumut (FSPMI SU) ini juga meminta kepada pemerintah untuk lebih ketat dalam melakukan pengawasan terhadap perusahaan yang tidak mendaftarkan karyawannya ke program BPJS.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Kota Medan, Syaiful Bahri yang menerima pengunjuk rasa mengaku akan menyampaikan seluruh tuntutan buruh kepada Wali Kota Medan. "Semua aspirasi teman-teman buruh saya terima, dan bulat-bulat akan disampaikan kepada Wali Kota Medan sebagai pengambil keputusan," ujarnya di hadapan buruh.

Lebih lanjut, ia mengaku, saat ini Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Kadinsosnaker) Medan, Syarif Armansyah Lubis sedang melakukan rapat pembahasan kebutuhan hidup layak (KHL) bersama dewan pengupahan. "Kita tunggu saja bagaimana hasilnya nanti," tukasnya.

Dihubungi terpisah, Kadinsosnaker Medan, Syarif Armansyah Lubis mengatakan, pembahasan KHL bersama dewan pengupahan terpaksa ditunda karena aksi walk out perwakilan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Medan.

"Alasan Apindo walk Out karena belum siap menggelar rapat dewan pengupahan," kata Armansyah.

Dijelaskannya, dewan pengupahan Medan terdiri dari 32 orang, dan 8 di antaranya berasal dari Apindo Medan. "Ada beberapa anggota dewan pengupahan yang tidak hadir, jadi peserta rapat tidak korum sehingga rapat harus ditunda pelaksanaannya," bebernya.

Pria yang kerap disapa Bob itu menambahkan, dirinya akan berkomunikasi dengan Apindo Sumut mengenai pembahasan KHL Medan yang tidak dapat terlaksana. "Paling lambat tanggal 21 November mendatang, hasil penetapann UMK sudah diserahkan ke Gubernur," jelasnya.

Sebelumnya, buruh dari FSMI Sumut ini juga menggelar aksi penolakan rendahnya UMP Sumut di Kantor Gubernur Sumut. Dalam aksinya kali ini, ratusan massa buruh itu meludahi halaman Kantor Gubsu, karena tuntutan upah minimum provinsi (UMP) 2015 tidak disetujui Gubernur Sumut.

"Ini yang membuat kami tetap turun ke jalan menuntut agar Gubsu Gatot Pujo Nugroho menolak nilai kenaikan UMP yang sudah ditandatangani, karena kami merasa ada yang salah dalam menentukan nilai KHL (Kebutuhan Hidup Layak)," sebut Ketua DPW FSPMI Sumut, Minggu Saragih.

Bahkan pihaknya menduga, survei yang dilakukan Dewan Pengupahan Daerah (Depeda) Sumut penuh dengan rekayasa dalam penetapan KHL terendah yaitu Kabupaten Serdang Bedagai sebesar Rp1.271.000.

"Sementara kami (FSPMI) telah melakukan survei di Kabupaten Serdang Bedagai dengan rata-rata KHL sebesar Rp2.009.000, hal ini jelas mengecewakan kaum buruh di Sumut," bebernya.

Sementara itu, mereka juga berharap agar DPRD Sumut turut andil untuk masalah upah murah itu, dengan memanggil Gubsu Gatot untuk kembali melakukan survei nyata dengan melibatkan unsur-unsur serikat buruh yang tidak terlibat di dalam Depeda Sumut, sekaligus meminta Gubsu segera merevisi penetapan UMP Sumut 2015 menjadi Rp2 juta.

Disebutnya, massa yang turun dalam aksi tersebut terdiri dari buruh yang ada di Kota Medan, Deliserdang dan Serdangbedagai.

"Kami sudah survey sendiri KHL di sana (Sergai) di atas Rp2 juta. Survey kami, KHL di Sergai tahun 2013 saja sudah diangka Rp1.505.000. Jadi sungguh tak masuk akal survei dewan pengupahan itu. Mereka mensurvei sewa kamar kita hanya sebesar Rp150.000/buruh. Emangnya kamar apa seharga Rp150.000, kamar 'kumpul kebo'? Trus di mana mau dibuat keluarga-keluarga kami," timpal Sekretaris DPW, Willy Agus Utomo.

Pantauan Sumut Pos (Grup JPNN), sekitar 15 menit menyampaikan aspirasi, ratusan kaum buruh akhirnya meninggalkan Kantor Gubsu dan bergerak ke DPRD Sumut. Selain meludahi halaman dan menggoyang-goyang pagar depan Kantor Gubernur Sumut, mereka juga memblokade jalan, sehingga polisi lalu lintas harus mengalihkan arus ke arah Jalan RA Kartini. Unjuk rasa tersebut mendapat pengawalan ketat aparat kepolisian dan satuan polisi pamong praja.

Begitu juga saat Kadisnakertrans Provsu, Bukit Tambunan ingin menanggapi aksi tersebut, para buruh langsung menolak kehadirannya. Sebab mereka ingin agar Gubsu langsung yang turun dan menemui mereka. Ratusan buruh akhirnya membubarkan diri sembari menggeber-geber gas sepeda motor mereka sepanjang jalan.(dik/prn/adz)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemalsu Data Honorer K2 Hanya Kena Tiga Bulan Penjara


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler